Porche adalah orang kedua yang sadar. "Bagus, kau sekarang malah menakutinya, Kinn, " katanya jengkel. Lalu turun untuk mendekati Tawan. "Kalau begitu biar aku saja."
DEG
"Porche?!"
Kinn kira, Porche akan sangat benci bertemu Tawan. Sebab nyata-nyata lelaki itu yang paling banyak meninggalkan kenangan bagi Kinn sebelum kedatangannya. Namun, tampaknya samasekali tidak begitu.

"Tawan," panggil Porche setelah berdiri di depan mantan kekasih sang suami.
"Nn ....?"
Kim langsung was-was saat Porche mendekat. "Kau mau apa ke sini, hah?" bentaknya.
"Tenang saja, Adik Ipar. Aku takkan menggigitnya," kata Porche, lalu menatap Tawan yang berbeda dari bayangannya. "Lagipula, mana mungkin aku menyakiti bayi baru lahir seperti dia ...." suaranya memelan di akhir.
Porche tidak menyangka, saat dia saling menatap sinis dengan Kim, tiba-tiba Tawan meraih pipinya dengan jemari.
"Aa--"

Lagi-lagi konsonan tersebut yang dikeluarkan. Tawan tampak sangat senang, padahal mustahil dia mengenal Porche sebelum ini. Senyumnya mengembang sekali lagi. Dia membuat Kim terpana sejenak, lalu mengizinkan agar Porche lebih dekat lagi.
"Aku tidak tahu kenapa kau begini," kata Porche setelah Tawan dibaringkan tepat di depannya. "Dan jujur aku masih belum yakin, apa hidupmu ini sungguhan nyata." Meski gentar, dia pun mengabaikan tatapan marah Kim. "Apalagi aku yang mengusulkannya."
Tanpa mengatakan apa-apa, Tawan tetap menyimak omongan Porche patuh. "...." Padahal, Porche bahkan tidak yakin lelaki itu mampu memahaminya.
"Karena itu bisa aku minta sesuatu?" tanya Porche. "Bertahanlah mulai sekarang, Tawan. Kalau perlu anggap aku sebagai Ayah yang sudah membuatmu lahir."
"...."

"Terus, apa kau lihat lelaki muda di sebelahku?" kata Porche, yang menyambut genggaman Tawan. "Dia kuat dan sayang padamu. Jadi, sementara ini terus bergantunglah padanya. Jangan tantrum, jangan pergi-pergi sembarangan--karena kalau dia marah, kami semua bisa terbunuh oleh ulahmu."
"Hei--"
"Diam kau. Memangnya aku salah bicara?!" bentak Porche kepada sang adik ipar.
"...."
"Biar kuajari bocahku ini," tegas Porche. Yang mendadak emosional seolah-olah dia tengah menghadapi Namsie.
Luar biasanya, Tawan benar-benar menoleh kepada Kim sekarang. Tatapannya begitu dalam pada lelaki itu, walau bingung akan bereaksi bagaimana.
"Kuanggap dia mengerti," kata Porche. Lalu menoleh perlahan. "Sekarang berikan ponselmu padaku, Kim. Aku harus menghubungi Mossimo untuk meluruskan segalanya."
Mendengarnya, Kim pun mendengus pelan. "Mereka pasti sudah mati."

"Kau pikir Mossimo selemah itu?" kata Porche dengan telapak tangan terulur. "Apalagi Vegas. Suatu saat aku akan tertawa kalau mereka punya kesempatan memukulmu."
"Aku tidak membawanya," decih Kim.
DEG
"Apa?"
"Aku sedang tidak bercanda," tegas sang adik ipar semakin jengkel.
Porche pun mendesis kesal. "Atau apalah, Kim. Tidak harus benda itu," katanya. "Oh ... aku tahu. Jangan bilang sistem pintarmu tak bisa digunakan berkomunikasi--"


"Ck, benar-benar sangat merepotkan ...." sela Kim. Lalu menyasar meja pusat sistem miliknya sendiri. Walau desainnya mirip dalam laboratorium Laura, tapi mesin itu jelas lebih kuat. Bila tidak, mustahil sanggup mengatur seluruh klona, bahkan satelit yang terhubung di luar angkasa. "Kita harus lihat dulu situasi sekarang. Bila mereka masih menyerang, maaf saja. Aku akan terus mempertahankan rumah ini karena memang pusatnya."
Porche pun refleks terdiam. Dia langsung ikut ke sana dengan raut penasaran, bahkan tak peduli dengan sang suami yang tampak prihatin kepada Tawan.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya 3 klona yang ikut dalam ruangan.
Kim justru mengusir mereka dengan kibasan tangan. "Tidak perlu, jangan aku," katanya. "Cukup jaga Phi Tawan dari tangan berbahaya kakakku saja."
"Eh?" Serentak ketiga klona punn menoleh kepada Kinn Anakinn. "Baik."

Sambil menahan kesalnya, Kinn pun menoleh ke layar virtual besar yang memperlihatkan kejadian di luar sana. Dimana bangunan inti mansion Kim memang sudah tak berbentuk, tetapi siapapun yang mendekat ke lantai-lantai rahasia di bawahnya, mereka mati.
Ada yang ditembaki para klona. Ada yang diinjak-injak di bawah kaki mereka. Ada juga yang dibombardir hingga kendaraan udara mereka jatuh satu per satu.
Sangat chaos. Sangat tidak terkendali. Namun, yang paling tidak Kinn sangka adalah Mossimo sudah mendarat dari pesawatnya yang kini entah terbang kemana. Bahkan lelaki itu mengamuk pada Jirayu yang tadinya menjambak Laura.

Mereka berkelahi dengan tangan kosong. Saling menghajar diantara asap yang membumbung, apalagi Mossimo kecewa karena merasa terkhianati.
Bagaimana pun, selama ini dia mengenal Jirayu sebagai dokter pribadi yang perhatian dengan kebutuhan Laura. Mossimo sudah mempercayainya sejak awal Laura punya trauma, tetapi malah seperti itu.
Oh, satu lagi pandangan yang memusingkan adalah saat Vegas dan Pete bertarung demi mengalahkan klona Vegas. Bahkan mereka masih menendangi tubuh itu setelah Pete menghancurkan kepalanya dengan gagang besi entah darimana.
Semua itu fakta adanya. Mereka saling meninju di atas bangunan mansion yang telah ambruk. Dan dilihat dari mana pun, semuanya tetap terkepung oleh ribuan klona lain meski terlihat unggul sekarang.

"Kau sinting, Kim," desis Porche.
Kim hanya menggerakkan jarinya di atas keyboard melayang. "Maaf saja, hmph," katanya sambil mengetik program entah apa begitu cepat. "Kau tahu? Jika tidak sampai sinting, maka aku takkan sanggup berdiri di tempat ini."
Kinn sendiri baru melihat langsung bagaimana cara sang adik mewujudkan "dunianya" selama bertahun-tahun. Betapa jenius sosok yang lebih dikenal dunia sebagai musisi itu, tapi Kim memang sanggup membuat pergerakan siapa pun di sekitar rumahnya berhenti.
Sang adik membuat Mossimo terlucuti di tengah sergapan semua klonanya, begitu juga Vegas dan Pete yang berdiri terkepung dalam posisi saling memunggungi.

Semuanya tampak begitu panik. Dan keringat mengucur di kening masing-masing saat para klona Kim menodongkan senjata ke arah mereka.
KACRAK! KACRAK! KACRAK!
KACRAK! KACRAK! KACRAK! KACRAK! KACRAK! KACRAK!
"Oh, shit," maki Kinn dalam hati. Meski mengakui dirinya sombong, tapi dalam hal ini, Kinn setuju jika Kim berbahaya semisal tidak berada di pihak mereka.
Mungkin ... karena Kinn sendiri tahu rasanya digerebek, lebih-lebih hidup sendirian saat para bodyguard di sekitarnya tak diampuni.

____________________________________
"Bagaimana, Kinn? Apa kau suka caraku bermain? Jadi, kusarankan untuk tak bergerak sedikit pun dari sana. Karena bisa jadi ... rasa kasihanku ini hilang seketika, paham?"
____________________________________
Tanpa sadar, memori traumatis itu pun kembali dalam kepala Kinn.
____________________________________
"BUNUH MEREKA SEMUA! Dan sisakan satu pria paling tengah untukku ... SEKARANG!!"
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
____________________________________
Hal itu diperparah saat Kim mengeluarkan suaranya untuk pasukannya melalui sistem.
[Semuanya, berhenti]

Meski wajahnya datar, telapak tangan Kinn berkeringat dingin karena filter yang otomatis menyaring suara sang adik. Dan meski sama-sama terdiam, ternyata sensasi yang Porche rasakan pun tak jauh beda karena baru tahu bagaimana Kim saat menghadapinya di balik layar.
[Kalian boleh siaga, tapi jangan membunuh beberapa orang yang kutandai]
Kim menggerakan jarinya lagi. Sehingga dalam hitungan detik, layar besar itu pun memperlihatkan Mossimo, Vegas, Pete, Laura dan Jirayu yang ditandai dengan lingkaran merah.
[Anggap mereka tawanan. Serang jika macam-macam, tapi jangan lakukan hal membahayakan selama patuh]

Kata-kata Kim seperti sihir. Membuat semua klona mendengarkan dengan amat khidmat, tenang, bahkan tanah berhektar-hektar yang hancur itu kini seperti arena perang yang beku.
[Sekarang bawa semuanya ke lokasi 3. Lakukan dalam waktu kurang dari 30 menit. Dan tunggu aku di sana sampai ternyatakan aman]
"BAIK!" sahut mereka semua. Yang langsung menjalankan perintah dengan sukses, meski para targetnya sempat jengkel melawan.
Sampai sana, Kim pun mematikan layar virtual tersebut, lalu memutar duduk hingga kembali berhadapan dengan siapapun di belakangnya.
"Sekarang semua sudah beres," kata Kim seolah bukan apapun. "Kalian akan kusambut dalam acara makan malam hangat, tapi tetap kuberikan hukuman nantinya."
DEG
"Kim, kau ini ...."
Kim pun menatap Porche dengan tanpa rasa takut di dalam matanya. "Apa, hm? Aku akan mendengarkan, Phi Porche yang sangat berjasa ..." katanya separuh meledek. "Bukankah ini hanya tindakan setara? Kalian menghancurkan satu rumahku, maka tetap harus diberikan pelajaran berharga."

Porche pun terdiam bisu.
"Tapi tenang saja, Phi," kata Kim setelah berdiri berhadapan dengan Porche. "Kali ini tidak akan kulakukan sampai mati. Karena aku juga sangat tahu diri, memang yang kau berikan padaku juga setara." Lelaki itu melirik Tawan yang balas menatapnya polos.
__________________
Kita hanya sedang bertukar hal yang kuanggap setara.
Karena memberi nyawa harus dibalas memberi nyawa.
Bukankah memang sepantasnya begitu?
____________________

"Baiklah ...." kata Porche pada akhirnya. Dia pun mengangguk mau, meski rasanya cukup berat menghadapi Kim yang seperti itu.
"Sekarang beristirahatlah dengan baik dimana pun," kata Kim sambil menepuk bahu Porche. "Cari saja tempatnya. Kemana lah. Di sini sepertinya masih ada bangsal peristirahatan untuk Ken dan Phi Jirayu."
"...."
"Dan jangan mati konyol setelah operasi besar pertamamu, oke? Atau berikutnya kakakku lah yang jadi peran jahat dalam kisah kita kali ini."
DEG
Sekilas saat bersisipan, Kim dan Kinn pun beradu mata seolah dua hewan buas yang baru bertemu. Mereka saling mewanti-wanti, melakukan gencatan senjata yang dingin, lalu terpisahkan oleh pintu tebal ruangan.

SREEEEEEEEKKKKHHHH!!!
"Ah? Unn," tanya Tawan yang sudah ditinggalkan oleh ketiga klona penjaganya. Dia masih tampak selemas jeli, tak bergerak, dan hanya duduk bersandar pada tumpukan bantal saat Kim mendekatinya.
"Maaf atas keributan yang barusan," kata Kim. Lelaki itu duduk di sebalah Tawan, tersenyum tipis, lalu memandangi fitur sang lelaki tercinta. "Lain kali jika sudah ada waktu, akan kucaritahu bagaimana cara membuat kemampuan bicaramu kembali lagi, oke?"
Tawan tampak berpikir, tapi otaknya yang baru hidup sepertinya masih sulit digunakan hal berat. Karena itulah, daripada fokus kepada yang Kim katakan, lelaki itu justru menunjukkan jari tangannya.
"Hm? Apa?"

Tawan mengangkat tangannya sekali lagi, kemudian melambaikannya perlahan. "Unn. Unn," katanya. Dan Kim baru menyadari yang dimaksud Tawan adalah cincin bertakhta safir yang dia berikan untuk "Anniversary" hubungan--tidak resmi--mereka beberapa hari lalu.
Tentu saja cincin itu masih mengkilat. Karena memang baru dan desainnya sangat elegan. Walau jujur, Kim sendiri sempat melupakan keberadaan benda itu sejak jari-jari Tawan sempat membusuk.
"Oh ... itu?" Tanpa sadar, Kim pun terkekeh dengan cengiran bangga. "Apa kau menyukainya? Aku menyimpan milikmu yang lain di sebuah kotak. Kapan-kapan ingin melihat semua?"
"Huh?" Tawan justru memandangi jari Kim yang tidak memakai "benda indah" seperti miliknya. Lelaki itu pun terdiam, lalu melepas miliknya sendiri untuk dipasangkan ke jari manis Kim.

Persis seperti Kim memakaikan ke bagian mana pada jarinya. Hal yang mungkin Tawan sendiri tak paham apa maknanya, tapi cukup membuat Kim tidak tahan untuk tidak memeluk lelaki itu. "Phi, per favore, non lasciarmi mai più," bisik Kim di telinganya. "Perché se il mio cuore è andato, non so cos'altro fare." (*)
(*) Bahasa Italia, artinya--😂 [Mohon di google sendiri karena saya gak sanggup nulis terjemahannya di sini]
Bersambung....