Matahari yang indah telah memunculkan cahaya-nya. Pagi ini aku seperti terlahir kembali setelah semua masa yang manis dan pahit itu, dimana aku tidak terlalu mengingatnya. Pagi ini sepertinya akan berjalan dengan lancar.
Setelah terbangun aku bersiap untuk pergi ke sekolah baru yang akan menjadi keseharianku, mungkin terdengar berlebihan tapi aku sangat bersemangat hari ini.
"Bu aku berangkat. " Pamitku pada ibu.
"Iya hati hati dijalan ya." Saut ibuku dari dapur.
Kesekolah aku berjalan kaki, alih alih agar badanku sehat tapi alasan sebenarnya karna aku ingin menyapa orang orang di komplek rumahku.
"Mungkin hari ini aku beruntung." Pikirku.
Tapi kita tahu cara kerja dunia tidak seperti itu.
"Woy! Bocah, berani-beraninya lu lewat sini!! Udah bosen idup kayaknya." Kata preman pasar mengangkat kerahku dengan muka yang menyeramkan.
Salahku karna melewati gang yang rawan akan pungli seperti ini, tapi skenario ini...Terlalu lawas bukan?
"Maap bang, ngga nyari masalah kok." menghindar dengan kata kata lawas.
"Kalo lu gamau bonyok di muka, sini duit lu semuanya! " katanya.
Saat ini dipikiranku hanya satu, bagaimana bisa melawan 1 orang hanya dengan menggunakan buku paket yang ada di tasku. Kalau aku pukul di kepala bisa gegar otak ringan dan aku yang disalahkan.
"Yaa monmaap nih bang, gua bukannya gamau ngasih tapi emang gua kere." kataku pasrah.
"BUKAN URUSAN EUG BOS! Yang pasti gua butuh duit lu!" Katanya menegaskan lagi.
Jalan buntu, aku sepertinya harus memberikan semua uang jajanku hari ini yang bisa dibelikan siomay dan semacamnya. Sesaat aku ingin mengeluarkan dompetku datang cewe dengan warna mata biru cerah dari belakang berandal tersebut.
"Abaang~ lagi ngapain sih." kata cewe itu seakan merayu.
"Hah?!" Melihat wajah yang tidak asing bagi nya. "Eh~ neng lia, ngga kok ini cuma lagi malakin orang."
HAH?! monmaap bang mana ada orang normal yang bakal bilang kalo dia lagi malakin orang dan bilang itu didepan orang lain gelo.
"Ih gaboleh malak malak, gabaik. Mending abang turunin ini anak sekarang daripada kupanggil bapakku." Seraya tersenyum.
Dan anehnya orang ini menurut dan menurunkanku.
"Maap neng kebiasaan hehe, jangan panggil pak Retno yang neng." Dan pergi meninggalkan kita berdua.
Kondisi aneh untuk kabur dari preman dan cewe ini terus menatapku seakan mengenalku, padahal aku tidak mengenalnya.
"Kalo pagi jangan lewat sini, biasanya preman preman bakal malak anak anak sekolah yang lewat, lagi kenapa lu bisa lewat sini sih?"
"Katanya kalau lewat sini bisa lebih cepet ke SMA Negeri Kebocoran."
Aku tau pikiran kalian, nama sekolah yang aneh bukan. Aku juga berpikiran seperti itu 3 hari yang lalu.
"Yaudah kita bareng aja."
"Emang kita satu arah?"
"Kita satu sekolah dablek, lu galiat emblem dibaju gw?"
Terbanjiri fakta, aku tidak bisa membalas perkataanya. Dan setelah itu kita berjalan ke sekolah berdua.
.
.
.
.