Yang aku inginkan adalah, dunia dimana aku tidak pernah salah.
-
Dengan lemahnya, aku merangkak perlahan, mencoba keluar dari naungan bayangan milik jembatan beton tua di pinggiran kota, tergoda dengan teriknya cahaya siang. Dengan gemetar, aku coba meraih panasnya dengan tanganku. Jembatan tua yang telah berjanggut lumut ini, aku sangat yakin dia telah menyaksikan banyak hal, layaknya diriku. Namun ketika dipikir kembali, memang tak bisa dipungkiri bahwa bagiku memang terasa lebih nyaman berada di sisi gelapku saat ini. Atau mungkin bayangan dari jembatan ini bagai sihir ajaib yang sanggup melakukan regenerasi terhadap sekujur tubuhku yang memar dan penuh luka.
Aku tak bisa bergerak lagi, aku harap para bajingan itu takkan menemukanku di sini. Aahh, aku ingin merebah disini seumur hidup, dan akan ku hadiahi engkau dengan penghargaan sebagai tempat ternyaman sedunia, segera setelah semua masalah ini usai-
"HOAFHUAHUAHAWHA!!!!"
Suara dering telepon, bergetar di dalam saku pakaian yang mengelilingi leherku.
-
"Sialan si kakek tua, baru meneleponku ketika diantara tulangku sudah patah!"
Wajar jika seorang berperawakan laki-laki remaja sepertiku berkata sedikit kotor. Aku langsung sekuat tenaga berdiri, tak sempat membersihkan pakaian favoritku yang telah dipenuhi noda dari tanah dan dari darah yang sudah gelap dan mulai mengering. Kaos oblong putih dengan kerah modifikasi berwarna merah keunguan, resleting di depan sebagai pintu saku. Dilapisi biru pudarnya rompi yang di ujung bawahnya terdapat kain-kain tambalan yang beraneka warna, jahitan yang sangat rapi, dengan celana jeans bersepatu sneakers putih.
Aku usap darah yang berasal dari wajahku yang tentu sudah terbekas puas menerima tonjokan brutal mengelilingi wajah. Aku simetriskan kacamata bundarku yang masih kinclong terpasang di wajahku.
Usainya aku mengangkat panggilan telepon yang sudah pasti berasal dari kakek penjahit gila bernama Hasan, partnerku satu satunya.
"Aah Csume, kau sehat?!" Kata si tua Hasan dengan entengnya, seolah dia memang sengaja memancing keributan kepada seorang Csume.
Tak taukah si kakek buyut ini, karena ulahnya yang lepas tangan ini membuatku menjadi mangsa bagi para burung hantu itu.
Sembari berjalan cepat sebisanya, aku menjawab pertanyaan Hasan mengenai penyusupanku kali ini ke tempat Organisasi OWL.
"Sudah kupastikan, bahwa kasus mutasi umat manusia ini akan terjadi tak lama lagi"
"Dan pelaku utama dari bencana alam semesta ini, tidak lain tidak bukan, adalah Langlet"
"Dan OWL adalah kunci dari kebangkitan sempurnanya"
Berjalanlah hingga Csume akhirnya sampai ke depan pintu sebuah rumah, Csume membuka dengan seluruh energinya yang tersisa. Ia memasuki rumah melewati pintu tersebut dan menggebrakkan sekuat kuatnya, bagaikan isyarat bahwa dia ingin memulai perkelahian.
-
Dari dalam rumah tersebut. Televisi menyala yang sedang ditonton oleh seorang anak laki laki yang duduk santai dengan makanannya di atas sofa. Namun dia seketika teralihkan dari televisinya karena mendengar gebrakan sangat kuat berasal dari pintu yang ada tepat di belakangnya.
Sosok ibu dari anak tersebut kemudian mendatanginya dengan penasaran,
"Hei, kenapa kau begitu keras menutup pintunya?!" tanya sang ibu. Terkejutlah dia, karena anaknya masih berada di atas sofa dengan makanan di pangkuannya. Anak itu langsung mengangkat pundaknya memberi sinyal kepada ibu bahwa bukan dia yang melakukannya.
Mereka bertatap-tatapan dengan ekspresi yang penuh dengan rasa penasaran, karena mereka semua tidak melihat ada siapapun yang membuka pintu, atau bahkan memasuki rumah mereka.
-
Lalu siapa..
"Siapa yang melakukannya?"