Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kelas Maut Pak Seto

🇮🇩SunRaga
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.5k
Views
Synopsis
Namaku Jaka, kelas dimana tempatku belajar tiba-tiba saja berubah menjadi kelas dimana aku harus bertahan hidup. Kami semua punya alasan masing-masing untuk bertahan hidup. Namun jika hanya dengan kematian teman sekelas lah aku dapat tetap hidup, maka maaf matilah untukku. Kelas ini mengajarkan kegilaan.. Menjadi pahlawan tidak membuatmu tetap hidup.. Aku harus hidup, aku ingin hidup.. Bagaimanapun caranya aku akan keluar dari sini hidup-hidup!!

Table of contents

Latest Update1
PROLOG1 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - PROLOG

Namaku Jaka Putra Mahendra, Aku bersekolah di SMA BAKTI NEGARA dan kini aku duduk di kelas 12 IPS.

Seperti anak sekolah pada umumnya, tugasku sebagai seorang pelajar adalah belajar dan aku menerapkan hal tersebut dengan sungguh-sungguh. Bukan lantaran aku gemar belajar namun keadaanlah yang mendesakku, sejak kecil ibu selalu berpesan bahwa jika aku ingin merubah nasib, maka belajar adalah langkah pertama yang harus aku ambil dalam perjalananku melawan nasib.

Meskipun aku bukan tergolong siswa yang pandai tapi setidaknya aku dapat memahami isi materi dan cara pemecahan soal yang diajarkan. Menurutku pintar bukanlah tolak ukur untuk mencapai kesuksesan, namun kejelian dan kecermatan dalam membuat pilihanlah yang dapat menjadikan mu sukses.

Tentu saja itu hanya berdasarkan sudut pandangku semata, karena bagi pengejar peluang sepertiku apapun yang menghasilkan keuntungan maka itu adalah jawaban yang benar. Bukankah idealisme ku cukup mewakili anak IPS? Setidaknya aku sudah menerapkan apa yang diajarkan bukan?! Inilah pilihanku dan akan kuterima semua konsekuensi dari pilihan tersebut.

Namun tidak pernah terbesit olehku jika konsekuensi tersebut akan datang begitu cepatnya...

"Jaka, ayo cepat sarapan dulu sudah mau jam 7 tuh. nanti kamu kesiangan!"

"Iya Bu tenang saja, ini kan hari selasa bukan hari senin jadi berangkat agak siangan pun gak masalah." saut Jaka sembari menarik kursi meja makan dan duduk berhadapan dengan ibunya.

"Kalau sudah jam 7 kan gerbang sekolahnya pasti ditutup, lah terus kamu mau lompat pagar gitu? sudah cepetan makan dulu, bulan ini kita harus berhemat jadi makan seadanya aja yah." dengan wajah yang sedikit tertunduk, ibu terlihat berusaha menyembunyikan kesedihannya.

"Tenang aja bu, satpamnya berperikemanusiaan selama telatnya gak kebangetan ya masih boleh masuk kok. Jaka kan doyan tahu Bu, cuma ibu yang bikin penge'tahu'an bisa dimakan!" celoteh Jaka.

"Hahaa dasar kamu ya, candaannya kelewat garing kalau bahasa dapurnya sih gosong!" sambil tertawa ibu mengambilkan nasi kepiring Jaka.

"Eh jangan salah loh Bu, jaman sekarang pelawak di tv itu lucu justru karena lawakannya yang garing. Gak lucu kok melawak kan lucu."

"Jaman ibu dulu WARKOP DKI juaranya, mungkin beda jaman berubah pula seleranya."

"Efek pemanasan global kali Bu, jadi makin banyak anak yang terlahir dengan selera recehan."

"Ya kayak kamu itu, sudah habiskan dulu makannya. Malu dong sekolah deket dari rumah tapi masih aja bisa kesiangan."

"Hehee iya Ibu ratu~"

Dewi Larasati, itu adalah nama Ibu ku. Bagiku beliau adalah wanita yang kuat dan hebat karena mampu membesarkanku seorang diri sampai dengan saat ini. Kedekatan kami bukanlah tanpa alasan, kerasnya hidup yang kami lalui membuat arti keluarga jadi lebih berharga, dan kasih sayang ibu adalah kemewahan yang mungkin tidak semua anak bisa merasakannya. Dan dibalik semua kemalanganku, hadirnya Ibu merupakan keberuntungan terbesar yang ada dalam hidupku.

Kala aku berumur 3 tahun, Ayah meninggal dalam sebuah kebakaran hebat. Perasaanku terhadapnya begitu campur aduk, di satu sisi aku bangga atas pengorbanan yang telah dilakukannya namun di sisi lain aku mengutuk kebodohonnya yang tidak memikirkan nasib anak istrinya kelak jika ia tiada.

Ya, Ayah ku meninggal sebagai seorang pahlawan, beliau adalah salah satu relawan yang gugur saat menolong korban yang terjebak dalam kebakaran tersebut. Orang-orang menyebut Ayahku sebagai seorang pahlawan tetapi bagiku yang bahkan tidak begitu mengingat wajahnya, Ayah hanyalah seorang pahlawan yang tidak aku kenal dan Ayah yang tidak pernah aku miliki.

Sepeninggalnya Ayah, Ibu menjadi tulang punggung keluarga kecil kami. Sebagai orang tua tunggal Ibu tak pernah sedikitpun mengeluh, menjalankan dua peran tidak serta merta membuatnya letih. Ibu bilang aku adalah sumber semangat dan kebanggaannya, karena aku adalah dunia baginya.

Ibu.. Jika aku adalah dunia bagimu, bukankah superhero penyelamat dunia adalah Ibu?

Ibu.. Bagiku kau lah pahlawan ku, lebih dari itu Ibu lah pusat dunia.

"Ibuuu, Aku berangkat!!"

"Iyah, Ibu masih nyuci piring kamu langsung berangkat aja. Hati-hati dijalannya."

"Siaapp!!"

Hari ini begitu cerah, walaupun hidup penuh cobaan dengan mensyukuri anugerah yang kamu punya, percayalah kamu pasti bisa melaluinya. Senyumin aja, semangat dan biarkan langkah kecilmu melawan nasib.

•••

empat..

Aku pikir hari ini akan menjadi hari yang sama seperti kemarin-kemarin. Aku takut hari ini mungkin adalah hari terakhir kami.

tiga..

Jika ini mimpi, tolong bangun kan lah aku. Mimpi ini membunuh kami.

dua..

HAHAHAA!!! Kelas ini mengajarkan kegilaan. Mereka yang hidup adalah mereka yang sudah membunuh kewarasannya.

satu..

T.o..ll...o.ng...