Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SVETA

CadisLuz
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
Synopsis
Setelah kejadian di Negeri Andaraz, Dioz, Victor dan Zeta memutuskan untuk berburu bagian-bagian tubuh Raja Raznarak yang tersebah di berbagai wilayah. Tapi yang paling dicari adalah jantungnya. Namun, rupanya bukan hanya mereka saja yang mencarinya. Masing-masing negeri juga mengirim kesatria terbaik mereka untuk mencari jantung milik Raja Raznarak.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1

Pagi itu Dioz berjalan dengan susah payah memasuki sebuah desa kecil, tatapan matanya kosong, penampilannya bahkan sangat tidak enak dilihat, rambutnya kusut, ada beberapa lembar daun yang terselip di sana, pakaiannya juga ada noda tanah bahkan di wajahnya. Dia bahkan tidak mengenakan sepatu, kakinya kotor.

Ia lalu mendekati sebuah kedai makanan. Pemuda itu kelaparan, namuan pemilik kedai bahkan tidak mengijinkannya masuk, dia mengira jika Dioz itu orang gila. Dioz langsung diusir, tanpa perlawanan Dioz pergi mencari siapa saja yang mau memberikan makanan gratis padanya.

Duapuluh menit Dioz sudah berjalan dengan tubuhnya yang lemas dan wajah yang pucat. Meski begitu tidak ada orang yang memberikan makanan atau bahkan minuman hangat sekalipun, pemuda itu terlihat sangat menyedihkan. Dioz terus berjalan meski pelan hingga sampai di tempat yang ramai. Orang-orang terdengar bersorak. Rupanya di sana ada sebuah perkelahian yang dijadikan taruhan warga desa.

Dioz tanpa sadar masuk dalam kerumunan penonton yang mulai mengumpulkan uang untuk taruhan. Ketika dia dimintai uang, Dioz tidak menjawab apa-apa, hingga membuat orang yang meminta uang taruhan padanya kesal dan pergi melanjutkan tugasnya meminta uang dari para penonton yang lain.

Kerumunan itu membentuk lingkaran untuk menonton seorang lelaki bertubuh kekar berkelahi dengan laki-laki lain yang bertubuh kurus. Orang-orang bertaruh jika lelaki bertubuh kurus itu akan kalah dan bertubuh kekar yang menang. Hingga waktu berjalan hampir satu jam, memang lelaki betubuh kurus itu menjadi bulanan si tubuh kekar, dia sudah babak belur, wajahnya bahkan sudah bengkak dan hampir sulit dikenali. Orang-orang bersorak bahwa si tubuh kekar menjadi pemenang, itu seharusnya sudah jelas ketika si tubuh kurus sudah terbaring tidak berdaya.

Orang-orang mulai bersorak gembira melihat lelaki betubuh kurus itu terbaring lemas di tanah. Namun ... kesenangan itu hanya sementara, semuanya terdiam saat melihat lelaki tubuh kurus bangkit, bahkan─meski wajahnya dipenuhi memar terlihat jelas dia tersenyum meremehkan si kekar. Lalu secara perlahan tapi pasti luka dan lebamnya menghilang hanya dalam beberapa detik. Itu seperti dia sembuh seketika.

Si tubuh kurus itu lantas terbahak melihat ekspresi tercengang orang-orang di desanya, terutama si tubuh kekar. Dia merentangkan tangan lalu berkata, "ayo, pukul aku lagi. Bukankah selama ini kalian menikmatinya? Melihatku tersiksa?" dia terbahak lagi.

"Kalian itu lucu sekali, bukankah menganiaya diriku menjadi sebuah kesenangan untuk kalian? Sekarang, ayo lakukan! Kalian juga tidak perlu khawatir aku akan mati ... ah, maaf, kalian bahkan tidak bersedih saat melihat ibuku sekarat, jadi kalian juga tidak akan sedih jika aku mati. Tapi, lihatlah aku sekarang, kalian bisa memukuliku sesuka hati kalian, aku tidak akan mati." Dia tertawa hingga membuat si tubuh kekar menelan ludah dan sedikit gemetar pada kakinya.

"Kau ... kau bukan lagi manusia. Kau harus kubunuh!" Lelaki betubuh kekar mengambil belati milik salah satu penonton yang kebetulan membawanya. Dia menyerang si tubuh kurus dan merobek perutnya hingga isi perut keluar berceceran, si tubuh kurus muntah darah.

Orang-orang di sekitar mulai menjauh, seolah mereka tau apa yang terjadi dengan si tubuh kurus. "Dia mengerikan, lebih baik kita semua lari!" teriak salah satu penonton diikuti dengan riuh ketakutan penonton lainnya.

Hanya dalam sekejap tempat itu menjadi sepi, bukan berarti mereka semua benar-benar pergi, mereka melihat dari kejauhan dan mengintip dari balik rumah-rumah, karena ada tiga orang yang tidak pergi. Si tubuh kekar, si tubuh kurus dan Dioz. Dia masih berdiri degan tatapan kosong.

Si tubuh kekar tidak bisa melarikan diri, kini tubuhnya kaku saat melihat si tubuh kurus masih bisa tertawa sambil mengambil isian perutnya di tanah lalu memasukannya lagi ke dalam perut, dia mengusap beberapa kali di perutnya yang robek itu, lalu luka itu sudah tertutup dengan sempurna.

Gemetar tubuh si kekar hingga tanpa sadar dia menjatuhkan belati yang sudah berlumur darah itu.

"Kau menjatuhkan belatimu, Tuan." Si tubuh kurus berjalan perlahan mendekati si tubuh kekar, lalu ia menusuk dada si tubuh kekar dengan tangannya, mencengkeram yang berdetak, lalu menariknya keluar.

Untuk beberapa detik si tubuh kekar masih melihat wajah si tubuh kurus yang tersenyum. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku," katanya. Lalu pandangan si tubuh kekar gelap, diapun mati dalam keadaan yang mengenaskan. Si tubuh kurus menggenggam erat jantung itu hingga hancur. "Aku jelas dalam misi mencari jantung, tapi bukan jantung ini yang diinginkan Tuanku."

Si tubuh kurus itu lalu menoleh ke arah Dioz yang masih berdiri dengan tatapan kosong, dia mendekati Dioz dan meraba dadanya.

"Ah, detak jantung yang aneh dan ... tidak asing." Si tubuh kurus itu akan menusuk dada Dioz dengan tangannya, seperti yang dilakukannya pada si tubuh kekar namun hal itu gagal saat Dioz mencengkeram erat pergelangan tangannya.

Pandangan kosong Dioz kini berubah menatap tajam si tubuh kurus. "Kau ...."

"Kekuatan apa ini? Dia pasti bukan manusia biasa, atau dia memang bukan manusia?" pikir si tubuh kurus. "Siapa kau?!"

"Aku? ... aku adalah orang yang tidak menyukai makhluk menjijikan sepertimu!"

"Apa?! Bangsat kau!" si tubuh kurus menyerang Dioz.

Perkelahian mereka cukup singkat dengan mudah Dioz mencengkeram lehernya lalu meremasnya, si tubuh kurus berteriak kesakitan sebelum akhirnya kepalanya terpisah dengan tubuhnya.

"Menjijikan sekali, jangan pernah muncul dihadapanku lagi!" ucap Dioz.

Dioz lalu mengendus, matanya berbinar saat dia mencium aroma makanan. Dia lantas menuju rumah yang tidak jauh dari situ, lalu membuka pintunya. Dioz sendiri lupa untuk mengetuk pintu rumah dan meminta dengan sopan seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.

"Makanan," Dioz menelan ludah saat melihat sup yang masih hangat di meja. "Akhirnya ...."

Seorang wanita paruh baya pemilik rumah yang sedang meletakkan semangkuk sup di meja cukup terkejut melihat pintunya terbuka tiba-tiba, namun setelah melihat pemuda yang begitu menginginkan sup hangat, dia menghela napas. "Apa kau lapar?"

"Ah, maaf, aku –"

"Kau boleh bergabung dengan kami jika kau mau."

"Sungguh?"

Wanita itu tersenyum dan mengangguk. "Tapi, kau harus mencuci tanganmu lebih dulu."

Dioz lantas menyadari jika tangannya yang berlumuran darah itu sejak tadi ternyata membuat gadis kecil yang berdiri di belakang wanita pemilik rumah ketakutan.

Orang-orang yang bersembunyi mulai keluar, perlahan mereka mendekati rumah yang didatangi Dioz, mereka mulai mengintip dari jendela dan pintu rumah. Beberapa detik kemudian orang-orang itu menarik Dioz keluar dan menyerangnya.

Satu jam kemudian Dioz sudah duduk sembari memakan perlahan sup hangat meski dengan wajah memar, luka di bibir, juga kepala diperban. Bukannya Dioz tidak bisa melawan, tetapi dia tidak ingin melukai warga desa. Lalu setelah tau jika Dioz tidak memiliki niat buruk orang-orang yang tadi menyerang, mereka berdiri dan membungkuk meminta maaf, mereka mengira jika Dioz adalah orang jahat seperti Evil.

"Siapa Evil?" tanya Dioz.

"Dia lelaki kurus yang kau bunuh."

"Oh, jadi namanya Evil. Tapi, maaf, aku tidak membunuhnya."

"Apa?! Tapi kepalanya ...."

"Itu tidak cukup untuk membunuh makhluk sepertinya karena dia bukan lagi manusia. Dia sudah mengikat kontrak dengan seorang Raznarak, dia sudah sepenuhnya menjadi pengikutnya dan mendapatkan kekuatan, hal seperti itu tidak akan mempan, kalian bisa melihat buktinya, silakan keluar dan periksa mayatnya."

Mereka lantas keluar dan melihat tempat bekas perkelahian, mereka terkejut saat tidak ada mayat Evil di sana. Lalu mereka kembali dengan wajah tidak percaya.

"Meski begitu, aku yakin Evil tidak akan kembali ke sini. Dia sudah mengikat kontrak, dan hanya boleh bergerak ketika Tuannya menyuruhnya. Lagipula di desa kecil ini tidak ada yang menarik perhatian Raja Raznarak."

"Kontrak? Apa maksud anda?"

"Seorang ras Raznarak mempunyai kuasa mengikat kontrak dengan seseorang dari ras lain, yang artinya ras lain menjadi babunya. Harus menuruti semua peritahnya. Mereka yang mengikat kontrak dengan ras Raznarak akan memiliki kekuatan yang hampir sama dengan Tuannya."

"Tapi, kami baru kali ini melihat orang yang melakukan kontrak dengan Raznarak. Selama ini hanya ada berita simpang siur mengenai hal itu. Kami cukup terkejut melihat Evil seperti itu. Selama ini dia adalah anak yang baik, tapi sejak ibunya meninggal dia menjadi pemurung."

"Anak yang baik? Memangnya seperti apa anak baik versi kalian?"

"Ah ... itu ... ya, anak seperti Evil, dia suka membantu tetangganya, ramah, dan tidak pernah mengeluh."

Dioz diam, dia menatap satu persatu mata orang-orang itu, merekapun menghindari tatapan Dioz, hingga mereka mengalihkan topik dengan pamit untuk pulang.

Dioz menghela napas pelan. "Mereka semua –"

"Berbohong," wanita pemilik rumah melanjutkan kalimat Dioz. "Mereka selama ini sudah memperlakukan Evil tidak baik. Anak itu harus mengurus ibunya yang sakit, dia rela kerja apapun asalkan diberi makan atau uang, meski itu sedikit. Mereka juga sering membuat Evil menjadi bahan tontonan taruhan melawan pria tubuh kekar itu. Semakin Evil terluka mereka semakin senang. Hingga suatu hari, penyakit ibunya semakin parah, dia membawanya ke tabib di desa ini, tapi tabib itu tidak mau melayani Evil karena anak itu tidak memiliki cukup uang. Aku ingin sekali membantunya, tapi kami juga miskin. Evil mencari pertolongan ke sana ke mari, tapi tidak ada pintu yang bersedia terbuka untuknya, hingga ibunya meninggal dunia dan Evil bahkan menguburkannya seorang diri, sejak saat itu dia menghilang. Sebulan kemudian, yaitu pagi tadi dia pulang dengan wajah yang bahagia, dia tersenyum, dia juga memakai pakaian yang bersih bahkan sepertinya lebih mahal daripada semua pakaian yang ada di desa ini. Namun, senyumnya itu membuat kesal orang-orang, dia bahkan menantang pria si tubuh kekar itu, dan sepertinya yang kau lihat, tontonan yang sudah lama tidak terlihat di desa ini pun terjadi."

"Apa Evil memiliki saudara?"

"Dia memang memiliki seorang adik yang masih kecil, tapi ... hey, dia tidak terlihat bersamanya hari ini."

"Dia pasti mengorbankan adiknya. Orang yang menginginkan kekuatan dari Raznarak, harus memberikan hal paling berharga miliknya."

"Astaga ... aku tidak percaya Evil melakukan itu."

"Tapi, itu kenyataannya," Dioz lalu mengganti topik. "Aku ingin bertanya, apa anda tau Negeri Andaraz?"

"Ah, meski desa ini hanya sebagian wilayah kecilnya, tapi ini sudah masuk Negeri Andaraz, mungkin maksudmu kotanya?"

"Ya."

"Kalau begitu kau bisa ikut adikku, dia akan pergi ke sana."

"Wah, itu sangat membantu, kapan dia akan pergi?"

Detik kemudian kereta kuda tanpa atap berhenti di depan rumah. Dioz pun tanpa berpikir lama segera menaiki kendaraan itu hingga membuat seorang pemuda yang duduk di bangku kusir merasa tidak nyaman.

Dalam perjalanan, Dioz dan adik wanita pemilik rumah yang sebaya dengannya hanya diam, pemuda yang menjadi kusir kereta kuda itu tampak tidak ramah, Dioz beberapa kali membuka obrolan basa-basi, tapi orang itu menjawab dengan singkat. Hingga Dioz bertanya tentang tujuan pemuda itu ke ibu kota Andaraz.

"Membeli obat yang habis."

"Obat?"

"Ya, kakakku, dia wanita yang memberimu makan itu adalah tabib di desa kami. Beberapa bulan sekali aku selalu pergi ke kota untuk belanja kebutuhan obat yang habis."

"Oh, begitu."

Dioz terdiam, ia teringat dimana wanita pemilik rumah bercerita tentang tabib yang tidak mau menolong ibunya Evil, ia lalu menunduk dengan menutup mulutnya.

"Kau kenapa?" tanya pemuda itu.

"Aku mual," jawab Dioz.

"Kau sendiri, kenapa datang ke sana?"

"Aku ...." Dioz sedikit berpikir, lalu ia menjawab, "ingin mengunjungi saudaraku."

"Memangnya orang sepertimu punya saudara dari ras kami? Kau bukan dari Andaraz, kan, aku melihatnya saat kau mencengkeram leher Evil. Manusia biasa seperti kami tidak ada yang bisa sepertimu."

Dioz menjawab dengan tertawa kecil dan menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Apa kau seorang Raznarak?" tanya pemuda itu yang sebenarnya hanya basa-basi.

Dioz mulai gugup. "Ah ... itu –"

"Aku sebenarnya tidak peduli kau dari ras apa. Jika memang kau dari ras lain, atau malah ras Raznarak, kau pasti punya tujuan lain."

"Aku hanya ingin membantu mereka."

"Aneh. Kenapa kau memihak kami?"

"Bukankah aku sudah bilang jika aku memiliki keluarga di sana? Aku hanya ingin menolong keluargaku."

"Ah, baiklah, terserah kau saja."