Raka mengendarai motornya dengan ugal-ugalan, sore ini Meisya akan berangkat ke Jogja sengaja Raka tidak ikut ekstra basket karena ingin melepas kepergian Mei. Namun saat akan keluar dari sekolah mendadak Bimo memanggilnya, mengajak untuk rapat sebentar persiapan pertandingan persahabatan dengan sekolah sebelah. Semula Raka menolak namun karena dirinya adalah kapten di timnya mustahil jika Raka tidak hadir dalam rapat.
Saat Raka sampai rumah Mei sudah dalam keadaan sepi, pintu pagar rumah itu tertutup rapat. Raka mencoba melihat ke dalam dan tidak ada seorang pun. Dengan langkah gontai Raka menuntun motornya masuk ke garasi rumah, wajahnya nampak lesu. Mama yang melihat Raka bermuram durja sengaja menggodanya.
"Siapa suruh menolak calon mantu sesempurna Mei, nyesel kan sekarang?" ejek mama.
"Apa sih ma, Raka biasa saja" elak Raka.
"Halah jangan pura-pura kamu, muka kusut begitu kenapa kalau bukan galau?" tanya mama.
"Raka capek ma" ucap Raka.
"Menangis juga boleh kok kak, halal" jawab mama sambil tertawa.
Raka melirik mama dengan judes, senang sekali mamanya itu menggodanya. Dengan muka ditekuk Raka naik ke kamarnya kemudian menguncinya dari dalam. Memilih untuk menyendiri dan tidak ingin diganggu siapa pun.
Tidak terasa sudah pukul lima sore mama sudah selesai memasak dan membereskan dapur, sesekali dilihatnya tangga yang menghubungkan dapur dengan lantai dua. Kedua putranya tak kunjung turun.
"Tin...tin...tin..." suara klakson mobil terdengar dari luar. Mama segera berlari keluar membukakan pintu depan. Sebuah mobil warna merah masuk ke garasi, kemudian seorang laki-laki turun dari kendaraan itu. Mama dengan senyum terbaiknya segera menghampiri laki-laki itu kemudian memeluknya.
"Tumben papa pulang hari ini?" tanya mama.
"Pekerjaan papa selesai lebih awal ma, kok rumah sebelah sepi?" tanya papa.
"Mei pindah ke Jogja, papanya dipindah tugaskan disana. Itu dijual pa rumahnya, dibeli yuk pa daripada dibeli orang lain" bujuk mama.
Papa menurunkan koper dan beberapa paper bag besar, mama membantunya untukĀ membawa ke dalam rumah.
"Ya besok papa tanya Wira dulu mau dilepas diharga berapa?" jawab papa.
Papa mengedarkan padangannya dan tak melihat Raka dan Arka.
"Sepi, ma. Anak-anak kemana?" tanya papa.
"Tidur kayaknya" jawab mama.
Papa naik ke kamar diikuti mama dari belakang. Raka terbangun dari tidur dan melihat jam dinding di kamarnya, ternyata sudah sore. Biasanya setiap sore Mei selalu membangunkannya dengan menggedor-gedor pintu kamarnya, namun sejak sebulan ini tidak ada lagi yang mengganggunya. Raka merasakan ada yang hilang, kesepian dan hampa. Diraihnya ponsel yang masih tersimpan di tas, dinyalakan Raka berharap Mei menghubunginya tetapi Mei tak menelepon ataupun mengirim pesan. Ingin sekali Raka menghubunginya namun rasa gengsinya mengalahkan segalanya, akhirnya ponsel itu kembali diletakkan di meja.
~~~~~
Sejak Mei pindah ke Jogja Raka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengikuti les dan kegiatan ekstra. Nyaris tak ada waktu luang membuat mama dan papa cemas akan kesehatan Raka. Kakak Arka telah berubah menjadi pemuda pendiam, tak banyak bicara. Arka yang biasanya menjadi sasaran kejahilan Raka pun merasa kehilangan, kakaknya tak lagi menyenangkan. Banyak cewek di sekolah yang berusaha mendekati bahkan menyatakan perasaannya namun Raka sama sekali tidak tertarik.
Hari ini adalah kelulusan Raka, setelah tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah menengah atas. Prestasi Raka bisa dikatakan bagus, dengan nilai terbaik di sekolahnya. Atas permintaan mama, Raka melanjutkan kuliah di Semarang agar dekat dengan neneknya. Undip menjadi pilihannya, karena letak kampus dengan rumah nenek tidak terlalu jauh.
Saat keberangkatan Raka ke Semarang, mama tak henti-hentinya menangisi putra sulungnya itu.
"Kak, baik-baik ya di sana? Nurut sama oma, jangan bikin oma pening" pesan mama.
"Iya ma, Raka kan anak baik" jawab Raka.
"Kak, aku jadi kesepian dong. Setahun ini kaka kaya kulkas, adem bener. Kemana Raka yang reseh dan bikin bete. Aku kangen kakak yang dulu" keluh Arka.
"Kakak, masih sama dek tidak ada yang berubah. Jaga mama ya, jangan suka pulang lebih dari jam tujuh kasihan mama sendirian di rumah" pesan Raka sambil memeluk adiknya.
"Iya" jawab Arka.
"Ayo berangkat keburu macet nanti!" titah papa.
Raka kemudian masuk ke dalam mobil, mama melambaikan tangannya sambil merangkul Arka. Rumah sebelah yang awalnya akan dibeli papa Raka belum menemukan harga yang cocok sehingga sampai saat ini masih kosong. Sejak Mei pindah, mama menjadi kesepian. Mei yang ceria dan ceplas ceplos membuat suasana rumah menjadi ramai.
Mama menghapus air matanya dan melingkarkan tangannya di lengan Arka.
"Mama tu masih ada aku, jadi jangan sedih" hibur Arka.
"Asal jangan nakal saja kamu, sama satu lagi pulang tepat waktu. Sebentar kelas dua belas harus fokus belajar jangan kebanyakan main" pesan mama.
"Siap ibunda" jawab Arka.
~~~~~~
Mei memasukkan bukunya kemudian keluar dari tempat lesnya. Papa sudah menunggunya di luar, sejak dia pindah ke Jogja kemana-mana Meisya selalu dikawal baik papa maupun anak buah papanya. Karena pernah suatu ketika saat pulang sekolah Mei diikuti oleh orang jahat sehingga membuat Mei trauma. Saat di Jakarta Mei tidak perlu ketakutan karena Raka dan Arka selalu ada dimanapun Mei berada.
Papa melambaikan tangan saat melihat Mei keluar, Mei berlari menuju mobil papanya.
"Papa sudah lama ya menunggu?" tanya Meisya.
"Gak Mei baru saja papa nyampe, mampir makan dulu ya? Nanti kamu telat makan lagi" ajak papa.
Meisya mengangguk dan menuruti perkataan papanya untuk makan di rumah makan langganan mereka.
"Mei, betah kan di sini?" tanya papa.
"Betah kok pa, Mei sudah bisa adaptasi. Teman Mei juga banyak sekarang, papa tidak perlu khawatir" ucap Mei.
"Mei, papa baru saja mendapat telepon papanya Raka kalau sekarang Raka kuliah di Semarang" kata papa.
"Ya biarin pa mau kuliah di Amerika juga tidak ada pengaruhnya buat Mei" jawab Mei ketus.
"Masih marahan sama Raka, setahun ini dia belum menghubungi kamu juga?" tanya papa.
"Sudah sibuk sama pacarnya kali" jawab Mei.
"Eh Raka betah ngejomblo lo Mei, sampai lulus tidak punya pacar" kata papa.
Mei mengulum senyumnya saat papa menyampaikan hal itu, ada harapan kecil yang kembali muncul dalam benak Meisya. Namun mendadak mukanya kembali cemberut mengingat perjuangannya selama empat tahun tidak menghasilkan apa pun. 'Ingat Mei, Raka sudah menolakmu tiga kali, jangan pernah berharap lagi pada pria itu' batin Mei. Mendadak wajah Raka hadir dalam ingatannya, senyumnya saat mereka bercanda. Kenangan kebersamaan mereka kembali menyeruak, Mei tersenyum getir sudah setahun berusaha melupakan wajah tampan itu namun sangat sulit.