Gideon tersenyum di depan semuanya, pengajar Alphonso segera menggebrak meja mengalihkan semua perhatian.
"Itu manipulasi, sekolah ini tidak mengalami kerusakan sama sekali!" ucapnya dengan lantang namun mata kiri yang sedang diambil alih oleh Hikari bersinar terang.
"Kau kira kami bodoh? Kau sudah melawan sesuatu yang tak masuk akal, bodoh!" ucap Gideon dengan suara berat yang sangat lancar.
"Apa jangan-jangan kau menggertak agar tak ada yang mengetahui bahwa kalian lalai?"
Alphonso terlihat bertekuk lutut dengan sendirinya dan [Hikari] masuk ke tubuh orang itu.
"Wah, wah, kau sangat gila sekali, apa ingatan ini juga boleh aku perlihatkan?" ucap Hikari dalam tubuh Alphonso namun dengan seketika seseorang menyapu pergi [Hikari] dalam tubuh Alphonso.
"Itu sudah kelewatan, nak Gideon!" ucap Hakim dari Alphonso Family dan mata kiri Gideon kini beralih ke sosok lainnya.
"Kalau kau takut, Lupakan saja kasus ini, terlalu banyak informasi yang bisa kami bongkar di sini, Tuan Alphonso!" ucap Gideon yang sedang di ambil alih [Fins] dengan suara lebih bijaksana dari [Hikari].
"Sialan, berani sekali kau menghina keluarga kami!" teriaknya dan Misell seketika membuat semuanya memandang dirinya.
"Kau yang bajingan, anak ini hanya anak kecil yang punya banyak kekurangan, kalian semua yang gila, menyalahkan kesalahan ini ke anak semata wayang yang aku miliki," ucap Misell mendekat kearah Gideon dan menarik tangannya.
"Mulai detik ini, aku tak sudi anakku sekolah disini!"
Misell menggendong anaknya keluar dari persidangan dan kemarahan lainnya ditunjukan oleh keluarga Alphonso yang merupakan hakim dari sidang itu.
Tak ada yang menghentikan permintaan Misell, bahkan Prof. Albert hanya bisa membiarkan Misell mengambil anaknya.
****
Keadaan sekolah ditutup selama 2 Minggu, insiden naas tersebut mengakibatkan di eksekusinya Vivi dan keluarnya Gideon dari sekolah tersebut.
Vivi di penjara di pusat tanpa sedikit pun pembelaan, sedangkan Gilbert di keluarkan oleh pihak sekolahan karena mencoreng nama baik pendekar.
Misell tak tau apa yang harus di lakukannya sekarang, Gideon yang merupakan putra mahkota baginya mengurung diri karena kecewa akan pilihan Ibunya.
Beberapa kali Prof. Albert menawarkan Gideon untuk kembali namun Misell tetap menolak, hal yang dia takuti terjadi ketika ini semua terjadi.
"Maafkan Ibu, nak," ucapnya kecil mengantarkan makanan dan menaruh mainan kesayangannya yang merupakan kubus 8 sisi.
Dia membawa kembali makanan yang dimakan sedikit oleh Gideon tadi pagi dengan minum yang habis.
Nafsu makan anaknya tidak pulih dan kali ini dia menyerah dan mencoba mendatangkan sahabat terbaiknya yaitu Tuan Gilbert.
"Aku datang, Tante Misell," ucap Gilbert yang datang seperti pengelana membawa tas besar dan tersenyum lebar.
"Tolong bantu Tante ya, saya mohon," pinta Misell kepada anak itu dan Gilbert tersenyum melihat permintaan tersebut dan memasuki kamar dimana Gideon yang rambutnya bertambah panjang dan acak-acakan.
Gideon yang melihat Gilbert segera berlari dan menangis sekencang-kencangnya, hal yang tak disangka oleh Ibunya membuat Misell juga terjatuh dan menangis tanpa mengeluarkan suara dibalik pintu dia mengintip.
****
"Yah dia sudah keluar, bagaimana dengan misinya, Helios?"
Helios hanya sedikit kesal tak bisa membalas apa yang dilakukan Gideon, tapi keluarnya Gideon cukup membuatnya senang karena dia tak perlu melihat sosok gendut yang membuatnya kesal selama ini.
"Tak apa, simpan saja untukmu, lagipula dia bukan siswa sekolah ini lagi, tak ada yang harus ku khawatirkan lagi," ucap Helios mengisap tembakau gulung yang dia racik.
"Baiklah, terimakasih brother, tapi aku keburu suka dengan caranya bertarung."
"Terserah kau, kawan, yang rusak nanti hanya Nama baik Alphonso, keluarga besarmu," jawab Helios yang melempar tembakaunya dan menghisap yang baru.
"Tenang saja, aku ini sangat hebat dalam hal ini," lanjutnya menghilang dalam bayangan dan Helios sendirian disana.
"Dasar maniak."
****
Chellia berjalan ke penjara pusat diikuti oleh beberapa penjaga, alasannya disana adalah melihat Vivi yang merupakan temannya di akademi.
"Waktu anda cuman 5 menit, Nona Chellia," ucap Penjaga dan Chellia shock melihat Vivi yang tak ada bentuknya, muka seluruhnya bonyok dan pukulan di berbagai tubuhnya nampak karena pakaian tahanannya begitu pendek dan kebanyakan luka memar itu pukulan benda tumpul.
"To... to...long aku Nona Che...lia, a...ku gak ber...salah, Bu...kan aku yang melakukannya," ucap Vivi yang memohon kepada Chellia dan menggebrak-gebtak jeruji besi di depannya.
Tahanan lain terlihat tersenyum dan menjilat bibirnya melihat Chellia yang datang, namun Chellia terlihat segera menatap Vivi dan berbisik.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa Vivi, maafkan aku," ucapnya dan Vivi langsung terdiam karena hal tersebut sangat masuk akal apalagi Chellia hanya tuan putri, dan tahanan pusat bukan daerah kekuasaannya.
Vivi menangis sejadi-jadinya dan diikuti Chellia yang ikut menangis juga, dua orang yang tak tau apa-apa harus berpisah hari itu, Vivi hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang.
Vivi kembali kepojokan untuk merenung kembali dan terdiam di sel jeruji tersebut, sedangkan Chellia terlihat keluar dari tempat itu dan memberikan sinyal untuk Ayahnya membebaskan temannya itu.
****
Hari dimana eksekusi akan dimulai dikerumuni oleh masyarakat yang melihat eksekusi besar itu.
Vivi terlihat dibawa dengan tahanan lainnya yang akan di adili, kerumunan masyarakat terlihat melihat panggung tempat eksekusi akan dimulai.
"Lihat, muda sekali tawanan itu!"
"Wah dosa apa yang dia lakukan sampai di eksekusi seperti itu?"
"Kasian ya dia."
Vivi yang berdiri tanpa ekspresi melihat setiap orang mengasihani dirinya, seperti halnya waktu pertama kali di pungut, tampang itulah yang dia lihat sekarang.
Chellia terlihat melihat eksekusi tersebut dari kejauhan, tubuhnya sejak tadi tak berhenti gemetar melihat apa yang terjadi kali ini.
"Andaikan aku tidak menghentikan Gideon," ucapnya kecil dan berbalik arah keluar dari sana dan menangis saat tau temannya sebentar lagi akan di eksekusi oleh pemerintah daerah.
Langkahnya tiba-tiba terhenti dengan dua sosok anak yang berlari kearah dimana eksekusi akan dimulai dan itu adalah Gideon dan siswa yang ada di ruang sidang waktu itu.
"Kemana kalian?" Teriak Chellia namun suaranya hanya angin lalu karena mereka berlari begitu cepat.
Chellia memutuskan mengikuti langkah mereka untuk berlari, dia kembali ke tempat eksekusi akan dimulai karena jejak kedua anak tersebut.
Gideon memasuki wilayah Eksekusi dan melirik kesana kemari karena kerumunan yang sangat penuh, Gilbert yang ada di belakangnya terlihat mengisyaratkan untuk melompat ke podium.
Gideon dengan cepat merapal dan mengibaskan kedua sayapnya dan Gilbert mengikutinya.
Kepakan sayap yang halus belum menyadarkan semuanya, namun beberapa detik kemudian semuanya melihat ke udara karena bayangan mereka tersorot oleh cahaya matahari.
"Bebaskan eksekusi nona Vivi!" teriak Gideon dengan lantangnya di udara, dia perlahan memasuki panggung eksekusi dan menghancurkan alat eksekusi dalam satu rapalan.
"Dia tidak bersalah, Gideon tau Vivi cuman korban disini!" lanjutnya dan beberapa penjaga segera mengepung Gideon dan alhasil semuanya di terbangkan Gideon seketika.
"Gi-gideon, A-ap-pa yang ka-mu la-ku-kan?" tanya Vivi kepadanya namun tak di jawab oleh anak itu.
Gilbert yang menyusul Gideon berdiri di hadapan Vivi dan segera melakukan beberapa tebasan.
"Dia ingin menyelamatkanmu, dia tau kalau kita tidak salah, dia tau kebenerannya," jawab Gilbert yang Baru saja memotong rantai yang membelenggu Vivi.
Vivi segera berlindung dibelakang Gilbert, dia sesekali melihat sosok Gideon yang sekarang menjadi pusat perhatian semuanya.
"Apa-apaan kalian, lepaskan tawanan itu dan angkat tangan kalian!" Sebuah perintah muncul dari kepala penjaga yang mengeksekusi namun setelahnya Gideon mengikatnya dengan akar pohon dari sihirnya.
"No... Na Vi....vi tidak bersalah," ucapnya yang dibantu oleh Ruh Bumi, Toruu agar berbicara lancar.
Gideon yang kesal segera menunjuk langit yang cerah, perintah gila datang dari mulutnya dan membuat semua hawa panas naik bersamaan dengan air dan gemuruh awan gelap mengelilingi seluruh area kerajaan terutama tempat eksekusi.
Semua mata tertuju kepada angin yang terhisap begitu kuat dan anak-anak yang melihat itu ketakutan dan banyak orang tua yang memeluk anaknya.
Chellia yang sejak awal menatap Gideon segera berlari kearahnya, sesuatu yang tak dia mengerti terbesit dalam pikirannya.
"Apakah kau semarah itu?"
"Apakah harus semarah itu?"
Pikiran tersebut membuat Chellia tak menyadari satu hal yang terjadi kepadanya.
"Apakah seharusnya aku juga semarah itu?"
Aura yang tak terbayang wujudnya mengumpul di dalam diri Chellia, seseorang yang sudah terlalu lama menahan rasa sabar akan dirinya pecah di momen itu.
"Oya oya, Nona muda akhirnya bangkit juga," ucap kecil para penyembah sekte Chellia yang merupakan lambang dari Amarah itu sendiri.
"Stop, jangan dilanjutin kayak gitu dong, nona manis,"
Momen dimana hal yang tak sudah di nantikan oleh mereka semua pecah buyar begitu saja.
Seseorang membuat Chellia pingsan di tengah evolusinya dan segera menerjang Gideon yang siap melepaskan segalanya.
"Dispell!" ucap anak itu yang menyentuh dahi Gideon dan tekanan yang begitu besar membuat seluruh awan yang berkumpul pecah dan merintikan hujan yang cukup deras.
Gilbert yang menyadari itu segera menarik Gideon dan menggendongnya.
"Siapa kau?" tanya Gilbert yang ketakutan melihat perwujudan anak yang sepantaran dengannya namun memiliki aura yang setara dengan Gideon.
"Hehehehe, salam kenal, aku adalah Lambang dari Keserakahan itu sendiri, Penyihir yang menginginkan segalanya, penyihir elit, Einstein!" ucap dirinya yang sekarang sedang memangku Chellia yang tak sadarkan diri.
Pertemuan antara 4 orang yang ditakdirkan di awali dengan hujan yang besar.
****
Suatu zaman, berkumpulah 7 orang terkuat yang mewakili 7 dosa besar yang sangat mematikan.
Perang diantara ketujuh orang itu diawali dengan sifat keserakahan seseorang yang mengawali semua hal.