Chereads / Seikha Sahl (Psycological Romance Thriller) / Chapter 19 - Bab 19. I'm in a Relantionship.

Chapter 19 - Bab 19. I'm in a Relantionship.

Prolog

Kepercayaan memang seperti kertas. Jika sudah robek atau rusak, maka tidak akan pernah sama lagi.

Sama halnya seperti perasaan. Jika diandaikan, ibarat mata air yang mengalir. Saat airnya jernih, warnanya indah sekali. Namun jika tercemar, akan berbahaya bagi semua makhluk bumi.

Hypocrites, semua ada sebab-akibat. Jangan coba-coba menyakiti, jika tidak ingin mendapat karma diri.

Sungguh, tidak ada keindahan yang hakiki di dunia ini. Pelihara saja hati dengan hati-hati. Jangan berlebihan, sebab nanti akan lebih sakit lagi.

***

Meskipun dunia sedang mengalami krisis karena pandemi, kampus Seikha masih mengizinkan mahasiswanya belajar luring di beberapa departemen yang dipilih. Walaupun dengan jumlah mahasiswa yang dibatasi, suasana kampus yang sepi, Seikha ingin menikmati. Sebelum mengikuti peraturan yang ada, perkuliahan online yang Seikha benci.

"Akhirnya kuliah juga! Kangen banget!" Ali mendekati Juna yang sedang memarkirkan motor antiknya.

"Seikha mana ya, lihat ga li? Sudah di whatsapp belum dibalas," ucap Juna pada Ali yang sedang membuka permen.

"Pagi-pagi udh Seikha aja. Baru juga ketemu tiap hari di Jogja. Ga bosen?" Tanya Ali iseng.

"Ga akan," jawab Juna sembari menaruh helm dan merapikan rambut lebatnya.

"Jun, ganteng banget sih! Aku yang laki-laki aja terkesima loh," canda Ali dibarengi dorongan bahu dari Juna.

Saat itu juga Seikha terlihat sedang memarkiran mobilnya di seberang mereka. Tidak rapi alias berantakan, mobilnya tidak terparkir lurus, menginjak garis pembatas untuk mobil lainnya. Kemudian Seikha turun dari mobil, menekan tombol kunci sembari berjalan lurus dan angkuh.

"Noh, pujaan abang Arjunara. Buset parkirnya ngalor ngidul. Seikha, Seikha..." Ali yang sudah biasa akan keabsuban Seikha tetap saja tertegun dibuatnya.

"Hush. Udah biarin aja," ucap Juna sembari memukul bahu Ali.

"Ini nih, kebiasaan. Jun, kalau Seikha salah kasih tahu. Jangan diiyain aja," nasehat Ali pada Juna.

"Aku punya cara pendekatan yang berbeda untuk Seikha, Li," jawab Juna yang selalu ramah dan friendly.

Juna dan Ali berjalan menyusul Seikha yang langsung pergi ke kelas. Seperti biasa Seikha berjalan tanpa melihat sekelilingnya. Juna menepuk bahu Seikha dari belakang. Sontak Seikha kaget dan langsung mengomel.

"Ih, bisa kan ga ngagetin? Kalau mati kena serangan jantung gimana?!" Seikha sudah mengoceh di pagi hari yang cerah.

"Eh buset Sei. Calm down... pagi-pagi udah senewen aje," Ali langsung merespon Seikha yang cemberut.

"Maaf... maaf. Tidak bermaksud mengagetkan Sei. Gak apa-apa kan? Maaf yah..." dengan lembut Juna menatap Seikha hangat.

"Bagaimana bisa aku selalu marah dan bersikap buruk padamu, Jun. Sikapmu yang manis selalu membuatku berdebar," ucap Seikha dalam hati yang langsung dikagetkan Ali.

"Hei! Kok ngelamun?" Ali bingung karena Seikha seperti diam melamun.

"Oh, ah. Udah ah mau ke kelas," ucap Seikha pergi meninggalkan Juna dan Ali.

Namun setelah tiga langkah, Seikha berbalik dan mengatakan, "Jun, pulangnya aku mau ke rumah kamu ya!" Sambil tersenyum cerah.

"Oke, siap!" Seru Juna bersemangat.

Juna terperanjat, pagi hari dengan senyum Seikha membuat harinya lebih indah. Membayangkan momen mereka bersama, Juna sudah tidak sabar. Kemudian Juna dan Ali pergi ke arah yang berbeda karena berbeda kelas dengan Seikha.

Selesai kuliah, Seikha dan Juna pergi ke rumah Juna dengan kendaraan masing-masing. Ali tidak ikut karena akan bertanding game dengan teman lainnya. Sedangkan Dayu hari ini tidak masuk kuliah karena sakit.

Sesampainya di rumah Juna, Marni sudah menunggu. Juna langsung mengabarinya bahwa Seikha akan datang berkunjung. Tidak lupa Seikha memberikan oleh-oleh serta pakaian batik untuk Marni.

"Lho, kok merepotkan, terimakasih banyak Seikha sayang." Marni yang hangat dan ceria selalu menarik bagi Seikha.

"Ini malah yang ke Jogja juga ga beli apa-apa," ucap Marni menyindir Juna.

"Lho kan aku beli itu bakpia dan makanan lainnya," ucap Juna.

"Beda lho Jun. Perempuan kalau dikasih kayak gini, seneng sekali. Hahaha," celoteh Marni sambil mengangkat baju batik serta make up yang Seikha bawakan untuknya.

Juna yang melihat hanya bisa tersenyum. Sungguh nyaman melihat Marni dan Seikha bersama. Juna tidak bisa membayangkan wanita selain Seikha bisa dekat dengannya dan sang ibu. Mereka duduk bersama sembari melahap makanan yang sudah disiapkan.

"Tante, bolehkah Seikha bertanya?" Tanya Seikha hati-hati pada Marni diikuti lirikan Juna yang penasaran.

"Tentu saja, Sei. Mau tanya apa?" Marni yang lembut kembali bertanya dengan sikap keibuannya.

"Bolehkah Juna jadi pacarku?" Seikha menatap mantap Marni yang sedang meminum air putih.

Kaget bukan kepalang, Marni sampai tersedak air yang sedang diminumnya. Juna yang melihat dan mendengarnya batuk-batuk gelagapan. Mereka terkejut dengan pertanyaan Seikha.

"Jujur, Tante baru lihat Sei. Ada orang yang minta pacaran tapi ke orang tuanya. Keren banget kamu ini loh," ucap Marni sambil tertawa terbahak-bahak karena melihat wajah Seikha yang datar namun serius.

"Tentu saja, anak Tante kan sudah lama jadi pengagum berat Seikha," jawab Marni masih tertawa tapi menutup mulut dengan telapak tangannya. Sungguh lucu sekali, pikirnya.

Juna diam membeku, tidak berani menatap Seikha di sampingnya. Jantungnya berdebar kencang seolah ingin keluar dari tubuhnya. Apalagi di depan sang Ibu, Juna semakin salah tingkah.

"Sei, maksudnya? Kenapa jadi kamu yang nembak? Biasanya kan laki-laki," ucap Juna yang masih shock dengan kelugasan dan keberanian Seikha.

"Soalnya ditungguin sampai sekarang, aku ga ditembak-tembak juga," ujar Seikha dingin sembari masih melahap tempura udang.

Juna yang melihatnya terpukau dengan sifat spontan Seikha. Bahkan dalam keadaan seperti ini, Seikha masih tampak tenang. Terkesan tidak perduli, namun ternyata memikirkan. Juna sudah salah kaprah bahwa Seikha selama ini tidak perduli akan hubungan mereka.

Seikha yang acuh tak acuh, seakan apatis, ternyata mengharapkan pengakuan yang resmi. Padahal seringkali secara tersirat Juna memperlihatkan ketertarikan yang dalam pada Seikha, baik dengan kata maupun sikap yang jelas.

"Oke, kalau begitu, saya akan tinggalkan pasangan yang resmi ini yah. Jun, Bunda pamit ada liputan. Sei, selamat yah. Semoga langgeng! Haha," ucap Marni membereskan meja makan, meninggalkan Juna dan Seikha agar menikmati momen berduaan.

Seikha dan Juna tampak diam, keadaan canggung membuat kikuk suasana. Seikha memberanikan diri bertanya pada Juna. "Jadi hari ini, tanggal 24 Februari 2020, kita resmi pacaran. Bagaimana, setuju?"

"I-Iya, tentu saja setuju!" Seru Juna yang masih duduk canggung di meja makan.

Seikha berdiri, langsung menuju ruang keluarga dan menonton televisi. Meninggalkan Juna yang masih terdiam mencerna yang terjadi. Juna menyusul Seikha dan mereka menonton bersama.

"Sei, jadi kamu sekarang pacarku kan?" Juna memberanikan diri membahasnya.

"He em," jawab Seikha singkat merespon pertanyaan Juna.

"Kita mau date kemana? Nonton?" Juna antusias sekali.

"Kontak fisik atau sentuhan dari seseorang yang berarti, dapat melepaskan hormon serotonin atau hormon kebahagiaan. Sentuhan fisik juga dapat mengurangi rasa sakit, baik fisik maupun mental." Seikha tiba-tiba mengingat saran dokter Samuel, saat dirinya dianjurkan sharing kehidupan sulitnya pada orang yang dipercaya.

"Nonton ini dulu saja," ucap Seikha memegang tangan Juna dengan erat. Lalu menyenderkan kepala dan bersandar pada bahu lebar Juna.

Pipi Juna memerah, jantungnya berdebar kencang. Seikha yang tenang hanya diam, menonton televisi dengan damai. Bahu Juna tegang, ia bahkan tidak paham dengan jalan cerita film yang sedang mereka tonton bersama. Waktu seakan berhenti baginya. Ternyata kasmaran lebih menegangkan dibanding balap motor di sirkuit, pikir Juna.

"Apa yang harus aku lakukan?" Juna berpikir dalam hati.

Juna masih terdiam, ia bingung harus membahas apa. Padahal biasanya pembicaraan mereka mengalir begitu saja. Namun karena status in a relantionship terngiang di otaknya, mulutnya seperti kebas. Tergelitik oleh pikirannya sendiri, Juna menahan senyum di bibirnya. Hingga Seikha berdiri dan menghentikan khayalannya.

"Jun, pulang dulu ya. Besok jemput," Seikha berlalu meninggalkan Juna yang belum sempat mengatakan sepatah katapun.

Seikha berjalan santai menuju mobilnya. Begitu memasuki kendaraanya, Seikha memegang dadanya. Ia menahan kegugupannya, jantungnya berdebar-debar, jarinya gemetar hebat.

Seikha menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya. Seolah masih tidak percaya, Seikha terheran-heran berbicara seperti itu di depan Marni, ibunda Juna.

"Ya ampun, jantungku hampir copot," ucap Seikha sambil bercermin di kaca depan dashboard mobilnya.

Seikha lalu memanaskan mobil dan pulang menuju rumahnya dengan hati berbunga-bunga. Tidak menyangka bahwa akhirnya ia dan Juna berpacaran, momen yang sebenarnya ditunggu sejak lama.

Keesokan harinya Juna menjemput Seikha untuk berangkat kuliah bersama. Tentu saja membawa helm pink yang sekarang sudah resmi menjadi milik kekasihnya, Seikha. Mereka tidak banyak bicara, hanya menikmati pemandangan dan semilir angin di atas motor.

Sesampainya di kampus, Dayu berpapasan dengan Seikha dan Juna. Dayu yang melihat sudah tidak heran dengan kedekatan keduanya. Sampai Seikha berbicara dengannya.

"Hei, kenalkan ini pacarku," sambil menggenggam tangan Juna, Seikha memperkenalkannya pada Dayu dengan ekspresi datar dan mata yang tajam.

Mata Dayu melotot dibuatnya, sungguh kabar yang mengejutkan, yang dapat menggemparkan seluruh mahasiswa di kampus ini. Dayu buru-buru mengirimkan pesan via whatsapp kepada Ali.

Tidak lama berselang, tampak dari kejauhan Ali berlari sekuat tenaga mendekati mereka. "Hei! Serius? Woi serius kalian pacaran? Jun???" Ali masih terengah-engah.

"Iya," jawab Seikha singkat, semakin mencengkram tautan jemari tangan Juna.

"Bukan Juna tapi Seikha yang jawab? Wah... Wah..! Ali masih saja tertegun, dengan suara lantangnya ia terkejut.

"Woi! calon Ketua BEM kita akhirnya pacaran woi....! Ali masih berteriak sambil tertawa. Lalu ia memiting leher Juna. Ali terlihat begitu gembira.

Juna yang melihatnya langsung membekap mulut Ali, "Sssttt, apa sih Li! Malu tahu ga? Juna tersipu.

***

Dear Diary

25 Februari 2020

Kemarin, tanggal 24 Februari 2020, Juna menjadi kekasihku. Namanya Arjunara, Ibu. Sebenarnya aku sudah banyak menulis tentangnya. Namun kali ini berbeda, kisahku baru dimulai.

Bagaimana aku menceritakan tentangnya? Dia lelaki yang sabar, hangat dan menawan. Aku menyukainya sedari dulu.

Jika kelak aku putus asa dan menyerah, mungkin hanya Juna, manusia yang bisa membuatku bangkit kembali. Mungkin.

Sejujurnya, aku takut untuk jatuh cinta. Tahu mengapa? Karena hati manusia yang tahu hanya mereka saja. Aku sudah melewati banyak rasa sakit, tidak ingin bertambah luka lagi.

Namun tampaknya aku juga ingin bahagia. Walau tidak terjamin kepastiannya.