Chereads / Simfoni Temaram Takdir / Chapter 8 - 8. Duka Dalam Yang Tersembunyi

Chapter 8 - 8. Duka Dalam Yang Tersembunyi

Display UKM, rektorat Universitas Vanguard

"Eh, Kak Adam."

"Kamu baru datang?"

Gangga mengangguk sembari mengatur napas.

Adam melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.25.

"Sini lihat buku UKM kamu."

Gangga menyerahkan buku UKMnya yang masih bersih suci tanpa noda. Mahasiswa baru ditugaskan untuk mengisi buku UKM itu dengan profil singkat setiap UKM disertai cap sebagai bukti mereka menghadiri acara display.

Tapi Gangga terlambat datang sehingga mustahil menulis profil dan cap dalam waktu 35 menit.

"Kosong?"

"Iya, gimana dong Kak. Katanya kurang 1 aja bakal kena hukuman."

"Ya udah, gini aja. Kamu tunggu di sini. Kalau kamu sendiri yang muter, nggak bakal selesai. Biar aku aja."

Adam bergegas menuju ke stand-stand UKM dan meminta cap. Dalam waktu 15 menit, semua cap sudah didapatkan.

"Ini bukumu."

"Makasih banget ya Kak. Terus profilnya gimana? Katanya harus nulis profil yang ada di banner per stand, kan nggak mungkin selesai tinggal 15 menit lagi. Versi website dan versi banner kan beda."

"Tenang, aku kirim foto profil UKM versi banner cetak. Aku fotoin tadi. Nanti malem kamu tinggal nyalin ke buku. Pastikan teks akhir nyenggol cap ya," kata Adam sembari mengirim file itu ke Chatsapp Gangga.

Ponsel Gangga bergetar, file foto itu telah terkirim ke Chatsappnya.

Gangga mengangguk. "Makasih banget ya, Kak. Ya ampun, aku nggak ngerti lagi gimana kalau nggak ada Kakak."

Eh. Kalimat sanjungan berlebihan. (Gangga).

"Kamu tadi ketiduran ya?"

"Iya, Kak. Kelihatan ya?"

"Makan, yuk. Pasti belum makan."

"Nggak usah deh Kak, aku mau langsung pulang, mau nyalin ini."

"Nggak boleh nolak. Ini tanda kamu berterima kasih sama aku, harus mau aku traktir makan."

Setelah bercakap ke sana ke mari, Adam berhasil meyakinkan Gangga untuk makan bersama. Mereka pun keluar dari arena stand-stand display UKM.

Bersamaan dengan itu, display UKM resmi ditutup. Para pengurus segera membereskan perkakas.

Kendrik masih berdiri di samping stand. Dia menyaksikan semua interaksi Gangga dan Adam. Dia telah kalah start.

"Senpai* Ken, makasih banget udah bantu acara hari ini. Yang beres-beres biar kami aja."

"Oh ya ya, kalau gitu aku cabut dulu ya. Osh**."

"Osh, senpai."

Kendrik keluar dan melewati sebuah warung tenda pecel lele. Gadis amber dan seniornya sedang menikmati pecel lele di sana.

Sialan! (Kendrik).

***

Jumat, 2 Juli 20xx (1 bulan kemudian)

Perkuliahan sudah berjalan. Kendrik juga telah diterima menjadi staf laboratorium FMIPA Universitas Vanguard.

Gedung D02

Gangga sedang duduk menunggu jadwal kuliah selanjutnya yang masih 30 menit lagi. Adam sang senior, menghampirinya.

Setelah sebulan lalu berhasil menjadi pahlawan, dia terus saja mendekati Gangga. Dengan gaya rayuan versi jadul hingga versi modern telah dicoba. Namun sayang, Gangga belum memberikan tanggapan yang berarti.

Itu membuat sekelompok mahasiswi yang menamakan diri mereka geng manja iri terhadap Gangga.

"Ngga, kamu ada acara nggak malam minggu besok?"

"Ada, Kak. Eh maaf, aku ke toilet dulu ya. Udah nggak tahan."

Gangga berlari ke toilet. Di samping toilet, geng manja yang terdiri dari 3 orang sedang bergosip. Dia pun menguping karena mendengar namanya disebut.

"Dari waktu ospek itu, aku udah ngincer Kak Adam, eh malah dia deketin si cewek nggak jelas itu. Siapa namanya? Gangga? Nama yang aneh."

"Kayaknya dia pake semacam susuk atau apa gitu deh Beb, soalnya kalau dilihat-lihat penampilannya biasa banget. Beda sama kita-kita yang modis to the max."

"Iya Beb, cantikkan kamu ke mana-mana. Yakin!"

"Dan dia nggak tahu diri banget ya. Udah biasa banget bukannya bersyukur disenengin sama senior idola, malah ditolak. Sok jual mahal gitu nggak sih?"

"Kalau yang satunya yang sering bareng sama dia itu cantik, modis."

Mereka mulai membicarakan gadis cemerlang yang saat ini menjadi satu-satunya teman Gangga. Jika berjalan bersama, Gangga dan si gadis cemerlang itu terlihat jomplang alias timpang seperti bus oleng karena berat penumpang di satu sisi.

"Hey, di toilet kok ngelamun. Tar kesambet lho." Si gadis cemerlang itu mengagetkan Gangga. "Kenapa sih?"

Gangga menggeleng.

Gadis cemerlang itu samar-samar juga mendengar suara geng manja sedang bergosip. Gadis itu keluar dan langsung berdehem di hadapan mereka.

Mereka pun bubar jalan. Gadis itu kembali ke toilet.

Gangga dan gadis itu tertawa bersama.

Di hadapan cermin di toilet, Gangga memperhatikan dirinya sendiri. Dia membenarkan perkataan geng manja itu.

Dia merasa penampilannya memang sangat biasa. Dia mengenakan kaos putih lengan pendek ditambah luaran kemeja kotak-kotak yang lengannya dilipat hingga ke siku.

Sedangkan di sampingnya, mahasiwi cantik itu mengenakan blouse chiffon warna nude. Simple namun sangat cantik.

Mereka berdua memiliki kesamaan yaitu sama-sama risih jika digoda oleh senior. Dan, sama-sama risih dengan rumpian unfaedah.

"Tugas yang kemarin gimana, Ngga?"

"Aku udah nulis draftnya kok."

***

Minggu, 4 Juli 20xx

Kos Seruni, malam hari

Gangga sedang mengetik tugas dengan ponselnya karena dia tidak memiliki komputer lempit*** mau pun komputer duduk. Saking asyiknya mengetik, dia tidak menyadari daya di ponselnya sudah hampir habis.

Dan, mati.

"Aaarrrggghhh, ketikanku!"

Gangga menancapkan kabel pengisi daya sambil komat-kamit mengucapkan doa semoga ketikannya bisa diselamatkan. Setelah terisi 3% Gangga mencoba menghidupkan ponselnya dan mencari file ketikan tugasnya.

Hilang ...

Tertulis di sana 'VPS office can't recover your file because the program exited unexpectedly'.

"Aaarrrggghhh!!!"

~

Rumah Orang Tua Daniel

Karen dan Daniel menghelat acara syukuran kelahiran Darren. Sebenarnya, Sabtu malam kemarin, mereka sudah mengadakan acara formal memperingati 35 hari kelahiran Darren dilanjutkan membagikan kue.

Malam ini, mereka mengadakan makan malam yang dihadiri orang terdekat saja.

"Stel, kamu ngapain mondar-mandir gitu?" Tanya Bu Seli kepada anak bungsunya. "Bantuin kakakmu jaga Darren, atau bantuin Mami siapin makanan."

"Ntar dulu, Mi. Aku lagi bingung, Mi. Aku suruh temenku ke sini ya."

"Iya, suruh ke sini aja. Ini kan acara nyantai. Sekalian disuruh makan bareng kita aja, nanti."

"Oke, Mi."

Tak lama kemudian, makanan sudah siap. 11 orang beserta anak-anak yang masih kecil sudah siap untuk memulai makan malam.

"Stel, temen kamu datang jam berapa?"

"Bentar lagi, Mi."

Terdengar suara motor berhenti di halaman rumah.

"Nah itu kayaknya, Mi." Stella keluar dan menjemput temannya.

"Nah, ayok kita makan dulu."

"Aku nggak enak Stel, aku tunggu di luar aja ya."

"Ish!" Stella menarik temannya.

Dengan terpaksa dan malu-malu, temannya itu akhirnya bergabung bersama para kerabat.

"Hai semua, ini temenku namanya Gangga," ucap Stella memperkenalkan.

Kendrik terkejut karena teman yang dimaksud Stella adalah gadis pujaannya. Semua seperti mimpi baginya bisa bertemu di sini dengan gadis ini. (Berterimakasihlah pada author :'D ).

Oh, namanya Gangga. Bukan Gambas? (Kendrik).

Teka teki ter-rumit abad ini tentang nama gadis itu terpecahkan juga. Sebelumnya, dia mencari-cari kesempatan untuk berkenalan namun selalu saja gagal.

Dan kini kesempatan terbuka sangat lebar. Jika dilewatkan begitu saja, maka Kendrik adalah orang ter-oon di seluruh galaxy bimasakti ini.

Kendrik mengulurkan tangannya. "Aku Kendrik."

Gangga menerima uluran tangan laki-laki yang tak asing itu. "Lhoh, Kakak yang ..."

"Iya." Main iya-iya saja, padahal bisa saja Gangga mengucapkan kata tak mengenakkan seperti 'kakak yang predator itu ya?' atau 'kakak yang barbar itu ya?'

"Kalian temen apa?" tanya Bu Seli.

"Sejurusan, Tante. Sekelas juga," jawab Gangga.

"Oh sastra Jerman?"

Gangga dan Stella mengangguk.

"Buongiorno," kata Kendrik yang disambut tawa semua orang.

"Itu Italy, Ken," kata Karen yang masih dengan suara terpingkal-pingkalnya.

"Uhm, bonne nuit?"

"Itu Perancis," kata Stella.

"Terus apa dong, Gangga?" tanyanya pada gadis itu.

"Wueee."

"Wueee."

Semua yang di sana bersorak menyaksikan first move Kendrik.

"Guten abend," jawab Gangga singkat.

~

Setelah selesai makan malam, semua berkumpul di ruang keluarga. Karen memberikan sambutan dan ucapan syukur.

"Terimakasih banget semua bisa kumpul di sini. Saya bersyukur banget bisa melewati masa-masa sulit saat melahirkan Darren. Dan ucapan terimakasih tak terhingga saya ucapkan untuk adik saya tercinta, Kendrik yang telah menyelamatkan hidup saya dengan sumbangan darahnya. Nggak tahu lagi gimana kalau nggak ada kamu, Ken."

Disanjung di depan pujaan hati? Kendrik sekarang serasa seperti balon berisi gas helium yang terbang hingga kepalanya menyundul langit-langit ruangan itu.

Score, Ken. Awal yang mulus. Nggak sia-sia aku nyumbangin darah buat Sukaren Markoreng. (Kendrik).

~

Setelah sambutan selesai, mereka mengobrol santai.

"Sekarang kamu berhutang seumur hidup sama aku, Sukaren Markoreng."

"Heh kalau kamu ngungkit terus, aku kembaliin juga nih!"

"Emang bisa?"

"Aku masih nifas. Kamu mau minta berapa liter? Terus tranfusinya mau gimana? Pake selang apa diminum langsung?"

"YA TUHAN!" pekik Kendrik.

"Gangga, kamu denger barusan? Tuhan aja dibentak sama Kendrik," kata Karen sambil tersenyum menang.

Koreng sialan! (Kendrik).

Stella menenteng laptop dan menarik Gangga keluar dari rumah. "Kita kerjain tugas di gazebo luar aja yuk."

Gangga dan Stella pun keluar dari sana dan mengerjakan tugas di luar. Sepeninggal 2 gadis itu, semua orang di ruangan mengeroyok Kendrik, tak terkecuali Bu Puri, mamanya sendiri.

"Jadi itu yang bikin kamu kelimpungan?" kata Bu Puri.

Kendrik hanya mengusap tengkuknya.

"Semangat Ma Men, dapetin cinta itu butuh perjuangan dan kesabaran, jangan gegabah," kata Karen.

"Kok pada gitu sih, siapa juga yang lagi dalam masa perjuangan? Kita kan udah merdeka," bantah Kendrik.

"Ken, semua orang tahu kalau kamu suka sama tuh cewek. Pesenku, jangan terlalu agresif, nanti orangnya takut sama kamu."

Akh, kalau nggak agresif tar lepas lagi kayak si Monica. (Kendrik).

Kendrik mengingat Monica, cinta lamanya yang lepas karena kelambatan dirinya mengungkapkan cinta.

~

Stella masuk ke kamar dan keluar lagi membawa sprei.

"Buat apa Stel?" tanya Kendrik yang gerak cepat menangkap segala peluang.

"Ini mau dipinjem Gangga."

"Biar aku yang bawa," pinta Kendrik.

Semua yang di ruangan itu bersorak. Stella menyerahkan sprei itu dan mengambil cemilan untuk dibawa keluar.

Di luar Kendrik menghampiri Gangga yang sedang komat-kamit dalam bahasa Jerman.

"Ngapalin jampi-jampi ya?" kata Kendrik sembari memberikan sprei.

"Latihan presentasi, besok presentasi eh ketikan di handphone tadi ilang. Kepaksa ke sini," jawabnya dengan ekspresi datar.

Ada yang berbeda dari gadis ini. Seingat Kendrik, dia adalah gadis yang mudah tersenyum bahkan padanya saat akan meminjam kecap dan saos beberapa bulan lalu.

"Ehm, apa kabar temen kamu? Kamu dulu bareng sama temenmu yang kamu panggil 'Kubis' kan?"

Seketika raut wajah Gangga berubah. Dia menatap Kendrik sembari tersenyum kecil. Namun bukan senyum ceria melainkan senyuman perih. []

~

Setiap waktu engkau tersenyum

Sudut matamu memancarkan rasa

Keresahan yang terbenam,

kerinduan yang tertahan

Duka dalam yang tersembunyi

jauh di lubuk hati

('Kupu-kupu Kertas', Ebiet G Ade)

Jogja, 1 Oktober 2021

***

Footnote

*senpai: sebutan untuk karateka yang lebih senior

**Osh: sapaan untuk sesama karateka

***Lempit: (bhs jawa) lipat