Sekarang, kita sama.
Kita saling beradu keahlian dalam kecewa. Aku pun mengakui, jika aku yang seringkali. Dan betul sekali, ia sudah teramat bosan. Beruntungnya aku karena ia masih perduli.
Tapi sungguh tak bisa dipungkiri, kisahnya sama denganku.
...
-flashback-
Waktu itu, orang ini adalah dia yang sedari kecilnya tak selalu senyum bahagia. Meski bukan jadi tolak ukur hidup, tapi ia sering tak diajak bicara. Sebut saja namanya ranu. Saat menjadi kanak-kanak, ia sering melamun di halaman rumahnya sambil melihat kakinya yang berpijak.
Telinganya hampir tuli, mendengar teriakan dari orang yang harusnya mengayomi.