Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

IUTM

R_Sheehan
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.8k
Views
Synopsis
Olivia dipaksa mengkhianati sang tunangan demi menyetujui menjadi istri Lucian yang dikenal sebagai CEO dari perusahaan real estate Hartigan Grup. Di bawah penindasan pria berkuasa itu, Olivia tak punya pilihan selain menyerah agar dijadikannya istri rahasia. Suatu ketika, saat Olivia mencoba untuk kabur dari jerat sang CEO, pria itu menangkapnya lalu membawanya ke sebuah hotel milik pria tersebut. Dibawah kungkungan intim pria tampan itu, Olivia menggigil ketakutan saat bisikan sensual bernada ancaman terdengar di telinganya. "Jika kau kabur dariku lagi, aku tak akan segan mengurungmu di kamarku dan melecehkanmu sepuas yang aku mau. Kalau kau tak percaya, cobalah!" "Ak-Aku akan melaporkanmu pada polisi!" "Atas tuduhan apa? Ingat, kau adalah istriku. Melakukan hubungan intim di antara pasangan yang sudah menikah tidak dilarang di negara ini." Lucian berkata dengan seringai licik.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

"Tolong, biarkan saya tinggal di sini untuk sementara waktu, Mbak. Saya mohon. Saya janji akan melunasi tunggakan uang sewanya."

Di atas lantai yang dingin, Olivia berlutut di depan seorang wanita dewasa yang dia panggil dengan sebutan Mbak.

"Olivia, aku ini butuh makan, menunggu kau yang tidak kunjung membayar kamar kos hampir dua bulan ini, aku sudah kadung tak sabar. Kau terus menerus berjanji padaku, minta kelonggaran waktu, tapi setelah waktu ku tagih seperti biasa, kau beralasan selalu tak punya uang."

"Karena memang waktu itu aku sedang tidak punya uang, Mbak." kata Olivia berusaha menjelaskan keadaannya yang benar-benar terpuruk. Tetapi seakan wanita itu tidak percaya lagi padanya, penjelasannya berakhir menjadi angin lalu.

Tak berdaya, bingung, sedih dan marah merupakan perasaan campur aduk yang dirasakan Olivia. Dengan keadaannya yang begini, dia banyak menyesali apa yang sudah terjadi padanya. Seandainya ... seandainya dia bisa kembali ke masa itu, dia berharap tidak perlu menunggu pria itu jika balasan yang dia dapatkan adalah seperti ini.

Pemilik kos itu memalingkan mukanya begitu dia melihat lantai di kakinya basah. Hatinya bergetar sakit karena rasa bersalah atas apa yang dia lakukan kini. Andaikata dia tidak diancam oleh orang itu, dia tidak akan setega ini mengusir Olivia dari tempatnya.

Awal dirinya bersedia menempatkan satu kamarnya untuk ditempati oleh gadis itu tak lain karena pembawaan Olivia saat pertama kali mereka bertemu. Selama ini dia mengenal betul seperti apa Olivia saat mereka bergaul. Selain cantik dan baik, Olivia juga sangat ramah pada orang lain, termasuk kepada para penghuni kos di gedungnya. Itu sebabnya dia tidak mempermasalahkan jika Olivia terlambat membayar biaya sewa sebulan lalu. Akan tetapi kini, dia harus menggertakkan gigi serta mengeraskan hatinya untuk mengusir Olivia dari gedungnya tidak peduli apapun caranya.

Dia hanya tidak punya pilihan saja kini. Seandainya dia bisa, dia tidak mungkin berbuat sampai sejauh ini untuk menyakiti gadis layaknya Olivia. Namun kedatangan pria berpengaruh itu dengan ancaman yang dibawanya menyebabkan dia tak berkutik, tidak dapat membantah jika pertaruhannya atas penolakannya adalah kemakmuran keluarganya sendiri serta hancurnya bisnis yang sudah dikelola selama bertahun-tahun.

Olivia mengelap air matanya menggunakan lengan baju yang ia kenakan sebelum kemudian kembali bicara untuk meyakinkan wanita pemilik kos tempatnya menyewa. "Mbak, sekali ini saja, saya mohon biarkan saya tinggal disini untuk sementara waktu. Saya berjanji akan segera melunasi biaya sewanya. Mbak tahu sendiri kan kalau saya baru kali ini saja yang telat bayarnya, biasanya saya___"

"Liv, perkataanku yang mana yang membuatmu tidak mengerti juga?" Sang pemilik kos itu menyela perkataan Olivia yang belum selesai gadis itu ucapkan. "Aku mau kau kosongkan kamar ini segera. Tidak ada negosiasi lagi. Apa kau paham sekarang?"

Aku tidak mau mengerti, batin gadis itu menjawab sedih. Bila hari ini dia pergi dari sini, ke mana dia akan pergi? Selain kamar sewa ini, dia tidak punya tempat lain untuk didatangi. Selain itu, bukankah wanita di depannya ini mengerti betul akan keadaannya yang melarat? Lalu mengapa tiba-tiba saja berubah sikap menjadi keras terhadapnya?

"Saya mohon, Mbak...."

Gadis itu bahkan menangkup kedua tangannya memohon dan menata dengan kedua matanya yang dipenuhi tangis, tapi pemilik kos itu tak bergerak sama sekali.

"Saya mohon..."

"OLIVIA!"

Tak tahan mendengar permohonan menyedihkan itu lagi, wanita itu berteriak keras hingga mengakibatkan gadis itu tersentak kaget.

Olivia begitu terkejut hingga tubuhnya gemetaran keras.

"Tolong, pahamilah keadaanku. Jangan paksa aku berbuat lebih jauh daripada ini padamu." tegasnya tak mau dibantah. Sudah cukup baginya melihat tangis Olivia yang menyedihkan. Dia tidak punya niatan untuk menyakiti gadis baik hati ini. Namun keadaan lah yang memaksanya.

Dikarenakan tidak ada kesempatan untuk bernegosiasi lagi, Olivia terdiam dengan bibir bergetar keras akibat isaknya barusan. Meski air mata sudah kering dari pelupuk mata, namun kesedihan yang menghiasi wajah cantiknya tidak hilang.

Satu jam kemudian, gadis itu mengamati kamarnya yang memiliki luas 4x3. Tidak banyak barang yang harus dia kemas karena memang saat dirinya datang ke tempat ini cuma sedikit pakaian yang dia bawa. Baru lima bulan sejak ia memutuskan untuk hidup mandiri dan keluar dari rumah, tapi sekarang dia harus keluar dari kamar kosnya dan tidak punya tempat untuk pergi. Dia benar-benar tidak dapat menepati ucapannya sendiri pada sang ibu yang bersikeras mengatakan bisa hidup mandiri tanpa menyusahkan orang tuanya.

Olivia membawa satu koper berukuran sedang dan tas di tangan. Ketika dia berniat ingin mengembalikan kunci kamarnya, dia tidak melihat mbak si pemilik kos dan sebagai gantinya hanya ada suaminya yang duduk di ruang tamu.

"Mas, aku mau mengembalikan kunci sama ini, uang sewa yang telat dibayar." Olivia meletakkan kunci kamarnya beserta uang lima puluhan yang pas untuk membayar uang sewa pada pria tersebut.

"Liv," pria itu tampaknya ingin mengatakan sesuatu tapi terdiam lagi saat merasa bahwa keadaan ini tak bisa diubah.

"Ya, Mas?"

Pria itu kemudian menggeleng, "Tidak, tidak jadi." Kemudian dia mengambil uang di atas meja dan menghitungnya. Setelah sesuai, tiba-tiba pria itu menghela napas keras. Dia tidak tahan untuk tidak bertanya pada gadis itu mengapa tidak langsung membayar uang sewa jika kenyataannya memiliki uang.

"Liv, kau pegang uang tapi mengapa bilang ke Mbak mu tidak punya?"

Olivia tahu akan ditanya seperti ini, jadi dia pun tidak menutup-nutupi lagi alasannya mengapa lebih memilih berbohong waktu ditanya. "Itu tabungan buat bayar uang kesehatan, Ayah, Mas." Dan seharusnya uang itu aku pakai minggu ini, batinnya melanjutkan dengan kepala menunduk.

"Ayahmu sakit, Liv? Sakit apa? Kok, Mas tidak pernah dengar masalah ini?" tanya pria itu lagi dengan raut khawatir. Mengetahui alasan Olivia barusan membuat hati nuraninya kembali merasa bersalah.

"Sudah lama sakitnya. Tapi sekarang ayah sudah mendingan. Terima kasih perhatiannya, Mas." jawabnya berbohong. Mana mungkin bisa sembuh, jika selama enam bulan perawatan pun tidak ada tanda-tanda sang ayah kembali sadar. Mengingat ayahnya yang terbaring koma di rumah sakit saat ini memunculkan perasaan sesak di dalam dadanya. Rasanya air mata ingin mengalir keluar lagi.

Buru-buru Olivia mengangkat kepalanya demi menahan air mata yang menggenang di pelupuk mata agar tidak keluar. Karena dia merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, akhirnya dia pun meminta ijin pamit pada pria di depannya tersebut.

Sebelum pergi, pria dewasa itu mengatakan ucapan yang membingungkan Olivia.

"Liv, hati-hati ya. Kalau kau memang ada masalah, atau pernah menyinggung seseorang yang tak seharusnya kau singgung, ada baiknya jika kau meminta maaf padanya. Ini demi kebaikan dirimu sendiri."

Pada saat itu, dia tidak terlalu mengerti mengapa pemilik kosnya berkata demikian. Tak sampai akhirnya dia pergi dari gedung kosnya, dan bertemu lagi dengan orang itu, akhirnya dia paham apa maksud ucapan dari suami pemilik kosnya tersebut.