Chereads / AVIARA: Katanya Itu Sekolah Sihir / Chapter 32 - Peregangan

Chapter 32 - Peregangan

Ada gambar tumpukan sampah di situ.

Karena diarynya yang kecil, lukisan artistik itu sebenarnya lebih mirip seperti coret-coretan kasar yang tidak jelas seakan itu adalah gambar hidden game level terakhir. Tapi kalau ada satu yang jelas, itu adalah gambar kerangkeng berisi seorang perempuan di tengah semua tumpukan sampah dan monster di situ—karena itu adalah satu-satunya coretan yang memiliki warna.

"Ugh, kak Fiona sialan!" Umpat Hazel langsung setelah melihat kalau masih banyak makhluk lain yang lebih mengkhawatirkan di gambar itu. Kucing yang punya tanduk misalnya.

Tapi daripada meladeni Hazel, Rei memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah Kei saja. "Kau bisa menahannya berapa menit?"

"Rekor terlamaku sekitar 7-8 menit."

"...Kurasa lebih baik daripada melakukannya terlalu lama." Balas Rei yang berusaha menerima kenyataan. "Kalian, cepat berdiri di sisi berlawanan." Suruhnya kemudian pada Hazel dan Ruri.

Lalu akhirnya Rei pun memandang ke arah Alisa, dengan tatapan mengintimidasi yang persis seperti pertama mereka bertemu. Pasti itu sebabnya Alisa jadi spontan melangkahkan kakinya mundur juga.

Meski sebelum mengatakan apa-apa, Rei malah diam memandanginya dulu seakan sedang menyusun kalimat di mulutnya. "Itu, ah, bukannya tadi kau hanya menggunakan sihir telekinesis saja saat melawan kelinci Fiona? Bukannya itu sulit?" Tanya Rei akhirnya.

"Eh? Ya, memang…"

"Kenapa? Tulangmu saja sampai banyak yang patah tadi." Balasnya lagi. Tapi karena anak di depannya malah mulai menciut--kelihatan tidak paham dia sedang diomeli karena buat kesalahan apa lagi, akhirnya jadi Rei yang bingung sendiri. "...Ya, lupakan." Gumamnya.

Dan pada akhirnya Rei pun merobek halaman diary yang daritadi dia pegang. "Untukmu pegangi ini saja." Katanya sambil memberikan sisa bukunya. "Kau cuma perlu berdiri di luar pembatas dengan Kei dan ikut mengawasi semuanya."

Dengan ragu dan tidak enak, Alisa menerima buku itu. Dia bahkan sempat tidak sengaja melihat halaman lain di buku itu. Tapi karena segera sadar, dia pun buru-buru menutupnya lagi.

Di sisi lain, Rei tadinya sudah berbalik akan pergi. Tapi setelah terdiam beberapa saat, Rei ternyata malah melakukan U-turn dan memandang ke arah Alisa lagi. "Kei tidak bisa menggunakan sihirnya yang lain selama buat pelindungnya, jadi awasi dia baik-baik." Katanya kemudian. Tapi karena Alisa cuma terdiam, Rei pun sedikit menaikkan nada suaranya. "Kau mendengarku?"

"Ah, iya!" Sahut Alisa akhirnya sambil mengangguk sebanyak yang dia bisa.

"Ditambah, Kei juga tipe yang tidak membagi sihirnya secara merata. Jadi tergantung situasinya, dia cenderung akan memprioritaskan salah satu sisi pelindung dibanding sisi yang lain. Jadi tolong perhatikan itu juga." Jelasnya lagi. "Lalu karena pelindungnya membatasi seluruh energi sihir, kau juga tidak akan bisa menggunakan sihirmu ke dalam. Begitu juga sebaliknya."

Alisa kelihatan mendengarkan dengan seksama kali ini. Tapi melihat itu, Rei malah jadi mulai merasa kalau dia terlalu banyak bicara. "Mm, kau tidak punya jam tangan?"

"Eh? Ah, tidak…"

Mendesah pelan, Rei pun menggulung lengan bajunya dan melepaskan jam tangan hitamnya. "Dia memang bilang 8 menit. Tapi kemungkinan besar dia sudah akan kelelahan setelah 5 menit. Jadi peringati Hazel dan Ruri saat sudah seperti itu." Katanya agak pelan. "Sudah. Tidak ada yang membingungkan kan?"

Tapi tentu saja Alisa cuma bisa diam. Karena betapapun jelasnya semua manual yang baru diceritakan Rei, rasa gelisah Alisa justru malah semakin meningkat mendengarnya.

'Luruskan kepalamu!'... Rei sebenarnya ingin saja mengatakan itu padanya. Tapi rasanya anak kucing itu jelas cuma akan semakin panik kalau diteriaki seperti itu.

"Pokoknya kalau lancar, kau tidak akan perlu melakukan apapun. Tapi kalau ada apa-apa, setidaknya pastikan saja mereka masih dalam kondisi yang bisa disembuhkan saat Aku kembali." Kata Rei akhirnya. "Atau kau saja yang sembuhkan mereka juga bagus."

"...Eh? Maksud--"

Tapi setelah berkata begitu, Rei malah sudah pergi untuk ikutan bersiap-siap.

"..."

Ditinggak begitu saja, Alisa sebenarnya masih belum bisa membayangkan secara jelas bagaimana mereka semua akan menyelamatkan Hana dari gambar itu. Tapi saat dia melihat semua kakak kelas itu mulai menyiapkan diri mereka, entah bagaimana Alisa jadi mulai merasa kalau mereka benar-benar akan menghadapi sesuatu yang lebih merepotkan daripada gerombolan kelinci tadi.

Bagaimana tidak… Setelah beberapa minggu mengenal Ruri, ini pertama kalinya Alisa melihatnya menggulung lengan baju dan melepas cardigannya. Padahal karena selalu melihat Ruri terlihat rapi saat membuat ramuan, Alisa sudah mulai berpikir kalau Ruri bukan orang yang suka menggunakan tenaganya. Tapi sepertinya dia juga akan terpaksa menggunakannya kali ini.

Hazel juga. Walaupun sejak awal dia memiliki wajah yang tidak ramah, entah kenapa sosoknya yang seperti sekarang membuatnya terlihat bisa diandalkan. Seakan gelarnya yang merupakan ketua divisi akhirnya terlihat juga.

"Bisa tolong pegangi ini." Kata Kei juga sambil memberikan topinya pada Alisa. Bahkan bukan cuma topinya, dia juga melepaskan gelang yang ada di kedua tangannya supaya dia bisa mulai sesi peregangan dengan mudah. "Jangan sampai hilang ya." Tambahnya.

Tapi karena Alisa masih kelihatan gelisah, dia pun menambahkan. "Tenang saja. Akan kuusahakan supaya kau tidak perlu melakukan apa-apa." Katanya dan Alisa pun berdoa dalam hatinya kalau itu benar. Soalnya kalau sampai iya, itu artinya situasinya tidak berjalan bagus.