Di daratan yang sangat luas, yang terlihat seolah-olah daratan tersebut seperti tak memiliki ujung, seorang yang dikenal sebagai dewa kehancuran duduk seperti bersimpuh tapi dua kaki dan kedua tangannya dirantai dan setiap ujung rantai ditahan oleh satu orang yang membuatnya sulit untuk bergerak, dan pedang pedang yang tak terhitung jumlahnya tertusuk di tubuhnya, darah terus mengucur dari tubuhnya hingga membuatnya bermandikan darah, ia juga dikelilingi oleh orang-orang dengan aura yang mengerikan.
Sembilan orang yang ada di sekelilingnya tertawa bahagia dan terlihat sangat senang melihat dewa kehancuran yang tak berdaya di depannya, seorang pria yang berdiri di depan dewa kehancuran menarik pedang yang tersarungkan di punggungnya lalu mengacungkan pedang itu ke arah sang dewa kehancuran, ia membuka mulutnya dan berkata.
"Kau pasti tidak pernah menyangka akan dikhianati oleh orang yang kau anggap sahabatmu sendiri, Akan kuberi tahukan suatu fakta," terlihat sedikit senyuman di wajahnya saat berbicara, "kami sebenarnya tidak pernah menganggapmu sebagai sahabat," ucap pria itu sambil tertawa dengan ekspresi yang terlihat menjijikan.
seketika orang-orang yang berada di sekelilingnya mengeluarkan suara, "hahaha...!," Dan mereka berekspresi sama seperti pria itu.
Dewa kehancuran membuka mulutnya lalu mengeluarkan suara, "Ke... Kenapa..." Ia bertanya dengan terengah-engah.
seorang wanita mengeluarkan suara, "kenapa?," Ucapnya, Wanita itu sangat cantik dan memiliki tubuh yang sangat menarik auranya yang memancarkan cahaya suci seolah-olah dia adalah wanita yang sangat sempurna dan memiliki hati yang baik, tapi entah mengapa tatapannya terhadap dewa kehancuran menyiratkan rasa benci.
Wanita itu datang ke arah mereka berdua, lalu berdiri di depan dewa kehancuran yang bersebelahan dengan orang yang mengacungkan pedang.
Dewa kehancuran mengeluarkan suara, "de... Dewi.... Dewi cahaya..." dengan terengah-engah.
Wanita itu langsung menarik kerah baju dewa kehancuran dengan keras "kau tanya kenapa?, itu sudah jelaskan?, kenapa kau harus bertanya lagi?" Ucapnya dengan kemarahan yang terlihat jelas diwajahnya.
Sang dewa kehancuran masih belum mengerti apa yang membuat mereka sampai tega membunuhnya,
Dewa kehancuran mengeluarkan suara, "ap... apa... yang... kam... Kamu... maksud... kan?, A... aku... sama se sekali... tidak... mengerti... Buhuk uhuk uhuk!," Ucapnya dengan terengah-engah lalu batuk keras hingga mengeluarkan darah dari mulutnya.
Lalu sang Dewi melepaskan kerah baju dewa kehancuran, dia menolehkan wajahnya ke arah pria yang mengacungkan pedang lalu mengangguk ringan, dia mengangkat badannya dan berbalik ke belakang lalu melirik sang dewa, "pikirkan sendiri," setelah mengatakan itu dia langsung beranjak pergi.
Sebuah pedang di arahkan ke bagian belakang lehernya, sebelum sang dewa membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu terdengar suara dari belakang, "maaf kawan aku tidak tertarik untuk mendengarkan kata kata terakhirmu, selamat tinggal sahabatku hahaha!," pedang itu memenggal kepalanya hingga putus.
Di akhir kesadarannya sang dewa merapal suatu mantra sihir.
***
Hari ini tidak terlalu dingin ataupun panas terik, di puncak gunung, terlihat seorang pemuda yang ramping memiliki wajah yang sedikit terlihat tampan, tertidur di puncak gunung, tapi mengenakan jubah dengan beberapa sobekkan dan tampak kotor, dia tidak terlalu tinggi namun memiliki kulit yang sedikit cerah.
Ia membuka matanya dan melihat cahaya yang sangat menyilaukan, ia berkedip sesaat karena cahaya itu, dan dia mengangkat tangan kanannya dan menutup cahaya yang menyilaukan itu dengan telapak dan jari-jari tangannya, ia memegang tanah menggunakan tangan kiri lalu mendorong tanah itu hingga membuatnya terduduk.
"Ha... Hahaha... Berhasil..." Dia menghela nafas. tidak heran karena tubuh ini bukan tubuh asliku, tapi sepertinya ada semacam energi yang berbeda dari energi sihir yang mengalir di tubuhku?>