Suara Bell masuk akhirnya berbunyi juga, mereka sudah berbaris rapi di aula untuk melakukan pengesahan kenaikan tingkat yang diterima oleh siswa maupun siswi di Akademi Elderium. Aku tersenyum melihat anak-anak yang sudah sangat rapi di depan mataku, sedangkan aku berdiri di sisi anak-anak jenius di sekolahan ini.
"Ho ho ho, inilah aku yang sebenarnya!"
Pakaian Akademi ini bernuansa coklat bercampur susu, dengan posisi paling depan, aku menjadi perwakilan seluruh anak berada di atas panggung aula ini.
Tepuk tangan yang meriah mereka berikan kepada aku yang menerima lencana kenaikan tingkat level 6 yang merupakan ambang bawah dari jalur penyihir kelas atas.
Aku berjalan kembali dengan rasa senang menatap semua orang yang tepuk tangan kepadaku, benar akulah keturunan Artamedeus, Bangsawan yang merupakan kebanggaan kerajaan Aldetarium ini.
"Hidup Tuan Putri Chellia!"
"Hidup Tuan Putri Chellia!"
"Hidup Tuan Putri Chellia!"
Para guru ikut bangga dengan apa yang aku capai sekarang, Jalur sihir yang merupakan jembatan utama antara Mage tingkat Middle dengan Mage tingkat atas, itulah aku yang sekarang, aku akan menempuh gelar atas sekarang bersama mereka yang sudah lulus.
"Untuk perwakilan murid laki-laki, inilah dia yang berhasil menempuh mage tingkat middle dalam kurun waktu yang begitu cepat, Gideon Grace Oliver!" seru MC dari upacara itu meminta perwakilan laki-laki, aku tersenyum karena ada juga laki-laki yang hebat menempuh waktu mage tingkat middle bersama diriku, dia siapa ya? Kok aku tidak kenal? Gideon? Aku keknya pernah dengar namanya.
Semua orang tak ada satupun yang menepuk tangani dirinya kecuali aku, aku sendiri bingung mengapa tak ada kemeriahan atas pengangkatan orang itu, jelas-jelas menjadi perwakilan saja berarti dia mendapatkan nilai tertinggi, lencana yang menandai kalau apa yang kau pelajari adalah sesuatu yang hebat adalah asal yang dia miliki, tapi mengapa orang-orang melakukan itu???
"Ehhhhhhh??? Itukah dia???" Mataku terbalak saat melihat pria dengan pipi begitu chubby dengan pandangan yang melirik ke kanan dan ke kiri yang aku tabrak tadi pagi, itukah dia orangnya? Orang yang mengalahkan anak laki-laki lainnya adalah dirinya? Are u serious? Ini sekolah yang bergengsi, kan?
Tidak, aku tak boleh berprasangka buruk, dia pasti kuat. Aku yakin, apalagi sihir yang tadi pagi itu, itu bukan sihir yang mudah.
"A-aku ti-tidak mau maju!" seru dirinya ketakutan, aku tak tau apa yang terjadi, tapi dia ketakutan saat semuanya menatapnya, bahkan salah satu guru mendekati dirinya dan menenangkannya.
Pria Chubby itu, Gideon. Apa yang sebenarnya orang tuanya inginkan dari dirinya? Bukankah perlakuan akan orang disabilitas di luar dunia itu masih kejam? Aku harus menemani dirinya, aku akan menjadi temannya.
Upacara akhirnya berakhir, dan aku sedang mengantri mengambil lencana baruku, lencana tingkat tujuh yang merupakan langkah awal untuk mendapatkan lencana tingkat 10 yang artinya kita lulus menjadi Mage saat mencapainya.
"Wah, Nona Chellia cantik banget!" seru seorang gadis kecil yang matanya berbinar-binar menatapku dari dekat, aku meliriknya dan tersenyum hangat dengan dahi yang mengernyit, tapi aku cukup terkejut melihat dia memegang lencana tingkat enam dan berarti dia sedang mengantri untuk naik tingkat.
"Aku adalah Vivi, salam kenal ya, Nona Chellia!" serunya mengenggam tanganku dan dia begitu senang saat menyentuhnya.
"Wahh lembut banget!" teriaknya dan membuat kaum adam sangat iri atas apa yang dia perbuat, aku hanya bisa menahan malu karena kelakuan gadis kecil ini.
"Nona Vivi, kamu bisa tidak teriak, kan?" Aku menaikan alisku karena sudah kehilangan ucapan apalagi untuk menghentikan sosok gadis cerewet ini, namun suaraku tak terdengar, dia malah asik joget sendiri, dia bergoyang tak karuan disana.
"VIIIIIII VIIIIII!" seruku melepas amarah dengan memandang matanya dan dia mundur beberapa langkah dan pupil matanya mengecil layaknya kucing yang waspada dengan musuhnya.
Jentikan jari membuat kami berdua hilang fokus, seseorang berjalan ke konter depan duluan tanpa memedulikan yang lainnya.
"HEIIII KAU, APA-APAAN INI? NGANTRI WOIIII!" teriak diriku sudah tak kuasa menahan amarah dan aku lihat sosok yang berdiri disana adalah Gideon, pandangan disekitar sini berubah drastis, jiwa yang begitu gelap bermunculan menatap anak dengan pipi chubby itu.
Dia berjalan tanpa memedulikan orang lain, dia mengambil lencana duluan, bahkan penjaga konter itu segera memberinya tanpa memarahi dirinya. Aku bingung, perlakuan spesial inikah yang membuat semuanya memiliki jiwa yang sangat jelek memandang Gideon?
"Vivi, ayo kita makan siang bersama, aku ingin bertanya sesuatu soal sekolah ini." Ucapku kepada Vivi yang mendekat dengan pandangan yang sama seperti orang lain menatap Gideon.
"Baiklah Nona Chellia, ayo kita makan yang lezat!" senyum dirinya menyerukan undangan makanan tersebut dan mengalihkan perhatian yang lainnya, memindahkan pandangan tadi kearah kecemburuan besar kepada diriku.
****
Kelas pertama untuk Mage tingkat atas, kelas ini berisikan 10 anak yang naik tingkat dan 30 anak yang masih berada di tingkat 7 karena gagal lulus ujian tingkat 8.
Aku duduk disamping Vivi, kelas pertamaku di tingkat 7, berbeda dengan kelas 3 sampai 6 yang begitu banyak kelas, tingkat atas hanya menyediakan 1 kelas saja, karena itu juga aku yakin Gideon akan masuk kelas ini.
Baru saja aku berkata, sosok anak itu baru saja datang dengan wajah tertunduk, namun kondisinya tak sesegar saat di tempat penukaran lencana, dirinya begitu kotor dan tangan kanannya berdarah kecil.
Dia duduk paling belakang, paling atas dari susunan tempat ini.
"Jangan Nona, jangan bantu dia," seru Vivi yang menahan langkah yang ingin aku tuju.
"Hidup masing-masing saja kita disini, Nona Chellia. Tidak ada gunanya kau membantunya."
"Maaf Vivi, aku adalah Tuan Putri di kerajaan ini, aku tidak suka melihat penindasan terjadi di tanah kerajaanku," ucapku namun Vivi segera menunjuk tangannya kearah Gideon.
"Ehhhh? apa yang terjadi?? tanyaku saat sosok yang aku lihat kucel tadi menjadi sangat bersih dan tak ada luka di tubuhnya lagi.
"Ketika kau tau akan dirinya, kau akan sama seperti kami semua, lebih baik lupakan saja itu. Nona Chellia," ucap Vivi dengan tatapan serius kepadaku.
"Baiklah Vivi, aku akan menahan diriku."
Aku menatap sosok pria chubby itu, sesuatu yang besar mungkin ada dalam dirinya, semua orang memandangnya terlalu spesial dan bahkan banyak orang berbuat seenaknya kepada dirinya. Tapi aku bisa apa, kalau memang ucapan Vivi benar, aku takut akan memusuhi dia juga jika aku terlalu dekat dengannya.
****
"Selamat datang wahai para murid yang baru saja naik tingkat, selamat ya atas pencapaiannya, dan selamat datang di tingkat 7 yang menjadi tingkatan baru bagi kalian untuk menempuh mage tingkat atas." Ucap Ibu guru yang aku temui tadi pagi, dia adalah orang yang akan mengajar di materi "Fundamental Seni Sihir Perang" yang merupakan sihir tingkat lanjut yang akan kami pelajari.
Benar juga, sekilas tentang tingkatan, dimulai dari tingkatan pemula, kelas 0 sampai 2 yang merupakan tempat perkenalan apa itu sihir dan apa itu Mage serta perkenalan tentang huruf yang menjadi dasar untuk merapal.
Tingkat middle, tingkat 3 – 6 adalah tingkatan yang membuat kita mengerti apa itu Elemental, Roh, Binatang Magis, bahkan disini kita diminta harus dapat membuat Rapalan yang lebih cepat dari apa yang ada di textbook yang kami pelajari, bahkan ujianku yang ketiga-lah yang membuat aku lulus, dua kali gagal dan satu kali aku berhasil dan butuh waktu 6 bulan aku lulus di tingkat 6, berbeda dengan tingkat 5 yang masih dalam level mudah bagiku.
Benar juga, di tingkat middle juga, kami diminta memiliki style sihir yang menjadi original kekuatan yang akan kami pelajari, dan aku adalah seorang Elementalist yang merupakan Mage dengan dasar element yang aku miliki, ujian tingkat 6 yang membuat aku lulus adalah kekuatan ini, element cahaya yang sangat langka.
Sekarang baru masuk ke Mage tingkat atas, aku belum mengetahui apa saja yang ada dalam sini, dan mulai sekarang aku akan mempelajarinya perlahan dan pelajaran pertama sekarang yang aku temui adalah [Fundamental Seni Sihir Perang], aku tak mengerti kenapa disebut seperti itu.
Namun penjelasan Ibu Guru Illa sangat jelas, aku mulai menyadari bahwa ilmu ini memang pantas dipelajari sekarang, kini dia sedang menjelaskan tujuan pelajaran ini.
"Seperti yang kalian tau, seorang Mage di latih untuk berbagai macam kondisi, namun di masa lalu, Perang adalah sesuatu yang selalu terjadi dan maka dari itu Mage lebih dulu diperkenalkan sebagai tentara yang memiliki kekuatan 1:5 orang kesatria biasa, dan inilah alasan mengapa kalian baru diajarkan pelajaran ini, karena mulai saat ini kalian akan di latih menjadi penyihir yang akan bertarung kedepannya," jelas Bu Illa dan yang hanya anak-anak baru saja yang antusias melihatnya.
Bagi anak lama, pelajaran ini adalah pelajaran ulangan bagi mereka, tentu saja mereka banyak yang tak fokus memperhatikan pelajaran ini.
"Baiklah, untuk seni sihir perang sendiri, ada 3 klasifikasi penting sebelum memulai segalanya, yaitu ada Seni bertahan, seni menyerang, dan seni membantu."
"Untuk hari ini, aku akan mengajari kalian soal sihir pertahanan," ucapnya lalu menggambarkan 4 pola yang sepertinya adalah bentuk dari sihir tersebut.
"Bentuknya adalah Kubah, Kubus, Prisma dan paling kuat adalah Octagram. Inilah bentuk yang sering orang gunakan saat melakukan perlindungan, dan tentu saja bentuk spesial yang merupakan bentuk yang dibuat oleh mereka yang mempunyai original spesialis, seperti Star Defense milik Phantams the Tank-Magi." Ucap Bu Illa menggambarkan pertahanan bintang yang menjadi sihir kesukaan Tuan Phantams yang menjadi orang dengan sihir perlindungan terkuat di kerajaan ini.
"Dibanding aku menjelaskannya lebih lanjut, ayo kita pelajari prinsip sihir perlindungan terlebih dahulu, hmmmmm siapa ya yang harus aku tunjuk." Ucap Bu Illa berjalan kesana kemari saat mengajar dan dia memerhatikan muridnya.
"Tuan Helios, boleh kamu peragakan sihir perlindunganmu untuk anak-anak lainnya?"
"Baik Bu," seru anak tingkat tujuh yang berjalan kedepan dengan rambut berwarna perak yang merupakan warna khas keluarga Helios.
"Hmmmm, karena kekuatan ibu terlalu kuat, ibu juga akan memilih orang yang akan memberikan serangannya disini, siapa ya?" ucapnya dan mulai berjalan kearah kami dan melihat kami satu persatu.
"Nah, Tuan Grace. Apakah kau bisa memberikan demonstrasi untuk menyerang Tuan Helios di depan?" ucapnya menyentuh anak yang memainkan Rubik 8x8x8 di dalam kelas, dia pun berdiri dan berjalan kedepan mendekati Helios.
"Sa-salam ke-kenal, aku Gideon Grace Oliver, aku sangat suka Rubik, jika kau mau berteman denganku, aku akan meminjamkan rubikku padamu!" ucapnya kepada Helios yang mengerutkan dahinya, semua orang tertawa saat Gideon mengatakan tersebut, sosok yang tak normal itu mengajak Helios berteman, dan dia malah menawarkannya saat pelajaran dimulai.
"Sutt! sudah tertawanya. Baiklah Tuan Helios, tolong buat sihir perlindungan tipe apapun yang kau bisa!" ucap Bu Illa dan Helios merapalkan sihir tersebut dengan tongkat yang dia genggam.
"… Xi, Alpha, Sigma, Upsilon, Lambda, Theta, Betha, Sihir Perlindungan tiga lapis!" seru dirinya mengucapkan 30 baris huruf dan lingkaran membentuk seperti kubah, dan itu terbentuk 3 lapis.
"Wahhh, hebat tuan Helios. Padahal aku belum menjelaskan soal lapisan, tapi tak apa. jadi anak-anak sihir perlindungan yang dilakukan oleh Tuan Helios adalah tipe Kubah, tipe ini dibilang tipe paling seimbang karena seluruh area dapat terlindungi dan untuk serangan berbentuk sihir maupun fisik, sihir ini sangat kuat. Baiklah, Tuan Grace, silahkan serang Tuan Helios dengan sihir menyerang tipe normal."
"Bo- bolehkah aku menggunakan Sihir bola api saja, Bu?" ucap Gideon kepada Ibu Guru itu, dan semuanya terkejut saat mendengarnya. Karena Bola api itu adalah serangan sihir tingkat dasar, sihir yang di peruntukan untuk anak-anak tingkat pemula.
"Oiii, kau meremehkan aku?" seru Helios yang marah di dalam perlindungan saat ucapan itu dilontarkan.
"Ti- tidak, a-aku ti- tidak meremehkan mu. A-aku ta-tak ma-u ka-lau aku menghancurkan kelas ini menggunakan sihir lain, aku tak punya uang untuk menggantinya." Ucap Gideon dan semua tertawa karena ucapannya.
"Wah kau miskin, sadar diri juga!"
"Hahahahaha, merengek lah pada ibumu."
"Dasar anak cacat!"
Lontaran sadis begitu saja mereka ucapkan, Ibu Illa yang geram memukul tongkatnya ke tanah dan membuat orang-orang itu diam.
"Baiklah Tuan Gideon, lakukanlah sesukamu," seru Bu Illa dan tersenyum kepada Gideon.
"Ibu, boleh aku minta satu lagi. Buat medan perlindungan kepada semua orang dan kelas ini." Ucap Gideon yang berkata sambil matanya melirik ke kanan dan ke kiri yang membuat Helios muak dengan ucapannya.
"Sudahlah, kalau kelas ini rusak, aku yang akan mengganti kerusakannya!" ucap Helios menatap tajam Gideon.
"Ba- baiklah. Jangan panggil Ibuku kalau kelas ini hancur, ya!" ucap singkat Gideon dan dia mengedepankan tangannya dengan mata yang terus melirik ke kanan dan ke kiri.
"Gamma, Betha! Sihir Bola Api!" ucap Gideon dan di depan matanya pusaran api yang sangat cepat membentuk bola yang begitu panas bahkan Ibu Illa yang melihatnya segera melakukan rapalan sihir perlindungan yang besar, tapi tetap saja itu telat.
Bola itu semakin membesar bahkan membuat Helios ketakutan saat melihat bola itu, rasa sombongnya yang besar tadi hilang begitu saja, rasa takut akan apa yang ada di depannya semakin membesar.
"Lambda, Sigma! Sihir perlindungan roh air!" ucap Gideon dan mengedepankan tangan kirinya dan men-jentikannya seraya seluruh tubuh Ibu Illa dan seluruh murid dilindungi oleh sihir baru yang Gideon keluarkan, namun tidak untuk Helios yang ada di depan matanya karena Sihir itu terhalang oleh sihir perlindungan kubah 3 lapis miliknya.
"Dual Cast!" ucap Gideon dan Bola api itu melesat di jarak yang begitu dekat dan membuat ketiga lapisan perlindungan itu hancur dan melesat menuju Helios yang sudah tak memiliki perlindungan sama sekali, namun perlindungan roh milik Gideon segera mengcover dirinya yang terkena langsung bola api itu.
Dia terlempar jauh oleh bola api milik Gideon, bola berdiameter 2 meter itu mengenai dirinya dan hancur di udara meledak mengenai seluruh siswa dan guru di kelas, namun sihir perlindungan milik Gideon melindungi semuanya begitu saja.
[Gideon Grace Oliver, 15 tahun. Kondisi Autis: ringan]
****
"Hai Gilbert, kau masih saja belajar pedang itu, kenapa kau terlalu giat sekali sih dengan gaya kolot itu?" ucap teman seperguruannya melihat sosok anak muda yang tumbuh dengan tubuh dipenuhi otot dan rambut putih dengan biru menyedihkan itu berlatih di siang hari dengan telanjang dada dengan anduk yang ada di lehernya.
"Aku sudah berjanji melindungi jiwa rekanku atas sumpah yang sangat besar, dan aku tidak boleh kalah dengan dirinya, aku harus sekuat dirinya agar bisa disebut sebagai pedangnya yang hebat," ucap Gilbert yang sudah beranjak dewasa setelah membelah 10 bambu yang menjadi bahan latihannya memperkuat tebasan nya.
[Gilbert Lufenarch, 16 th]
"Aku harus sesuai dengan kriteria atas sumpah yang dia lontarkan juga kepadaku!" ucapnya menyeringai mengingat rekannya yang memberikan sumpah roh kepada dirinya. Kini sudah 1 tahun mereka tidak bertemu setelah keduanya memutuskan untuk mengikuti jalan mereka masing-masing.