"Di sini mulai panas, kita kesana aja yuk." Ajak Una seraya menunjuk pondok di bawah pohon lalu mereka ke sana.
"Terimakasih, ya Na." Kata putri pada Una.
"Terimakasih untuk apa?" Tanya Una.
"Kamu sudah nyelamati aku dari Sisil."
"Aku nggak bermaksud nyelamatin kamu tapi nyuruh kamu agar ci*mannya di sana agar tidak kelihatan orang." Jelas Una yang sukses membuat mata putri melotot.
"Nggak kok, cuma beranda aja kok. Hehe." Kata Una tertawa.
"Yuk buruan." Kata Una lagi.
Putri merasa senang berkumpul dengan temannya, dulu dia sangat jarang jalan bersama teman karena malu.
Tak terasa sudah hampir jam 5 sore, mereka ke asikan main hingga lupa waktu. Una mengantar Putri sampai depan rumahnya. Ada Ibu Putri juga Ayahnya duduk di kursi teras menunggu Putri.
"Kenapa baru pulang?" Tanya Ibunya.
"Tadi keasikan, Bu. Kami juga tadi menonton ke bioskop." Ujar Putri.
"Kami? Kalian berapa orang katanya cuma berdua sama Una."
"Tadi pas di jalan ketemu teman sekelas jadi bareng."
"Kamu jangan belajar bohong, ya. Kemaren bilangnya pake angkot sekarang pulang pake motor, Una itu masih kecil kalo ada apa-apa gimana."
"Sudah, sana Putri masuk mandi dulu gih." Ujar sang Ayah.
Putri bergegas masuk dan ibunya mengikuti dari belakang.
"Kamu nggak ketemu cowok kan, diluar sana?" Tanya Ibunya.
"Maksud Ibu apa?"
"Ibu takut kamu pacaran di luar."
"Emang menurut Ibu aku pacaran? Aku cuma ngumpul sama temanku, Bu nggak lebih."
"Awas saja kalo kamu pacar-pacaran." Ancam Ibunya.
Putri masuk ke kamar dengan jengkel.
"Terus kalo pacaran kenapa? Bahkan Ayah berbuat yang lebih dari pacaran." Ujar Putri bergumam sambil melempar tas juga jilbabnya ke sembarang arah.
Putri teringat saat dia di hutan kota, Alek menembaknya. Dia menyatakan cinta pada Putri.
Dia bingung haruskah dia menerimanya, para temannya mendukung Putri untuk menerimanya dengan perlahan Putri menerima Alek sebagai pacarnya dan Alek adalah pacar pertamanya.
Dengan hati berbunga-bunga Putri menatap foto dia bersama Alek di bawah pohon. Ponsel Putri berdering ada panggilan dari Alek.
"Kamu sudah sampai rumah?" Tanya Alek.
"Iya, baru aja. Kalo kamu?"
"Iya sama baru aja sampai, emm, gimana kalo sekarang kita pakai nama panggilan sayang." Ujar Alek.
"Emm nanti di bahas, sudah dulu ya." Ujar Putri tanpa menunggu jawaban dari Alek Putri memutuskan telpon karena Dila masuk ke kamar.
"Kakak dari mana aja?" Tanya Dila.
"Dari jalan-jalan."
"Enaknya, kemana aja kak."
"Aku mau mandi dulu." Putri berlalu.
Malam hari setelah Dila tidur, Putri mengobrol dengan Alek lewat telpon.
****
Ke esokan paginya Putri berangkat sekolah dia tidak sabar ingin bertemu Alek.
Sampai di sekolah Putri langsung mencari Alek di kelas tapi ternyata dia belum datang.
"Kenapa, put. Dari tadi celingak-celinguk?"
"Nggak ada apa-apa kok." Kilah Putri.
Saat Alek muncul Putri menunduk pura-pura memainkan ponselnya. Alek menghampiri Putri.
"Selamat pagi." Sapanya.
"Selamat pagi juga." Jawab Una. Putri menoleh lalu menunduj lagi.
Alek duduk di kursinya dan Putri melirik Alek. Alek memberi kiss dari jauh membuat Putri memalingkan wajahnya menahan malu.
"Eh, ada apa nih, kok lu begitu sama Putri." Kata teman Alek di sebelahnya.
"Ada deh." Jawab Alek.
"Kalian pacaran?" Tanya Surya pada Alek tapi Alek hanya tersenyum.
"Wah, kayaknya benar. Woi teman-teman Alek pacaran sama Putri!"
Una dan putri menoleh ke belakang, sedangkan Alek menarik baju Surya.
"Emang bener?" Tanya Una.
Putri hanya diam wajahnya terlihat memerah.
"Kayaknya bener nih, ciee." Kata Una. Dalam kelas heboh tapi terhenti karena guru masuk ke kelas.
Saat bel istirahat berbunyi mereka masih kepo terhadap Putri dan Alek. Tapi Alek malah membawa Putri pergi. Sampai kantin Alek mengajak Putri duduk di sana sambil makan mie goreng.
"Dasar yang baru jadian, kita malah di tinggalin." Ujar Una dan di anggukan oleh Sisil.
"Jangan dengerin anggap suara nyamuk." Ujar Alek sambil menyuapkan mie goreng ke mulut Putri.
"Ih mesranya, jiwa jombloku meronta-ronta." Kata Sisil.
"Sana sama Boby, dia naksir kamu tuh." Ujar Alek.
"Nggak mau ah, aku nggak suka dia soalnya burik." Kata Sisil sambil tertawa.
"Ya elah kayak elu cantik aja." Sela Una.
"Emang gue cantik, kalau kalah saing bilang sayang." Ujar Sisil.
"Musik.." sahut Una.
"Tet tet tettettet." Sahut Sisil lagi.
"Apa sih mereka kayak orang saraf." Ujar Alek.
"Eh apa lu bilang, aku dengar tau." Kata Sisil.
"Iya maaf." Ujar Alek.
"Untuk merayakan jadiannya kalian, gimana traktir kami." Ujar Sisil.
"Iya ,pesan aja nanti ku bayar." Kata Putri.
"Yee asik, yuk Na mumpung di traktir."
******
POV YANTO
Aku kenal dengan Santi saat dia bekerja di sebuah toko yang berada di pasar tempatku berdagang. Aku jatuh hati padanya saat pandangan pertama, aku akan kesana setiap hari entah membeli rokok atau apapun agar bisa bertemu dengannya.
Santi ternyata seorang janda beranak satu dia di tinggalkan suaminya setelah melahirkan meninggalkan seorang anak.
Dia memiliki anak perempuan berumur lima bulan kala dia tinggal merantau ke kota, tapi aku tetap menyukainya tutur kata bahasanya yang lembut membuat aku selalu terpesona. Perasaan ku padanya diterimanya dengan tulus setelah kami tiga bulan kenal Dan tiga bulan menjalin cinta aku dengan mantaf melamarnya pernikahan pun terjadi.
Anak Santi bernama Putri kala itu berumur satu tahun, dulu Santi menikah siri dengan suaminya karena sang suami bukan warga indonesia katanya dia orang luar negri. Jadi Putri secara hukum menjadi anakku karena kami mengurus surat-suratnya atas namaku.
Aku sangat menyayanginya seperti anak kandungku sendiri, hingga anak kami lahir setelah lima tahun menikah aku tetap tidak membedakan kasih sayangku.
Santi istriku sangat bahagia sering mengucapkan terimakasih padaku. Tapi selalu ku jawab, "jangan pernah bilang terimakasih karena itu kewajibanku, sayang. Dan jangan pernah bilang sama Putri kalo aku bukan ayah kandungnya, nanti dia sedih." Bahkan aku bilang dengan semua keluarga jangan pernah bilang yang sebenarnya.
Di umurku yang menginjak 40 tahun, aku semakin perkasa dalam urusan ranjang. Entah kenapa persaan ingin berc*nta selalu ada beruntung istriku selalu melayani dengan baik.
Hingga Santi istriku hamil lagi tapi kehamilannya sangat parah hingga dia tidak bisa bangun dari tempat tidur aku sangat mengkhawatirkannya, setelah di periksa dokter Santi harus istirahat total bahkan tidak bisa berhubungan selama dua bulan itu sedikit mengganggu pikiranku.
Sudah tiga minggu Santi hanya berbaring di kasur, sebagai suami yang baik aku selalu menjaganya apalagi anak-anak sekolah.