Cipratan air liur berubah bentuk menjadi haki, suatu kekuatan yang mendongkrak keinginan seseorang untuk bangkit. Mengoceh tanpa henti, menyela setiap anggapan yang berkeliaran dalam lingkup penyiksaan. Dharma cukup baik menjalankan sebuah metodelogi Sunda yang sudah ada sejak abad dulu.
"kalian semua bodoh!! Diperbudak oleh dia, dan saya tau pasti daging yang lebih banyak itu didapatkan oleh dia," membendung ritual yang sedang dijalankan. Ucap dharma
"Jangan dengerkan orang goblok ini. Ayo kita lanjutkan saja!" Si ketua mulai panik, ia harus menyakinkan semua pengikutnya agar tidak terhasut oleh dharma. Salah seorang anggota yang berdiri dalam bayang-bayang barisan mulai maju ke depan mendekati si ketua.
"Kita lapar. Banyak orang sudah merubah pola pikir mereka untuk memakan sesama. Dia ada benarnya, banyaknya ritual membuat kita seolah jadi pengikutmu. Kau bukan nabi, cukup bunuh dia dan makan." Anggota tersebut terlanjur melakukan hal yang mungkin tidak sopan, ia termasuki Angkara murka yang mendidih dalam kepalanya. Setelah itu si anggota langsung memukul kepala pemimpin.
"Pemimpin bodoh sepertimu pantas mendapatkan ini," gepalan tangan menghantam wajah buruk sang pemimpin, tidak ada seorang pun yang menyangkal perbuatannya. Amarah dia tersalurkan lewat gelombang otak yang terus mengalir ke setiap kepala semua orang.
Setelah hantaman keras dikeluarkan semua anggota malah maju menyerang memukulli pemimpin karena terhasut dan terjebak. Mereka enggan untuk menyadari bahwa sedang terprovokasi oleh taktik ratuning bala sarewu. Dharma tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung mencoba melepaskan ikatannya dan mencoba lari dari kerumunan kanibal.
Usaha memang tidak semudah yang dipikirkan, selalu saja ada hambatan datang ketika dharma sedang meruag tali yang melilit di tangannya.
Rintik hujan mengguyur bumi kembali, intensitas dharma melonjak tajam, rasa gundah melanda merusak prasangka yang mungkin akan terjadi. Setelah dharma bisa melepaskan ikatannya, suara dari tubuh dharma yang terbanting ke bawah menimbulkan suara keras. Untung saja suara jatuhnya itu tertutup oleh suara hujan deras yang baru saja turun. Tidak ada satu pun orang yang menengok ke arah dharma dan panca. Mereka sibuk memukuli sang ketua.
Salah seorang anggota meng-inisiasi rombongannya untuk memakan terlebih dahulu si pemimpin. Pekatnya amarah meletup dalam kalbu yang larut bersama kelaparan.
"Kita makan aja orang bajingan ini!!" Teriak anggota yang sudah tidak tahan lagi untuk makan.
Semua menuruti apa katanya. Tidak memikirkan bahwa mereka terpimpin olehnya, yang membawa pesan agar di setiap hidangan ada sebuah sembah sukur yang harus diupayakan meski rujukannya terkesan tersesat.
Dentuman keras terasa untuk kesekian kalinya. Dalam pendengaran dharma terbisik suara lembut untuk tetap bertahan. Dari sana terbawa sebuah semangat yang mengobar kencang untuk tetap bertahan.
"Keinginanmu untuk lari telah terbuka, silahkan pergi bersama adikmu." Besit orang yang entah siapa itu selalu terdengar sendari tadi, yang membuat dharma bergegas cepat ingin meninggalkan ritual sesat itu.
Akhirnya ikatan panca terbuka dan terlepas, dengan cepat ia langsung menggendong panca pergi dari tempat ritual yang berada tepat di lapang tengah hutan belantara dengan tenda-tenda yang berada di pinggiran lapang.
Si ketua mengerang kesakitan. "AAAAA..." Jeritan itulah yang dirasakan korbannya yang kini ia sedang rasakan. Seperti karma yang terulang padanya, ia harus merasakan posisi korban yang akan disantap lahap oleh anggotanya sendiri. Rasa kemanusiaan mengalami degradasi yang menonjol, dinamika panas sedang terjadi dalam keadaan krusial seperti sekarang.
"Kau seharusnya mati saja sejak awal. Kehadiran memperkeruh keadaan kamu!" Ujaran kebencian semakin menjadi. Anggota yang kini terangsang marah karena ulahnya.
Himpitan hawa dingin menembus pori-pori kulit dharma, bulu kuduknya berdiri. Suhu tubuh turun secara drastis. Tapi tekad untuk selamat kian melonjak tinggi. Hal inilah yang membuat ia bertenaga dalam kondisi sekarat.
Pelan-pelan namun pasti, dharma mulai meninggalkan tempat tersebut. Membungkuk dan sedikit cilingak-cilinguk, dharma mempertajam tingkat kewaspadaan agar ia tidak terdeteksi oleh para kanibal yang sedang lahap memakan ketua mereka sendiri.
Hatinya kini sedikit tenang tatkala mengetahui ia hampir bisa keluar dari lapang yang menjadi tempat ritual sekaligus tempat bersemayamnya para kanibal.
Ada saja hambatan yang terjadi ketika dharma sudah hampir mencapai hutan pinggir lapang. Salah seorang anggota kanibal yang paling belakang tidak kebagian santap malam, kerumunan temannya menghalangi hingga ia hanya bisa tertunduk pasrah melihat temannya sedang lahap menyantap.
Dari sana anggota tersebut menoleh ke arah tiang tempat diikatnya dharma dan panca. Namun ia sangat kaget ketika mengetahui target besar mereka telah hilang. Pada awalnya seorang yang tidak terbagi daging segar itu hendak bermain curang dengan cara langsung pergi mengambil daging segar yang tergantung di tiang.
Namun tak menyangka ia harus menerima fakta bahwa kedua pangan mereka telah pergi. Dia telah mengira panca dan dharma telah mati karena urat nadinya tercekik. Tapi prasangka dia salah. Dharma berhasil melarikan diri.
Dengan panik, matanya sontak langsung melontot. Emosinya membeludak hingga membuat ia langsung berteriak saat itu juga.
"ANJING!!! MAKANAN KITA KABUR!" teriakan itu memicu kegaduhan yang sangat luar biasa. Semua anggota yang sedang menikmati daging ketuanya mendadak berhenti. Dan langsung menoleh ke arah tiang di tengah lapang.
Dan benar saja, target mereka telah pergi entah kemana.
"BAJINGAN!! AYO KITA CARI," semua anggota meninggalkan tubuh si ketua yang hanya menyisakan tulang belulangnya saja dan kepala yang masih utuh dengan mata yang terbuka dan lidah yang terjulur ke luar.
Orang-orang berhamburan ke sana-kemari mencari target buruannya yang pergi entah kemana. Dharma berhasil keluar dari area lapang yang dijadikan tempat ritual sekaligus perkemahan para kanibal .
Tak disangka ia terpeleset tak sengaja tersandung akar pohon yang sudah terjulur keluar tanah. "GEBRUG....." suara jatuhnya itu menimbulkan perhatian para kanibal yang sedang burat-barit panik mencari dia. Beberapa orang yang tidak jauh dari lokasi dharma langsung curiga dengan suara itu.
Dharma tak kuasa menahan sakit di kakinya, beberapa luka masih membekas. Kesakitan itulah yang membuat dharma tidak bisa langsung berdiri untuk pergi. Dia harus meratapi dampak kulitnya yang melepuh, dan juga robekan daging yang mengelupas karena sengatan obor. Kakinya terus saja di pegang.
Panca belum juga sadar. Dharma memegang erat adiknya itu, meski ia terjatuh, namun panca masih menempel hangat dalam dekapannya.
Tiga orang mendekati dharma. Semua itu adalah tidak lanjut dari kecurigaan mereka terhadap suara yang aneh dan tiba-tiba. Dharma menyadari betul ada orang yang sedang menghampirinya. Tapi apa daya dia hanya bisa mendengus Pelan agar keberadaannya tidak diketahui.
Pohon besar yang akarnya yang sudah merambah keluar dijadikan objek untuk bersembunyi. Hanya tangan yang bisa merangkak pelan mendekat pohon besar tersebut. Tertatih-tatih dharma mencoba bersembunyi. Akhirnya ia sampai di balik pohon itu dengan kepala yang disandarkan ke batang pohon, dan pola nafas yang sudah tersendat karena lelah.
Ketiga kanibal berada tepat di balik pohon besar tempat dharma bersembunyi.
"Tadi ada bunyi di sini! Saya yakin mereka belum jauh dari tempat ini." Ucap salah seorang dari ketiga kanibal itu.
Momentum yang salah dan nasib buruk menimpa dharma. Panca akhirnya terbangun disaat kondisinya terdesak untuk diam. Karena tidak tahu apapun panca langsung bertanya ke kakaknya dan keadaan yang setengah sadar dan mata yang masih belum terbuka lebar.
"Di mana kita kak." Ucap panca.
Ketiga kanibal tersebut langsung mengarahkan penglihatan mereka ke pohon di sebelahnya.
"Di sini rupanya. HAHAHA!"