Review paling berkesan:




Yang paling bawah ini bikin aku senyam-senyum paling lama. Makasih, yo! Makasih juga semuanyaaaaaaaa!! 😘😘😘
⬇️
⬇️
⬇️
⬇️

_____________________________________
FYI:
PHASE 1 (Bab 1-30): "Awal Hingga Pernikahan." memang sengaja ditulis ala drama Korea 🤭 karena masa-masa cinta. Wajar kalau banyak 🔞🔞🔞.
PHASE 2 (Bab 31-44): "Konflik Hingga Penyatuan." karena udah masuk teka-teki, memang sengaja ditulis ala bioskop aksi atau novel terjemahan. Wajar kalau banyak misteri seolah gak ada yang terpecahkan, tapi percayalah nanti satu per satu dikuak.
PHASE 3: (Bab 45-(...)): "Penyatuan Hingga Hukuman." karena konflik udah agak turun, cinta-cintaannya nanti dimulai lagi di sini ❤️❤️❤️🤭 Harap bersabar bakal banyak cobaan rumah tangga.
______________________________________

PHASE 3
"Penyatuan Hingga Hukuman."

Seketika, tubuh Kinn dan kota pun diselimuti dengan cahaya api. Lelaki itu berdiri dengan dada bidang agak terbuka atas sisa-sisa pertarungan, tersengal, tetapi kedua bahunya tetap begitu tegap. Dia tidak ragu menatap Mossimo yang masih tercenung bingung sampai lupa mengusapi darah yang mengalir di sudut bibir.
"Kau ...." desah Mossimo pelan.
"Kenapa?" tanya Kinn dengan alis yang tersentak percaya diri. "Apa kau suka dengan hasil kerjaku, Bung?" Kinn bahkan menghampiri Mossimo, lalu mengulurkan tangannya kepada lelaki itu. "Jelas sekali bukan kau yang memerintah dia untuk membidik kita berdua, huh?"
"Apa?" Meski linglung, harga diri membuat Mossimo tetap berdiri tegak sendiri. "Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan?" Dia meludah ke samping karena karat darah mulai mengalir di sela gigi.
"Tidakkah kau melihat gedung itu terbakar?" tanya Kinn. Beberapa menit lalu, hanya bagian atas lah disulut api. Namun, dalam waktu singkat, amukan gila sang merah justru merambat hingga ke lantai satu. Persis seperti kutukan dan karma, tapi untungnya itu hanya bekas rumah sakit yang kotor. Jadi, tak ada korban jiwa berarti yang jatuh, kecuali si snipper sendiri yang malang. "Jika bukan dia yang mati, maka sudah tentu kita, mengerti?"

"Bagaimana bisa kau tahu dia?" tanya Mossimo. Sebab para bawahannya juga tidak paham dengan situasi ini. Mereka hanya ikut tidak melanjutkan perkelahian, diam menyimak sambil mengatur napas, lalu semuanya mendongak ke langit malam.
Dari sana, terdengar suara baling-baling helikopter yang datang mendekat. Suaranya begitu riuh, berisik. Sebab selain makin merendah, juga ada dua yang terbang dengan jarak yang sangat dekat.
"Kinn!" teriak Vegas dari atas sana.

Kinn pun menyeringai tipis. Dia lantas menyentakkan dagu kepada Mossimo, lalu menoleh kepada Vegas yang segera memarkir benda itu tepat di sebelahnya.
"Sementara ini terima kasih," kata Kinn. "Tapi bermain lagi denganmu bisa di lain hari. Aku akan mendatangimu kembali pada saat yang tepat."
Mossimo pun tak berkomentar banyak. Dia hanya membiarkan Kinn pergi bersama Vegas, lalu memaki saat ada mobil kepala Sherif yang datang.
[Lapor! Aku sudah ada di lokasi, ganti!]
Suara khas-nya bahkan terngiang di kepala Mossimo hingga sekarang.
"Cih ... wanita merepotkan itu pasti datang lagi," batin Mossimo lantas membubarkan pasukannya.

WIIIIIUUUUWWWWWWWWW .....
Sirine pun mulai bersahutan dimana-mana. Baik dari ambulans, mobil polisi yang berbondong-bondong menyerbu kota, juga petugas damkar yang ribut bertugas. Mereka menolong orang-orang sipil yang panik, menahan wartawan juga cepat meliput begitu tiba, dan berita menyebar secepat api di sosial media.
Apapun itu, semua tak penting lagi untuk Kinn Anakinn Theerapanyakul. Dia segera merebut telekomunikasi begitu duduk, lantas menghubungi "si kiriman" Vegas yang ternyata Pete kekasihnya sendiri.
"Pete! Dimana lokasimu sekarang?! Cepat laporkan padaku posisi Porche!" tanya Kinn separuh berteriak. Suara baling-baling refleks membuatnya begitu, dan Pete menyahut dengan cara serupa di seberang sana.

"Aku masih mengikutinya, Tuan Kinn! Tapi mobilnya cepat sekali!" teriak Pete begitu panik. "Maaf aku tidak bisa menyusul! Bagaimana pun ini negara asing untukku! Dan GPS rusak ini kadang tidak bisa membantu!"
DEG
"Apa?"
Pete pun menyahut panik. "Tapi akan tetap kuusahakan! Sungguh! Dan astaga, mobil curian ini sungguh ide yang buruk-ADUH!" keluhnya saat terantuk setir. Tanpa sengaja, dia pun sebelum mengakhiri panggilan tersebut begitu saja.
SRAAAAAAAAAAAAAAAKHHHH!

Mungkin karena rem yang tidak stabil, Pete pun sempat berevolver sekali. Dia kaget dengan spesifikasi mobil tersebut. Meskipun begitu, dia tetap bersyukur karena masihlah hidup.
Perjalanan pun berlanjut dengan debar-debar jantung tak jelas dalam dadanya. Dan meskipun merasa gusar Pete tetap memeras kinerja mesin tersebut. Sesekali dia memukul setir, lalu lega karena menemukan rumah sakit terdekat yang kemungkinan besar dituju Porche.

Namun, gedung itu sangatlah megah. Pete sampai ragu sesaat, tetapi langsung turun di halamannya saat melihat mobil kuning Porche terpakir sembarangan tak jauh dari sana.
"Ada mobilnya di tempat ini! Bagus! Nomor platnya juga benar sekali!" seru Pete begitu senang.
"Oh, gila!" batinnya. Sebab ada jejak darah segar dari bagian pintu mobil Porche hingga ke dalam. Pete yakin, pasti Porche langsung menggendong Laura masuk begitu mereka sampai. Dia paham tempramen tidak sabaran lelaki itu, maka resepsionis adalah tempat paling tepat untuk didatangi saat ini.

"Tolong! Aku ...." Meski kesusahan menggunakan bahasa Inggris mendadak, Pete tetap mencoba sebaik mungkin. Dia melirik sekitar sekali-kali, waspada, dan segera memburu lift begitu benar-benar mendapatkan nomor UGD tempat Laura dilarikan ke dalam.
Pete sungguh percaya Vegas! Walau dia sendiri tak menyangka bisa sampai sejauh ini karena instruksi sang kekasih.

BRAKH!
CEPAT! CEPAT! CEPAT! CEPAT!
Kaki Pete bergerak setiap waktu di dalam lift yang bahkan hanya menuju lantai 4 itu. Masuk dan keluar sama saja. Dia memencet tombol tidak sabaran karena tremor, lantas berlari lagi agar segera sampai.

Dan betapa bahagianya Pete saat dia menemukan sosok Porche berdiri terengah-engah di depan sebuah ruang operasi. Dia tampak begitu lelah, kemeja butler-nya berdarah-darah, begitu juga seorang bodyguard bawahan Laura yang tadi membantunya naik ke sini.
Memang, meski malam sudah larut, kata suster Laura tadi terpaksa dilarikan ke sini karena UGD lantai satu dipergunakan semua malam ini. Meskipun begitu, Pete lega. Senyum cerahnya muncul begitu riang, bahkan dia tak sadar menjerit di koridor itu.

"Porche! Porche!"
Porche pun menoleh kepadanya, bingung, tetapi lantas senyum kecilnya terbit meskipun lelah. "Pete?" katanya tidak menyangka. "Bagaimana bisa kau sampai di tempat ini? Apa yang terjadi? Apa Vegas ada bersamamu juga?"
"Ya, tentu!" kata Pete sumeringah. "Jangan khawatir soal mereka, Porche. Semuanya baik-baik saja. Vegas dan Tuan Kinn pasti segera ke sini, oke? Mereka akan menjumputmu!" Seketika, mereka otomatis berdialog dalam bahasa Thailand, membuat pria di belakang Porche mengernyit, tetapi dirinya abai. "Pokoknya kau tidak apa-apa kan? Serius? Aku bisa saja mati kalau Tuan Kinn tidak puas dengan hasil kerja kerasku sekarang."

Dengan rambut yang agak acak-acakan, Porche pun terkekeh lemas. "Iya, baik," katanya. "Hanya pegal sedikit, tapi sudah ada dia yang membantuku." Dengan jempol, Porche pun menunjuk ke bodyguard Laura di belakangnya.
Porche yakin, Pete sudah paham situasi saat ini kalau melihat seberapa gasrak-gusruk caranya mengejar tanpa berpikir banyak.
"Oh, bagus ...." kata Pete. Dia pun tersenyum lebar, lalu berniat menyapa lelaki itu. "Halo, Tua--" Namun, sebelum kata-kata sapaannya selesai, Porche mendadak melihat kekasih Vegas itu ambruk di tempat.
BRUGGGHHH!!
DEG
"Tunggu, hei, PETE?!" teriak Porche panik. Dia pun refleks mengecek kondisi Pete yang lehernya dilesati jarum bius, lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayang, hal itu justru membuat Porche lengah dengan seseorang di belakangnya sendiri.
KACRAK!
DEG.
Bukan. Itu bukan suara pistol yang dikokang, melainkan borgol yang mendadak bergerak cepat hingga menyatukan dua pergelangan Porche secepat kilat.

"HEI!" teriak Porche refleks.
"Jangan membuat misiku semakin sulit," kata bodyguard Laura di belakang sana. Dia sengaja berdiri tepat di belakang Porche, membekapnya dengan bius di kain, lalu menekan mulutnya sekuat tenaga. "Menurut saja atau aku menggunakan cara yang lebih kasar, paham?"
DUGH! SRAKH! JDUGH!
"Uffg!! Umhhh!"
Porche pun menyikut ke belakang beberapa kali, bahkan menendang sekuat yang dia bisa. Namun, tak dapat dipungkiri lagi. Hanya dalam hitungan belasan detik, dia sudah mulai mengantuk dan kehilangan kesadaran di tempat itu.
"Apa?! Kenapa?!" batin Porche kebingungan.
Sebab bukankah tadi mereka saling membantu?!
.
...
...
"HAH?!"
Suara batin Porche mendadak beradu dengan dering telepon di saku celana lelaki itu. Drrrttt ... Drrrrt ... Drrrttt ... Drrrttt .... "Iya? Hmmm. Tenang saja aku sudah mendapatkan dia," katanya sementara pandangan Porche semakin mengabur saja. "Oke. Kutunggu, tapi cepat kalau bisa. Aku sudah tidak tahan dengan benda konyol ini. Hmmm ...."
Namun, sebelum semua menjadi gelap, Porche pun mendelik karena melihatnya "melepas wajah" yang harusnya tadi dia kenali.

Bersambung ...
Sekarang kita menuju misteri tahap berikutnya: "7 Wajah Yang Berbeda." Dan ini pernah aku singgung berkali-kali sebelumnya. And well, kemarin ada yang pengen Kinn ngereog karena Porche terluka. Maaf, aku enggak mengabulkan itu karena Porche udah terluka berkali-kali. Tapi emang, jika sebelumnya dia kabur atau sengaja pergi dari Kinn, kali ini dia yang diambil orang-orang itu.