Chereads / Simfoni Temaram Takdir / Chapter 11 - 11. Tawa Pertama

Chapter 11 - 11. Tawa Pertama

Rumah Kendrik, Malam hari

Kendrik menatap langit-langit kamar dan mengingat percakapannya dengan Gangga tadi siang. Sangat bahagia hatinya mengetahui bahwa Gangga akan sering berada di dekatnya, di pohon itu. Namun, dia juga kesal dengan keisengan gadis itu mengerjai dirinya.

Dia pun tak ingin kalah dari gadis itu.

📱Kendrik: Minta nomernya Gangga, Stel.

📱Stella: Aku tanya dulu sama orangnya, boleh apa nggak.

📱Kendrik: Eh jangan tanya. Gini, kamu kasih aja, nanti kalau dia marah atau ternyata nggak ijinin, aku janji bakal hapus nomer dia. Kalau perlu aku block sekalian. Gimana?

📱Stella: Halah. Ya udah deh. Tapi bener lho ya, kalau orangnya marah, Kak Ken hapus nomernya. Janji??!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

📱Kendrik: Iya, akh, buruan dong.

📱Stella: Nggak mau buru-buru. Terserah aku dong.

Jindul nih bocah. (Kendrik).

📱Kendrik: Stella cantik, ayo dong kasih nomer temenmu itu.

📱Stella: Bakso 2 mangkok!!! Es teller 2!!! Cilok 2!!!

Argh, aku diblackmail anak kecil! (Kendrik).

📱Kendrik: Iya iya iya. Besok aku traktir bakso+es teler+cilok 2 porsi semua biar kamu tumbuh ke samping.

📱Stella: Nih 081xxxxxxx

📱Kendrik: Danke. [Terimakasih]

~

Rumah Bisma, Kota Praga

Bu Harsi, ibu Bisma, memberanikan diri untuk memasuki kamar Bisma yang telah sebulan ini tak dimasukinya. Dia memegangi gagang pintu itu dengan gemetar.

Sebentar lagi peringatan 40 hari kepergianmu, Nak. Semoga aku kuat. (Bu Harsi).

Udara kamar itu menyeruak membelai wajah Bu Harsi. Aroma parfum yang sering dipakai oleh anaknya tercium di hidungnya. Tak kuasa menahan rindu, air matanya menetes.

Dia meraih parfum yang sering digunakan oleh Bisma dan menyemprotkan di pergelangan tangan. Aroma maskulin menguar membangkitkan memori yang tergambar jelas di pikirannya. Dia bahkan sangat tak ingin memori tentang anaknya hilang dari sanubari.

Dia memejamkan matanya yang telah basah itu.

"Bu, aku dapat ranking 2 satu sekolah lho."

Bu Harsi tersenyum bangga pada anaknya. "Selamat ya Nak. Gangga gimana? Dia dapat ranking berapa?"

"Dia dapat ranking 7 di kelas."

"Kapan dia ke sini? Udah lama nggak ke sini."

"Bentar lagi dia juga bakal ke sini sama temen-temen lain."

"Ha? Sama temen-temenmu yang lain? Kamu mau ngadain acara?"

"Enggak. Cuma feeling aja mereka bakal ke sini."

Sambil menahan isak dan menguatkan diri, Bu Harsi membuka matanya dan mulai membersihkan kamar Bisma yang telah berdebu. Dia mengisi daya ponsel yang telah lama mati. Dia juga mengisi daya batre laptop milik Bisma.

Sembari memandangi laptop itu, dia teringat keponakannya Nuria yang tidak memiliki laptop dan printer. Seringkali dia datang untuk meminjam laptop dan mencetak tugas sekolah dengan printer milik Bisma.

Sayang banget barang peninggalan Bisma ini. Tapi Nuria lebih butuh. Biar aku nyimpan baju dan barang-barang lain. (Bu Harsi).

***

7 Juli 20xx

Kafe Tropica, Kompleks Kopma (Koperasi Mahasiswa) Universitas Vanguard

Sebuah kafe yang diberi nama Tropica adalah sebuah kafe yang lumayan baik sebagai salah satu cabang usaha koperasi mahasiswa. Meski belum sekelas kafe-kafe komersil, menu di kafe ini sudah cukup menggoyang lidah hingga ngebor seperti penyanyi dangdut Mbak Inel Darahmuda.

Harganya juga sedikit lebih tinggi dibanding warung-warung di sekitarnya. Stella sengaja memilih kafe ini. Kesempatan ditraktir oleh Kendrik tidak akan dilewatkan begitu saja. (Padahal dia anak orang lumayan berada, tapi kok ndremis*).

Stella dan Kendrik sudah berada di sebuah meja di kafe itu. Mereka juga sudah memesan bakso dan es teler sesuai yang dijanjikan Kendrik semalam.

"Kamu yakin bakal habisin segini banyak, Stel?"

"Iya, tenang aja!" jawabnya sembari menengok ke kanan dan kiri mencari seseorang.

Gangga memasuki kafe itu dan langsung bergabung bersama Stella dan Kendrik.

"Yok makan, Ngga!" ajak Stella.

"Sip. Eh ... hai, Kak Ken," sapa Gangga.

"Ini ... ini ...." Kendrik tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Gangga mengembangkan senyumnya dan mengangkat 2 jari membentuk simbol peace [damai].

Gadis gambas bermata amber kekasihku ini tahu nggak kalau bakso sama es teler ini dibeli pake nomer handphonenya? (Kendrik).

Mereka mulai menikmati makanan. Sesaat, kecanggungan terjadi. Namun, dua gadis sengklek itu saling melempar senyum yang seolah menertawai Kendrik.

"Ngga, kamu tahu nggak kalau bakso ini hasil Stella meras aku?" Kendrik memecah keheningan.

"Tahu lah, kan aku yang nyuruh dia minta. Ehm, kurang cilok ya, Kak," jawabnya sembari tersenyum ala setan.

Aku diblackmail sama dua bocah sialan ini?! Gangga menjual nomer handphonenya sendiri? Sungguh di luar dugaan! (Kendrik).

Rebel mind voice: Good news, berarti dia ikhlas nomernya ada di handphone kamu.

Kendrik mengulas senyum sembari menyuap segelundung bakso ke mulutnya. "Berarti kamu tahu kan kalau nomermu sekarang ada di list kontakku?"

"Tahu."

Kendrik tersenyum ala setan.

"Apa, Kak? Kalau mau macem-macem tinggal aku block aja, beres," kata Gangga, tanpa beban.

Damn damn damn. (Kendrik).

"Stel, aku udah baca novelmu di aplikasi Novelcoon, Wattpet sama KBN. Bagus, tapi kesannya buru-buru amat kalau nge-up langsung banyak bab." Kendrik mengalihkan perhatian, dia terlalu malu untuk melanjutkan pembicaraan mengenai nomor ponsel, takut patah hati.

"Yah selain hobi, aku juga ngejar duit kali, Kak. Jadi, sekali upload bab harus banyak."

"Lhoh, Mami Papi nggak ngasih uang jajan?" tanya Kendrik, heran.

"Ngasih tapi dikit. Jadi aku musti cari tambahan."

"Kok bisa gitu Stel?" Giliran Gangga yang kepo.

Kalau aku kan wajar, emang bukan keluarga kaya. Kalau dia kan anak orang kaya. Rumahnya aja gede, ada tamannya pula. (Gangga).

"Aku tuh waktu kelas 2 ngelakuin kesalahan besar. Makanya aku nggak dikasih uang saku yang cukup sama Mami."

"Kesalahan apa?"

"Aku beli sepeda yang harganya 7 juta."

Gangga dan Kendrik saling pandang. Mereka berdua tak tahu letak kesalahannya di mana karena sepeda ontel seharga 7 juta belum terbilang wah. Belum sekelas merk Brontok yang mencapai 30 hingga ratusan juta per unitnya.

Mereka pun memandangi Stella, menunggu penjelasan.

"Apa sih? Gini lho, mamiku itu lebay banget. Aku cuma beli sepeda 7 juta aja langsung kayak gitu. Padahal sepedanya juga bukan buat aku, tapi buat temenku."

"Hah?!"

"Hah?!" Gangga berusaha positif thinking. "Apa temenmu orang yang kekurangan? Berarti kamu itu dermawan dan suka menolong, harusnya mamimu bangga."

"Dia nggak kekurangan sih, aku kasih sepeda karena dia ulang tahun aja. Kado gitu."

Gangga menelan bakso yang telah dia kunyah di dalam mulut. Kendrik juga begitu. Pantas saja ibunda Stella membatasi uang jajan anak nyah nyoh** dan begajulannya itu.

"Aku telat kenal sama kamu Stel, harusnya kita temenan dari dulu, biar aku yang dapet sepeda 7 juta," sesal Gangga.

"Aku juga bisa ngasih sepeda 7 juta. Motor juga iya. Kalau mobil, nabung agak lama dulu sih. Tapi itu kalau kamu mau jadi nyonya Kendrik."

"Uhuk uhuk." Stella terbatuk. "Baru kali ada orang se-nggak tahu malu ini, Kak."

"Bodo, habisnya kalian ngerjain aku sih."

"Hahaha ...." Tawa dua gadis itu pecah.

Untuk pertama kalinya Gangga bisa tertawa lepas setelah kepergian Bisma. Satu bulan lebih dia habiskan waktunya hanya untuk menangis dan menangis.

~

Kos Seruni, malam hari

Gangga sedang mendengarkan serial dalam bahasa Jerman untuk menajamkan pendengarannya. Esok hari akan ada kuis pada mata kuliah Hören für Anfänger yang diampu oleh bu Eka Mulyani.

Kendrik melancarkan aksi pendekatannya melalui Chatsapp.

📱Kendrik: Guten abend. [Selamat malam]

📱Gangga: Tut mir leid Wer bist du? [Maaf, anda siapa?]

📱Kendrik: Ehehehe, aku nggak ngerti apa artinya & gimana jawabnya. Kamu baru ngajarin 'guten abend' doang.

📱Gangga: Kak Kendrik ya?! Mau apa?! Aku lagi belajar!!!

📱Kendrik: Wuidih, galak amat. Aku udah traktir bakso+es teler+cilok buat beli informasi nomer handphonemu lho.

📱Gangga: Aku block nih!

📱Kendrik: Jangan!!! Jangaaaaannnnn!!! Ampuuun!!!

Gangga tertawa membaca chat dari Kendrik. Entah bagaimana bisa pendekatan yang diharapkan romantis malah menjadi frontal dan terkesan tidak serius begini. Jangan-jangan Kendrik akan berada di lingkaran friend zone lagi jika mereka malah nyaman bercanda seperti ini. []

***

footnote

Ndremis* = ngemis

Nyah nyoh** = suka memberi tanpa berpikir panjang