Chereads / Seiyuu No Chikara (ID) / Chapter 3 - Chapter 3 : Issho ni kurasou ka?

Chapter 3 - Chapter 3 : Issho ni kurasou ka?

Normal POV

Alven memandang layar HP-nya dengan keringat dingin. Jam sudah menunjukkan pukul 23.10 dan dia masih berada di kereta.

Aku pasti kena marah Pak Penjaga Asrama lagi nih! Pikirnya.

Benar saja, ia kena marah saat Penjaga Asrama memergokinya memanjat pagar asrama.

"Sudah berapa kali kuperingatkan jangan pulang malam-malam, tapi kau masih saja melanggar!" Pak Penjaga Asrama jengkel dengan kelakuan Alven.

"Maaf, Pak."

"Sebenarnya kau main kemana sih, sampai jam segini?"

"..." Alven tidak bisa menjawab dan hanya bisa menundukkan kepala.

"Ya sudah. Sekarang kuizinkan kau masuk ke kamar." Alven merasa lega mendengarnya. "Tapi ingat, sekali lagi kau melanggar jam malam, lebih baik kau keluar dari asrama ini!"

"I-iya, Pak." Alven pun menuju ke kamarnya.

Yabai! Alven benar-benar panik saat ini.

Saat awal-awal menjadi seiyuu dulu, ia hanya rekaman di akhir pekan saja, jadi tidak harus pulang malam. Tetapi karena saat ini sedang banyak job, hari-hari biasa pun ia harus bekerja. Karena ia sekolah dari pagi hingga siang hari, otomatis waktu yang bisa ia gunakan untuk rekaman saat ada job hanya sore dan malam hari. Sialnya, akhir-akhir ini jadwal rekamannya semakin malam sehingga ia terpaksa harus melanggar jam malam asrama. Kalau ini terus berlanjut, bisa-bisa Alven benar-benar diusir dari asrama. Mau tinggal di mana dia kalau sampai di usir?

"Haa.. haa..." Alven berlari sambil terengah-engah menuju ke asrama.

Pukul 00.50. Hari ini rekaman berlangsung cukup lama hingga Alven harus kembali melanggar jam malamnya.

Kalau tidak boleh pulang malam, pulang pagi berarti tidak masalah 'kan? Haha.. Alven berusaha menghibur dirinya sendiri, namun tidak berhasil.

Semoga saja orang itu sudah tidur, jadi aku tidak ketahuan.

Alven memanjat pagar asrama dengan hati-hati. Ia pun berhasil mendarat dengan sempurna. Di lorong pun sudah tidak ada orang. Aman. Pikirnya.

Namun, begitu ia sampai di depan kamar, Pak Penjaga Asrama sudah menunggunya dengan tampang sangar seperti biasanya. Tidak, kali ini jauh lebih menakutkan dari biasanya. Alven menelan ludah. Pak Penjaga Asrama berjalan mendekati Alven. Keringat dingin menetes di pelipis seiyuu muda itu.

"Selamat menikmati malam terakhirmu di asrama. Lusa barang-barangmu harus sudah dipindahkan dari kamar ini." Tegas dan jelas. Alven shock mendengarnya.

Penjaga Asrama meninggalkan lokasi tampa memberi kesempatan Alven melakukan pembelaan. Bagaimanapun juga peraturan tetap peraturan, dan Alven sudah melanggarnya untuk yang ke sekian kalinya. Sekarang tiba saatnya ia harus menanggung konsekuensi.

Keesokan harinya Alven berangkat ke sekolah dengan tampang lesu karena tidak bisa tidur memikirkan solusi atas masalah besar yang menimpanya saat ini.

Bilang ke Ayah kalau aku dikeluarkan dari asrama dan minta dicarikan apartemen. Tidak, tidak. Itu justru akan memicu masalah yang lebih besar lagi. Opsi pertama dicoret.

Menjadi benalu di rumah teman dekat. Opsi kedua muncul. Teman dekat ya... Hana. Waaa! Mustahil! Aku nggak mungkin menginap di kamar seorang gadis! Alven mengacak-acak rambutnya karena baru saja memikirkan hal yang tidak-tidak. Opsi kedua pun dicoret.

"Alven, kau kenapa?" Hana tiba-tiba muncul di hadapannya.

Speak of the devil. Batin Alven.

"Hana. Ohayou," sapa Alven dengan senyum dipaksakan.

"Hmm... kurang tidur ya? Tampangmu kusut banget."

Bukan 'kurang' tapi memang 'tidak tidur', teman.

"Hahaha... iya," jawab Alven bohong.

"Pasti lembur nonton anime ecchi!" goda Hana sambil menyikut lengan Alven.

"Hahaha..." Alven sebenarnya ingin membantah, tapi ia sudah tidak bisa memikirkan alasan lain. Salah-salah malah ketahuan kalau ia dikeluarkan dari asrama.

Pulang dari sekolah, Alven langsung pergi ke studio meski jadwalnya rekaman masih agak lama.

"Alven," sapa Erio yang baru saja keluar dari ruang rekaman. "Tumben, biasanya baru datang lima menit sebelum rekaman," ejeknya. Alven hanya bisa tersenyum kecut menanggapi ucapan senpainya itu.

Melihat reaksi Alven yang tampak aneh, Erio langsung duduk di sebelah Alven lalu bertanya, "Lagi ada masalah ya?".

"Eh? Ti-tidak. Tidak ada apa-apa." Lagi-lagi Alven berbohong. "Aku hanya—"

Perkataan Alven terhenti saat telapak tangan kanan Erio menempel di pipi kirinya. "Aku tahu kau bohong," kata seiyuu ikemen itu sambil menatap mata Alven. "tertulis jelas di wajahmu kalau kau sedang ada masalah."

Bagaimana dia bisa tahu? Apa aku sebegitu mudahnya terbaca?

"Oi!" Erio menepuk pipi Alven. "Kok malah diam? Terpesona dengan ketampananku ya?"

"Haaa? Yang benar saja!" Alven yang baru saja kembali dari alam pikirannya secara refleks menepis tangan Erio dari pipinya lalu mundur sampai ke tepi sofa. Nampaknya homophobia-nya belum sembuh meski ia sudah terbiasa dengan kisah-kisah BL.

"Hahaha..." tawa Erio meledak saat melihat reaksi Alven yang menurutnya lucu. Entah sejak kapan ia menikmati saat-saat mem-bully juniornya yang manis itu.

"Jadi, sebenarnya ada masalah apa, anak muda?" Erio kembali ke topik.

Alven menghela nafas. Dengan masih menjaga jarak dari Erio, ia pun menceritakan semua masalahnya.

"Souka." Erio hanya mengatakan itu lalu diam. Hening.

Reaksi macam apa itu?! Teriak Alven dalam hati. Kalau tidak punya solusi, setidaknya katakan sesuatu yang bisa sedikit menghiburku, senpai!

"Mau tinggal bersamaku?"

"Eh?"

"Kubilang, mau tinggal bersamaku?"

"HEEEE—HMPH!" Erio membungkam mulut Alven dengan tangannya.

"Jangan berisik! Ini studio buat rekaman!"

"Sumimasen."

"Jadi?"

"Apa?"

TWICH Pertigaan kecil muncul di pelipis Erio. "Jangan membuatku mengulang kalimat itu lagi!"

"Hehe... maaf, maaf," Alven nyengir. "Apa kau serius?" lanjutnya.

"Serius. Tapi itu kalau kau mau sih. Aku nggak maksa kok. Atau kau mau aku bantu cari apartemen yang lebih dekat dengan sekolahmu?"

"Tidak, terimakasih." Kalau aku punya cukup uang untuk menyewa apartemen, pasti sudah kulakukan dari dulu.

"Oh, kalau tidak mau ya sudah. Semoga kau segera menemukan tempat tinggal."

"Eh? Bu-bukan itu maksudku!"

"Hn?"

"Kalau tidak merepotkanmu,aku," Alven terdiam sejenak, "aku mau tinggal bersamamu." Alven menundukkan kepalanya, malu atas apa yang baru saja ia katakan. Sebenarnya ia tidak ingin merepotkan siapapun, tapi apa boleh buat, ini keadaan darurat.

Erio tersenyum lalu mengacak-acak rambut Alven. "Yosh! Besok aku akan membantumu pindahan!"

Malam itu, Alven menjalani proses rekaman dengan tenang tanpa terbebani pikiran 'mau tinggal di mana' lagi. Seusai rekaman, ia ikut pulang ke apartemen Erio dan menginap di sana.

-o-o-o-

"Yosh! Ini kardus terakhir," kata Erio sambil meletakkan kardus milik Alven di apartemennya yang bisa dibilang cukup mewah itu. "Aku heran. Kupikir kalau tinggal di asrama itu barang-barangnya cuma sedikit, tapi barangmu lumayan banyak juga ya!"

"Hehe... gomen. Sebenarnya kardus-kardus itu isinya koleksi manga dan DVD anime." Alven menggaruk belakang kepalanya. Erio hanya bisa sweatdrop mendengarnya. Sasuga otaku.

"Erio, terimakasih ya! Aku tidak menyangka ada yang mau memberiku tumpangan secara gratis."

"Sebenarnya, aku tidak pernah bilang kalau ini gratis," Erio berjalan mendekati Alven dan memojokkannya ke dinding.