Disinilah Seora sekarang, ditempat perayaan kemenangan tim basket. Ia tadi sudah mengirim pesan kepada Seokjin bahwa ia akan pulang sedikit malam. Tapi lelaki itu belum membalas, mungkin masih sibuk dengan perkerjaannya.
Lalu seketika Seora merasa menyesal mengiyakan ajakan Hana untuk kesini. Bukannya ia tidak suka keramaian, tapi yang jadi masalah adalah tempat dimana ia duduk sekarang. Dari sekian banyak tempat kenapa yang tersisa hanya dimeja ini, meja yang diisi oleh orang-orang yang ingin ia hindari. Ia duduk tepat berhadapan dengan Jimin. Dan yang lebih buruk lagi, orang yang duduk diseblah kanannya adalah Yoongi. Meskipun Hanna duduk disebelah kirinya, namum posisi ini benar-benar buruk untuknya.
"Yoo Hana, kali ini kau tidak datang sendiri. Siapa temanmu ini?"
"Ah ya sunbae, kenalkan ini Kim Seora. Dia siswi baru."
"Jadi namamu Kim Seora? Namaku Kim Taehyung."
Seora tersenyum, "Senang berkenalan denganmu, sunbae."
"Wah.. Ternyata jika dilihat dari dekat kau manis juga, pantas Jimin selalu menatapmu tanpa berkedip."
"Mulutmu itu kalau bicara yang benar." Ucap Jimin sembari memasukkan cemilan ke mulut Taehyung.
"Kenapa? Kan memang benar kalau kau selalu menatapnya, apa kalian sudah saling mengenal sebelumnya?"
"Ya, Jimin sunbae dulu kakak kelasku saat SMA. Dan dia juga sangat populer, tidak mungkin aku tidak mengenalnya." Jelas Seora masih dengan senyum yang setia tercetak diwajahnya.
Jimin hanya bisa tersenyum getir sembari meneguk minuman digelasnya. Sepertinya Seora benar-benar tidak mau mengungkit masalalu dengannya. Dia hanya menganggapnya sebatas kakak kelas saat SMA.
Suasananya benar-benar canggung untuk Seora. Ia tidak tahu harus membicarakan apa dengan orang-orang ini. Seora hanya mendengarkan celotehan Taehyung yang tidak ada habisnya, sesekali menanggapi meski hanya dengan senyuman. Lalu matanya mengarah pada lelaki yang duduk disebelahnya yang hanya diam memainkan gelasnya. Entah apa yang sedang dipikirkan.
"Dimana Jihoon sunbae? Bukankah tadi dia juga ikut bertanding? Kenapa tidak ikut merayakannya?"
Pertanyaan Seora yang tiba-tiba mengundang tatapan dari orang-orang satu mejanya. Taehyung yang sedang minum sampai tersedak setelah mendengar pertanyaan itu. Sementara Hana menyenggol lengan Seora untuk menyadarkannya bahwa pertanyaannya sangat tidak perlu. Apa gadis ini lupa situasi yang terjadi antara mereka.
"Dia sedang ada urusan jadi tidak bisa datang." Jimin menjawab pertanyaan Seora yang langsung diberi anggukan olehnya.
"Tapi, bagaimana kau bisa mengenal Jihoon? Kau kan siswi baru."
"Ah, saat pertama kali aku masuk kesini Jihoon sunbae yang membantuku mencari ruang administrasi. Dia orang yang baik."
Taehyung yang bertanya juga hanya berdehem tanda mengerti dengan penjelasan Seora. Namun lain halnya dengan lelaki disampingnya. Terdengar tawa remeh keluar dari mulutnya. Saat Seora menoleh kearahnya, dapat ia lihat Yoongi sedang menunjukkan senyuman yang mengejek.
"Kenapa sunbae seperti itu?"
"Kau terlalu polos jika menyebutnya orang baik."
"Menurutku Jihoon sunbae memang orang yang baik dan juga murah senyum. Tidak seperti seseorang dengan muka datar tanpa ekspresi."
Yoongi menoleh setelah mendengar penuturan Seora. Mata mereka bertemu. "Apa kau baru saja mengejekku?"
"Apa sunbae merasa begitu? Baguslah kalau sunbae sadar."
"Beraninya kau meng..."
Belum sempat Yoongi melayangkan protes, atensinya beralih pada ponsel di depan Seora. Ponsel Seora bergetar, tertera nama kakaknya disana. Ia segera menjawab panggilan itu.
"Halo oppa."
"Seora-ya, aku baru membaca pesanmu. Sepertinya nanti aku juga akan pulang sedikit larut. Kau jangan minum terlalu banyak, jam berapa kau akan pulang?"
"Belum tahu."
"Apa Yoongi juga ada disana?" Seora melirik kearah lelaki disebelahnya yang masih menatapnya dengan tatapan seolah ingin menerkamnya. Mungkin ia juga mendengar namanya disebut, mengigat jarak mereka memang cukup dekat.
"Ya, dia juga disini."
"Baguslah, kalau begitu kau pulang saja dengannya biar aman."
"Tidak perlu aku bisa pulang sen.."
"Oh Seora-ya aku harus kembali bekerja, pulanglah dengan hati hati."
Panggilan terputus. Seora hanya bisa menghembuskan napas kasar, ia benar-benar tidak ingin pulang bersama Yoongi.
"Apa itu pacarmu?" Hana bertanya sembari mengisi gelas kosong di depan Seora dengan soju.
"Bukan, itu kakakku."
"Oh, aku baru tahu kau punya kakak. Apa dia tampan? Bisakah kau kenalkan padaku?"
"Kakak ku tidak suka bocah ingusan sepertimu, Hana."
Hana hanya mendengus. Umurnya tidak jauh beda dengan Seora, jika ia masih ingusan berarti tidak ada bedanya dengan Seora.
"Oh, sepertinya akan turun hujan."
Mendengar penuturan Taehyung, semuanya serempak melihat keluar jendela. Dapat terlihat rintik air perlahan mulai turun. Yang tadi awalnya hanya sebatas tetesan, kini semakin deras. Semua mata menerawang keluar.
Namun seolah tersadar, Jimin yang tadinya juga terhanyut menikmati rintikan hujan segera menoleh kearah gadis didepannya. Dan seperti dugaan Jimin, gadis itu hanya menunduk menyembunyikan wajahnya. Dapat dilihat juga Seora nampak gelisah.
'Apa kau belum sembuh Kim Seora?'
Jimin bergelut dengan pikirannya, bertanya dalam batinnya. la khawatir dengan keadaan Seora sekarang jika memang benar dia mash belum sembuh. la tahu betul apa yang dilalui Seora sejak dulu.
Jimin segera meraih ponselnya, mengetikkan sesuatu dan dengan cepat mengirimnya ke nomor tuiuannya.
Selang beberapa saat, terdengar dering ponsel dimeja tersebut. Yoongi sebagai sang pemilik segera mengalihkan pandangannya dari jendela dan segera meraih ponselnya. la mengeryit kebingungan setelah membaca sebuah pesan masuk diponselnya itu.
Jimin: "Hyung, tolong genggam tangan Seora."
Yoongi yang kebingungan segera menatap Jimin meminta penjelasan. Dapat ia lihat Jimin memasang wajah memohon bercampur khawatir. la kemudian berganti menatap Seora. la melihat gadis itu sedang menunduk dengan wajahnya yang tertutupi rambut. Sementara kedua tangannya yang berada di bawah meja sedang meremas kuat roknya.
Yoongi melihat kegelisahan dari gerak-geriknya. Juga tubuhnya yang sedikit bergetar. Yoongi masih menatap Seora sampai ponselnya kembali berdering menandakan pesan masuk. la segera membaca pesan yang ternyata dari pengirim yang sama.
Jimin: "Seora punya trauma dengan hujan."
Yoongi sempat terkejut dengan fakta yang baru ia ketahui ini. la kemudian kembali menatap ke arah Seora. Yoongi bingung apa yang harus ia lakukan. Haruskah a menuruti permintaan Jimin? Tapi mengingat perangai gadis ini yang buruk terhadapnya, takut jika dia malah akan menampar dan menyumpah serapahi dirinya saat tiba-tiba dengan lancang menggenggam tangannya.
Tapi dengan perlahan tangan Yoongi bergerak dan berhenti diatas tangan Seora. Belum menggenggam, ia ingin melihat bagaimana respon Seora dahulu. Seora terlihat sedikit terkejut dan kemudian menoleh ke arah Yoongi. Yoongi melihat tatapan mata Seora yang sayu, dia bingung harus kasihan atau takut. Seora menatap Yoongi dalam, sementara Yoongi hanya bisa menelan ludahnya. Habislah kau Min Yoongi.
Namun diluar dugaan, Seora kembali menunduk dengan tangannya yang menggenggam erat tangan Yoongi. Yoongi juga sempat terkejut. la bahkan merasakan genggaman tangan Seora begitu kuat seolah sedang menyalurkan seluruh ketakutannya.
"Kim Seora, ponselmu terus berbunyi sejak tadi," Hana menggoyangkan lengan Seora untuk menyadarkannya, tapi gadis itu sama sekali tidak merespon.
"Mungkin dia sudah tidur karena kebanyakan minum."
Taehyung hanya berdecak karena rungunya terus terganggu bunyi ponsel Seora. Sementara Jimin hanya melamun memikirkan apakah gadis didepannya ini baik-baik saja, rasanya ia ingin berada di posisi Yoongi.
"Haish, ponselnya berisik sekali."
Yoongi segera mengambil ponsel Seora, ternyata Seokjin yang meneleponnya sejak tadi.
"Halo.."
"Halo Kim Seo.. oh, Yoongi?"
"Ya, ini aku."
"Dimana Seora? Apa dia baik-baik saja?"
"Tidak."
Terdengar Seokjin sedang menghembuskan napas berat diseberang sana. Seokjin tahu betul bagaimana keadaan adiknya saat ini. la bekerja dengan tidak tenang setelah beberapa saat lalu mendengar gemuruh hujan dari luar ruangannya. la khawatir pada adiknya, trauma yang mash menghantuinya benar-benar membuat adik kecilnya menderita.
"Yoongi, bisakah kau genggam tangannya?"
"Sedang ku lakukan."
"Terimakasih. Dan tolong jangan lepaskan sampai hujannya reda. Juga jangan biarkan dia pulang sendirian. Aku mempercayakannya padamu."
"Ya, baiklah."
Panggilan terputus, Yoongi kembali meletakkan ponsel Seora di atas meja. la menghembuskan napas berat kemudian menoleh menatap Seora dengan penuh tanya. Apa yang sudah dilalui gadis ini sebenarnya?
"Hyung, kenapa kau menjawab teleponnya? Siapa yang menelepon?"
"Kakaknya."
"Apa kau kenal dengan kakaknya? Kalian terdengar akrab."
"Dia adik Seokjin hyung."
Jimin yang sedari tadi hanya menyimak kemudian menatap Yoongi yang masih setia menatap Seora. Bahkan saat Taehyung melemparkan pertanyaan, ia tetap tidak memutuskan pandangannya. Jimin dan Taehyung sedikit terkejut dengan fakta bahwa Seora adalah adik Seokjin.
Keduanya mengenal Seokjin semenjak Yoongi pindah ke apartemen dan mengenalkan mereka pada Seokjin yang tinggal didepannya. Mereka juga beberapa kali sempat main ke apartemen Seokjin, bisa dibilang mereka sudah cukup akrab.
Sudah berlalu beberapa saat, hujan mulai reda. Taehyung, Jimin, dan Hana sudah pergi sejak tadi sebelum hujan reda. Orang-orang pun sudah mulai beranjak meninggalkan tempat ini mengingat waktu memang sudah semakin larut.
Namun Yoongi masih setia disini menemani Seora. Bahkan genggaman tangan Seora tidak mengendur sedikit pun.
Yoongi merasakan dirinya setengah sadar mengingat berapa gelas yang telah ia minum sejak tadi. la berniat akan pulang menggunakan taksi karena ia tidak mungkin menyetir dengan keadaan setengah mabuk dan juga ada Seora yang bersamanya.
Yoongi meletakkan gelas terakhirnya. Hujan sudah benar-benar reda. la beranjak namun kembali duduk karena ia lupa bahwa tangannya mash berada dalam genggaman Seora begitu kuat. la bingung harus berbuat apa. Sejak tadi Seora hanya diam, ia tidak tahu apakah sejak tadi gadis ini sadar atau tertidur karena tidak membuat pergerakan sama sekali.
"Sunbae,"
Yoongi menoleh, rupanya Seora masih sadar. Buktinya ia masih bisa memanggilnya.
"Hm?"
"Bisakah kau peluk aku?"
***