Bukan tentang perasaan
Bukan pula harapan
Tetapi tentang takdir
Tentang sebuah kenyataan
Antara keinginan hati dan keputusan takdir
Berpihak atau malah berpaling
Sama atau berbeda
Segalanya serba duga
Dan tak tentu ada
Begitulah kata-kata yang kian kali hadir berputar-putar di otakku. Dimana pun, kapanpun, seperti apapun dan bagaimanapun keadaanku. Aku begitu percaya akan suratan takdir. Entahlah, mungkin bisa di sebut prinsip, motto, pedoman, pegangan hidup, atau entah apalah itu intinya keyakinan ku akan takdir tuhan seakan sudah begitu erat di hidupku.
Hingga pada akhirnya keteguhanku mempercayakan hidup pada takdir membawa ku pada kisah ini, kisah yang penuh uji, penuh luka dan penuh indah. Kurasakan segalanya bergantian, pasang surut kehidupan. Suka dan duka
Tawa dan tangis, sedih dan bahagia. Segalanya kulewati dengan pertahanan kuat. Meski dengan segala keterpaksaan ku harus tetap tegar hingga sampai pada ujung yang bahagia, begitulah fikir ku setiap kali ujian itu menimpa.
Indah trilani seorang gadis berparas cantik, hidung bengir, bibir mungil dan mata indah dengan bulu mata nan lentik.
Cantik alami tanpa sedikit pun polesan make up karna jangan kan make up bisa makan dan memenuhi pangan sehari hari sudah sangat bersyukur bagi Lani dan orang tuanya. kehidupan yang pas pasan menuntut Lani untuk hidup yang bahkan dibawah sederhana.
Sore itu di sebuah gubuk beratapkan daun rumbia..
"Lani cepat angkat jemuran di belakang, hari sudah mulai sore pun cuaca terlihat mendung nanti keburu hujan" ucap wanita paruh baya yang tak lain adalah Ranti ibu dari Lani.
" Owalah iya bu Lani hampir lupa" ucap Lani sembari bergegas melaksanakan apa yang di perintah ibu nya.
"Langsung lipat pakaian pakaian kering itu lalu taruh di lemari" lanjut sang ibu setelah melihat Lani meletakkan pakaian keringnya di atas dipan.
"Baik bu" jawab Lani singkat, dengan sedikit menoleh pada ibunya yang sedang memasak di dapur yang tak jauh dan masih terlihat karna tidak ada sekat antara ruangan dimana Lani berada dan dapur tempat ibunya memasak.
dengan cekatan Lani melipat pakaian yang sedikit lusuh itu lalu meletakkan di lemari reot mereka.
"Perasaan ibu kok ndak enak ya lan, Sudah se sore ini ayahmu belum juga datang, mana cuaca mendung, angin sedikit kencang, semoga ayahmu tidak kenapa napa" ucap sang ibu cemas sembari menuju teras untuk memastikan kedatangan ayahnya Lani.
"Mungkin sedang dalam perjalanan bu" ucap Lani sembari menyusul ibunya ke teras
"Tapi tidak biasanya ayahmu pulang terlambat lan, biasanya jam 4 sudah pulang, sekarang sudah jam 5 belum juga datang" lanjut sang ibu yang celinguk celinguk penuh ke khawatiran.
"Atau mungkin tangkapan ikan hari ini banyak bu, hingga bapak sedikit lama membereskan nya" lanjut Lani menenangkan ibunya, tanpa ibunya sadari lanipun sebenarnya merasakan kekhawatiran yang sama.
"Semoga saja apa yang kamu fikirkan benar lan" ucap sang ibu penuh harap
Ayah Lani merupakan seorang nelayan. Dari hasil nelayan itulah Lani dan orang tuanya hidup. Jika hasil tangkapan ikan banyak maka sebagian akan di jual di pasar untuk kemudian di belikan beras dan sebagian lagi di jadikan lauk.
Waktu sudah memasuki waktu magrib, kumandang adzan dari masjid kampung Lani sudah terdengar namun ayah Lani tak kunjung terlihat tanda tanda kedatangannya.
"Aduh lah kemana bapakmu lan kok gak datang datang" ucap Ranti dengan kecemasan yang kian membesar
" iya bu kemana ya bapak bu kok belum pulang, padahal sudah magrib ini" jawab Lani yang tak lagi menutupi kecemasan nya
"Semoga tidak terjadi apa-apa pada bapakmu lan" lirih bu Ranti penuh pengharapan
"Ya sudah bu ayo kita sholat magrib setelah itu kita berdoa untuk ke selamatan bapak. Ajak Lani yang di balas dengan anggukan oleh ibunya.
Mereka pun bergegas melaksanakan sholat magrib lalu mendoakan bapak Lani, bahkan tak ayal Ibu Lani menitikan air mata karna memikirkan keadaan sang suami.
Yang di takutkan bu Ranti adalah suaminya meninggal terbawa arus ombak seperti peristiwa yang sudah sudah,
Karna memang sebelum sebelumnya terdapat beberapa nelayan di kampung mereka yang meninggal karna tak kuat melawan arus ombak yang begitu besar sehingga perahu nelayan terbalik sehingga sang tuan tenggelam terbawa arus.
Membuat anak dan istri dari para korban Arus gelombang itu luntang lantung menjalani hidup, karna tak lagi memiliki kepala rumah tangga yang dapat menafkahi.
hal itu yang membuat sebagian warga kampung Lani enggan untuk menjadi nelayan mereka lebih memilih menjadi kuli atau merantau ke kota.
Namun untuk sebagian warga lainnya dengan keterpaksaan harus tetap memilih menjadi nelayan karna sulitnya mencari pekerjaan, salah satunya pak Yanto bapak dari Lani.
"Lani ibu mau menyusul bapakmu saja lan ke pantai takut terjadi apa apa" ucap ibu Lani Isa melaksanakan kewajiban kepada sang pencipta nya
"Lani ikut bu" ucap Lani penuh kekhawatiran
"Ya sudah ayo" jawab ibu Lani sambil berdiri dari duduknya,
namun belum juga melangkah, pintu sudah lebih dulu di ketuk dari luar dan suara beberapa warga terdengar.
"Tok..tok..tok..., assalamualaikum bu Ratmi"
Ibu Lani tergopoh gopoh segera menuju pintu untuk di buka, merasakan kekhawatiran nya akan terjadi.
"Ceklek" bunyi pintu telah di buka oleh bu ratmi,
Tampaklah beberapa warga telah menggotong jasad tanpa nyawa yang tak lain adalah suaminya.
"Astaghfirullah bapak" lirih bu ratmi dengan tangis yang pecah, mendapati apa yang di khawatirkan telah menjadi kenyataan
"Bapak, bapak kenapa pak" ucap Lani mendekati bapak nya lalu memeluk dengan linangan air mata.
"Kami menemukan suami ibu di tepi pantai sepertinya sudah dari tadi siang tenggelam dan syukurnya jasadnya masih terbawa ombak ketepian, jika tidak mungkin telah sama seperti korban sebelumnya yang jasadnya hilang dibawa ombak entah kemana" ucap salah satu warga yang bernama Toni tetangga jauh bu ratmi.
" yang sabar ya bu ratmi, nak Lani" ucap Bu Fatma prihatin, tetangga Lani yang bisa di bilang paling dekat dari pada yang lain.
"Iya Yang sabar ya bu ratmi" sambung ibu Ibu yang lain .
"Hiks iya bu terima kasih, mungkin ini memang sudah takdir suami saya. Dan juga ujian buat kami dalam menjalani hidup, hiks" ucap ibu Lani yang masih sesenggukan tak mampu menghentikan tangisnya.
"Sementara Lani masih tetap tercenung dengan linangan air mata yang semakin deras, Lani semakin berfikir akan di bawa kemana kehidupan dia dan ibunya setelah ini, setelah bapaknya tiada, tak pernah terdikit kan olehnya akan hidup tanpa bapaknya di usia yang bisa di bilang masih muda.
Beberapa hari telah berlalu, Lani masih tidak menyangka secepat itu bapaknya meninggalkan dia dan ibunya.
"Bu sepertinya Lani harus merantau ke kota"