"Widih, foto dimana tuh Ras?" Bagas bertanya kepada Laras yang tengah menatap foto dirinya bersama kedua orang tuanya di ladang tempat bapak dan ibunya mencari nafkah.
Sudah hampir satu tahun ini Laras tidak pulang ke desa mengunjungi kedua orang tuanya, dirinya hanya mampu memandangi foto kebersamaan mereka yang walaupun tempatnya berada di ladang namun pemandangannya terlihat sangat indah.
Petani di desanya bukan hanya menanam padi dan singkong seperti kebanyakan petani petani, di desanya semua petani menanam padi, sayur sayuran dan buah buahan.
Di sana jarang sekali ada orang yang berbelanja kebutuhan bahan makanan hingga ke luar desa, tentu saja sebab hasil bumi kami sendiri di desa sudah sangat melimpah.
Wajar jika saat ini Bagas menatap penuh kagum dengan keindahan alam di desaku karena di kota sebesar Jakarta ini tidak ada tempat seperti itu.
"Di desaku lah Gas, kan aku foto sama bapak ibuku,"
"Bagus banget ya desa tempat tinggalmu, di sini nggak ada lho tempat seperti itu!"
"Bagaimana kalau libur akhir semester nanti aku main ke desamu, nanti biar aku ajak teman teman sekalian, gimana?" lanjut Bagas bertanya.
Saat ini mereka tengah menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, tepatnya di kelas dua SMA negeri.
Laras sendiri terpaksa merantau ke kota demi pendidikannya agar masa depannya sedikit lebih baik dari orangtuanya sebab di desa tidak ada fasilitas sekolah dari pemerintah.
Mungkin belum sampai saja karena memang desanya masihlah berada di wilayah pedalaman yang cukup sulit dijangkau.
Namun senyuman yang sedari tadi terukir di bibirnya saat membayangkan bapak, ibu dan juga keindahan alam yang ada di sana langsung luntur seketika setelah mendengar perkataan Bagas yang ingin berkunjung ke desa Pengasinan, desa asal tempat tinggal Laras!
"Kenapa kamu mau ke sana Gas? Bukannya lebih nyaman tinggal di sini dari pada dirinya desa?" Laras mencoba mencari tahu apa yang membuat Bagas tertarik untuk datang ke desanya.
"Aku hanya tertarik Ras, lagi pula di sana pemandangannya indah jadi kita bisa mengabadikannya kan? Siapa tau setelah kedatangan kita desamu itu jadi terkenal,"
"Sebaiknya kamu tidak pergi ke sana Gas," Bukan maksud Laras untuk melarang teman temannya pergi, hanya saja di desanya itu masih kental akan mitos dan berbagai pantangan.
Gadis itu tidak yakin jika Bagas dan teman temannya nanti akan mau menuruti semua pantangan itu mengingat Bagas adalah tipe orang yang tidak mau mendengarkan perkataan orang lain.
"Kenapa?" tanya Bagas.
"Ya, tidak apa-apa. Hanya saja jika kamu dan temanmu ingin berlibur sebaiknya kalian cari tempat lain, jangan di desaku!" tegas Laras.
"Tapi Ras, bisakah kamu jelaskan lebih detail apa alasannya?"
"Dengar Bagas! Di desaku itu banyak sekali pantangan pantangan yang tidak boleh dilanggar sebab desaku itu masihlah desa yang belum banyak terjamah kaki kaki manusia! Aku tidak yakin kamu akan mematuhi pantangan pantangan itu mengingat dari semua sifat dan sikap kamu,"
"Laras Laras, jaman sekarang masih percaya begituan? Konyol tau Ras," Sesuai dengan prediksi Laras, Bagas tidak mungkin akan menerima semua ucapannya dengan mudah.
Apalagi Bagas termasuk orang yang tidak percaya akan keberadaan mereka yang tidak terlihat, termasuk segala mitos mitos yang berkembang di daerah pedesaan yang masih sangat asri seperti desaku.
"Dahlah Ras, aku mau ngasih tau teman temanku dulu, biar Senin depan bisa langsung berangkat!"
Laras hanya diam tak mampu menahan Bagas, namun jauh dalam lubuk hatinya dia berharap agar teman teman mereka tidak mengiyakan ajakan Bagas.
Bagaimapun, desa itu sangat berbahaya bagi orang orang seperti Bagas yang tidak mempercayai dunia gaib.
Apalagi untuk orang yang memiliki niat tidak baik.
"Woi guys, gimana kalau nanti liburan kita ke desanya Laras aja? Bagus banget tau pemandangannya," Dilain tempat Bagas yang baru saja sampai di kantin sekolah tempat teman temannya tengah bersantai langsung mengungkapkan tujuannya menghampiri mereka.
"Lah, katanya mau mendaki gunung Gas, gimana si?" sahut Yudi, sebelum Bagas melihat foto Laras di desanya Bagas memang merencanakan untuk mendaki gunung bersama keempat sahabatnya.
"Nggak jadi deh, kayaknya lebih asik kalau kita ke desa Laras. Apalagi katanya di sana masih banyak hantunya,"
Mendengar kata 'hantu' keempat remaja yang menjadi sahabat Bagas itu pun seketika memancarkan raut wajah yang sedikit bahagia.
Ya, mereka memang menyukai petualangan hal hal yang berbau mistis, sekedar untuk membuktikan kehadiran mereka benar-benar ada.
Hanya saja salahnya mereka tidak terlalu percaya akan kehadiran bangsa lelembut sebab mereka belum pernah melihat atau menemukannya selama petualangan mereka ke berbagai tempat sehingga mereka hanya menganggap bangsa gaib hanya halusinasi orang-orang semata.
"Ok, kita ke desa Laras," putus Clara yang kemudian diangguki oleh semuanya.
"Deal, Senin kita berangkat, bagaimana?" tanya Bagas.
"Oke!"