Chereads / ML DENGAN ALDI / Chapter 1 - ML DENGAN ALDI

ML DENGAN ALDI

Leo_Verry
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 7.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - ML DENGAN ALDI

"ALDI" entah sudah berapa kali aku mengetik nama itu dalam mesin pencarian Google, Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok dan banyak lagi, tapi tetap saja hasil yang muncul bukan yang aku harapkan.

"ALDI" adalah anak pak Rahmat, tetangga di samping rumahku. Rasa penasaran telah menyita banyak waktuku hari ini, sampai-sampai beberapa kali papa dan mama menegurku yang tidak kunjung keluar kamar dan sibuk dengan ponselku, padahal baru 1 hari sejak kepulanganku dari Yogayakarta.

"Apa kamu tidak kangen suasana rumah?" omel mama.

Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di kota itu, namun beberapa bulan ini semenjak Pandemi COVID 19 melanda seluruh dunia, metode pembelajaran telah disesuaikan menjadi daring. Awalnya aku tetap tinggal di kosanku di Kota Yogyakarta untuk beberapa bulan, namun pandemi tidak kunjung mereda, maka papa meminta aku pulang, toh kuliah daring bisa dilakukan dari rumah.

Aku Kembali berpikir keras, sambil mengingat-ngingat siapa nama lengkap dari Aldi, anak pak Rahmat itu. Semenjak kecil aku hanya memanggilnya dengan nama itu. Kalau diingat-ingat, sudah 6 tahun aku meninggalkan kampung halaman ini. 3 tahun mengenyam pendidikan SMA di Kota, dan tinggal bersama tante, adik kandung mama, dan 3 tahun pula aku sudah tinggal di Yogyakarta menempuh Pendidikan tinggi.

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Dulu, sebelum aku masuk SMA di Kota, Aldi masih SD, cupu dan agak dekil. Tapi kemarin, saat baru tiba dari bandara, aku melihatnya telah tumbuh menjadi remaja SMA yang gagah. Remaja 17 tahun itu sedang mencuci motornya di halaman rumah yang tidak begitu besar dan tanpa pagar. Hanya memakai celana boxer ketat dan pendek, Aldi tampak sangat seksi. Otot-otot di lengannya sudah mulai terbentuk, bulu-bulu halus di bawah pusarnya juga sudah mulai tumbuh, dengan postur tubuh atletis, dia tampak sangat gagah, meskipun tidak memiliki kumis.

Jantungku berdegup kencang, aku paling tidak tahan melihat berondong seksi, yang tidak memakai baju dan hanya mengenakan celana pendek. Seketika kontolku mengeras, celana jeans yang aku kenakan semakin sesak, terutama di daerah selangkangan.

Aldi tidak melihatku, bahkan dia tidak menyadari kepulanganku. Remaja itu sibuk bermain air dengan motornya. Walau hanya sebentar memandangnya dari jalan depan rumahku, itu sudah cukup membuat pikiranku penuh dengan "ALDI". Otakku dengan cepatnya memproses data-data yang dikirim dari mataku, hingga beberapa hari ini pikiranku masih saja memikirkan ALDI.

Sejak kemaren malam aku mencari akun media sosialnya, tapi dengan hanya bermodalkan nama "ALDI", mustahil mendapatkan akun yang cocok dengan Aldi tetanggaku. Sebenarnya ada cara yang paling cepat dan simpel, cukup bertanya pada Egi, adik kandungku yang seumuran dengan Aldi dan kelihatannya mereka juga berteman, hanya saja aku tidak punya cukup alasan untuk menanyakannya.

Semakin lama aku berfikir malah semakin frustasi saja. Bagaimana caranya aku bisa dekat dengan Aldi, sesuatu hal yang sangat sulit. Jangankan dekat, berbicara saja kami tidak pernah, aku lebih tua 6 tahun darinya, kami tidak berteman, apalagi akrab, jadi berharap untuk bisa dekat hampir mustahil.

*****

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Sudah seminggu semenjak kepulanganku ke rumah, dan masih belum berhasil mencari akun media sosial Aldi. Aku juga tidak punya nomor Whatsap anak tetanggaku itu, kelihatannya aku harus mulai menyerah mendekatinya, apalagi aku sama sekali tidak tau apakah dia gay sepertiku atau tidak. Namun, otakku masih belum sepenuhnya menyerah. Beberapa kali aku mencoba berjalan melewati depan rumahnya, namun hasilnya nihil. Aldi tidak ada di depan rumah.

Dengan rasa kecewa hatiku berharap kehidupan kembali normal, pandemi usai, maka anak-anak akan mulai Sekolah. Kalau saja anak-anak sekolah sudah belajar tatap muka, aku pasti sudah bisa melihatnya setiap pagi dan sore dengan seragam sekolahnya. Kadang pikiran nekat membujukku berkunjung ke rumah pak Rahmat, tapi apa alasanku kesana? Aldi adalah anak sulung pak Rahmat, adik-adiknya masih SMP dan SD. Apalagi Aldi juga bukan temanku,bisa-bisa pak Rahmat curiga dengan kedatanganku tanpa alasan.

Untung saja hari ini keberuntungan memihaku. Mama baru saja masak banyak makanan dan membagikannya kepada beberapa tetangga, dan salah satunya untuk pak Rahmat dan keluarganya. Egi yang ditugaskan mama untuk mengantarkan makanan-makanan itu tampak kesal, raut wajahnya tampak kurang senang, apalagi dia baru saja kalah beruntun di game Mobile Legend yang dimainkannya dari pagi tadi.

Tanpa basa-basi aku menawarkan diri mengantarkan makanan untuk pak Rahmat, mama mengangguk dan tersenyum, tampaknya mama tidak menyadari niat lain yang ada di benakku. Tanpa menunggu lama aku langsung menuju rumah pak Rahmat yang berada tepat di samping rumahku. Pintu samping rumah itu tidak tertutup, aku mengucapkan salam melalui pintu itu. Bu Lia, Istri pak Rahmat menjawab salamku, dan mempersilahkan aku masuk.

"Oh mas Fadly, kapan pulang dari Jogja mas?" tanya Bu Lia ramah. Sambil menerima makanan yang aku bawa dari rumah.

"Sudah seminggu bu" jawabku tidak kalah ramahnya.

"Oalah, kok gak pernah kelihatan." tanya Bu Lia lagi. Aku hanya tersenyum.

"sebentar ya, ibu salin dulu isinya" tambah Bu lia sembari berjalan ke belakang.

Aku mengangguk sambil memperhatikan se-isi rumah. Aldi tidak tampak di ruang tengah itu, dan kelihatannya juga tidak ada di kamarnya, karena pintu kamarnya terbuka dan tampak kosong.

"Mas Fadly, ini ada pisang, kemaren ayahnya Aldi ambil dari kebun, bawa pulang ya, sudah hampir matang kok." Ucap Bu Lia dari belakang.

Aku masuk ke belakang mengikuti arah suara bu Lia, dan ternyata Aldi ada di situ. Jantungku lagi-lagi berdegup kencang, apalagi memandang Aldi yang sedang memasukan pisang-pisang itu ke dalam kantong pelastik sambil jongkok. Penampilan anak itu sama persis seperti seminggu lalu, hanya pake celana pendek tanpa baju, tapi kali ini aku melihatnya dari dekat.

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Aldi hanya menunduk tanpa menoleh ke arahku. Aku kembali menelan ludah ketika melihat Aldi membungkuk agak dalam saat mengambil kantong pelastik di depannya, celana pendeknya yang agak longgar sedikit turun memperlihatkan celah bokongnya yang tampak lembut dan mulus. Kejadian itu berlangsung sangat cepat, namun otakku lebih cepat lagi merekamnya.

"Oh iya mas Fadly lama liburnya?" tanya Bu Lia membuyarkan pikiran mesumku.

"Hmm, bukan libur sih bu, kuliah daring. Mungkin sampai akhir semester" jawabku seadanya.

Aldi menoleh ke arahku, sedikit menggangguk dan tersenyum. Kelihatannya anak itu baru menyadari kehadiranku. Mungkin itu caranya menyapa, aku membalasnya dengan senyum yang sama.

"Iya. Semenjak COVID ini, anak-anak pada sekolah daring. Ibu terpaksa jadi guru juga. Kadang ibu suka bingung mau jawab apa. Apalagi pelajaranya si Dila, masih SD tapi dapat tugas terus, kadang ibu suruh Aldi bantuin, dianya juga banyak tugas. Akhirnya ibu yang ngerjain tugasnya Dila." Ucap Bu Lia Panjang lebar, aku hanya senyum-senyum saja mendengarnya.

"Tapi kalau pelajaran Aldi, Ibu gak bisa bantu. Ibu kan cuma lulusan SMP di kampung, nggak ngerti pelajaran anak zaman sekarang. Yang penting Ibu mah, nyiapin kuota data nya aja." Sambung Bu Lia. Aldi tersenyum malu mendengar curhat Ibunya.

"Oh ya, kamu bisa tanya-tanya mas Fadli, Al. kalau sedang gak ada kelas, mas bisa bantu kok." Kata-kata itu meluncur begitu saja. Aku tidak tahu dari mana keberanian itu muncul, seakan-akan aku sudah kenal baik saja sama Aldi.

"Aduh jadi merepotkan mas Fadly. Tapi makasih banyak mas Fadly ya, Ibu juga suka bingung kalau Aldi gak ngerti pelajaran itu" Ucap Bu Lia semangat, sementara Aldi tersenyum sambil sedikit menggangguk.

Setelah berbasa-basi singkat aku pulang ke rumah dengan satu kantong pisang pemberian Bu Lia. Pikiranku melayang, kesempatan membantu Aldi belajar adalah kesempatan emas. Aku kembali ke kamarku, mengunci pintu, mengambil lubricant oil dari lemariku, membuka semua pakaianku dan berbaring di atas ranjang sambil membayangkan belahan bokong Aldi yang mulus yang telah terekam dalam otakku, sampai akhirnya cairan kental putih keluar dengan derasnya dari ujung kontolku, lalu aku tertidur.

------------

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

2 bulan telah berlalu, Aku dan Aldi sudah mulai akrab. Aku sudah sering menemaninya belajar, main game bareng (kebetulan kami suka game moba yang sama) dan bahkan kami pernah jalan dan belanja ke mall di kota, yang jaraknya 3 jam dari kampungku. Meski kami sudah mulai akrab, namun semuanya masih dalam tahap wajar, Aldi mengganggapku seperti senior atau kadang seperti kakaknya, dan akupun demikian. Aku tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh, setidaknya sampai saat ini.

Aku masih takut dan cemas, dalam 2 bulan ini aku masih pada tahap mengumpulkan informasi. Sebagai seorang penyuka sesama pria dari kecil, instingku sudah bekerja dengan cukup akurat. Hasil pergaulanku dengan Aldi dalam 2 bulan ini menyimpulkan, Pertama aku masih belum yakin dengan orientasi seksualnya, dari pengamatan ku mengatakan bahwa Aldi 90 % straight, tapi Instingku mengatakan hanya 60% (salah satu pertimbangannya ketika kami ke kota, setiap ke toilet umum Aldi selalu ke toilet tertutup, Ia tidak pede buang air kecil di toilet terbuka, meski itu bisa saja kebiasaannya. Tapi dari pengalamanku biasanya Gay yang tertutup akan sungkan buang air kecil di toilet terbuka). Kedua, dari cara berpakaian, bicara, sifat dan perilakunya instingku mengatakan bahwa 70% Aldi tidak Homopobhic, dan kelihatannya Ia tidak terlalu peduli dengan orientasi seksual. Tapi tentu saja itu semua hanya asumsiku, dan bisa saja keliru.

Dengan informasi seperti itu tentu saja aku tidak berani membahas apapun tentang masalah-masalah seksual dengan Aldi, salah-salah hubungan kami bisa jadi hancur. Meskipun aku belum melakukan apa-apa, setidaknya mataku sudah puas melihat bagian-bagian tubuh Aldi selama aku membantunya belajar, tentu saja Ia selalu menggunakan celana pendek tanpa baju.

------------------

Semesterpun akhirnya berlalu, pemerintah telah memutuskan pembelajaran tatap muka akan segera dimulai setelah program vaksinasi guru dan pelajar sudah mulai merata, dan kampusku pun mengikuti arahan pemerintah.

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Malam ini hujan lumayan deras, bahkan sudah dimulai dari pagi hari. Aku masih sibuk di kamar menyiapkan barang-barang yang akan aku bawa ke Yogyakarta besok. Kebetulan kamarku ada di lantai 2 bersebelahan dengan kamar Egi, adikku satu-satunya. Hasil tes PCR juga sudah keluar, tadi sore papa mengambilnya ke rumah sakit di Kota. Pesawatku akan terbang pukul 15.00 WIB besok.

Dari kamar Egi sayup-sayup terdengar suara yang tidak asing. Aku membuka pintu kamarku, dan pergi ke kamar Egi, ternyata dugaanku benar, itu suara Aldi. Ia sedang asik bermain game sambil sesekali mengeluarkan kata-kata kasar, terutama kalau timnya bermain jelek.

"Oh, ada kamu Al" tanyaku dengan nada biasa saja yang dipaksakan sembari berdiri di pintu kamar Egi.

"Iya mas" jawabnya singkat tanpa menoleh. Tatapannya masih ke layer ponselnya, Egi malah acuh saja. Kelihatannya mereka sedang mabar.

Aku masuk ke kamar Egi dan duduk di atas ranjangnya.

"Serius banget Gi?" basa-basiku ke Adikku itu.

"Bentar mas, ntar kalah" jawabnya ketus. Aku tertawa mendengarnya.

"Nginap Al?" tanyaku kepada Aldi. Mungkin saja Ia mau menjawab obrolanku.

"Iya mas, tadi habis zoom bareng sama Egi, males pulang, masih hujan juga" jawabnya lagi dengan mata masih terpaku ke layar smartphone. Aku mengangguk dan sesaat memperhatikan kedua bocil itu, lalu Kembali ke kamarku meninggalkan mereka berdua yang masih asik dengan game mobanya.

Pukul 2 dini hari aku terbangun, hujan masih deras, bahkan semakin deras. Suara air hujan yang jatuh ke atap terasa begitu kencangnya. Mataku kelihatannya tidak bisa diajak tidur Kembali. aku berdiri dan bejalan menuju toilet di lantai 2, yang biasa aku dan Egi pakai. Toilet itu ada tepat berada di seberang kamar Egi.

Setelah buang air kecil, dan keluar dari toilet aku baru sadar ternyata pintu kamar Egi tidak tertutup. Aku teringat kalau Aldi menginap di kamar Egi, kantukku seketika menghilang, meskipun aku sudah sering menemani Aldi belajar, semua dilakukan siang hari di rumah Aldi, dan selalu ada Ibunya. Kalau dipikir-pikir, aku malah tidak pernah melihat Aldi sedang tertidur, apalagi di rumahku sendiri.

Dengan perlahan aku melangkah ke kamar Egi. Kamar ini redup, karena lampu kamar dimatikan. Cahaya yang masuk berasal dari lampu di balkon. Aku menelan ludah melihat Aldi yang tertidur pulas di lantai beralaskan karpet bulu yang lumayan tebal, sementara Egi tidur di ranjangnya.

Tubuh aldi yang hanya berbalut celana pendek, sama seperti penampilannya biasanya. Kali ini aku bisa dengan leluasa memandangi tubuh Aldi. Ia tidur terlentang, celana pendeknya yang tipis sedikit turun di bagian samping, memperlihatkan bulu-bulu lebat bagian atas batang kontolnya. Kulit tubuhnya yang kuning, wajahnya yang tampan dengan otot-otot yang mulai terbentuk di lengan dan perutnya, betul-betul membuat pikiranku gila. Kakinya yang juga mulai ditumbui banyak bulu, tampak bersih meskipun agak sedikit lebih gelap dari warna kulit perutnya. Mungkin karena Ia selalu menggunakan celana pendek.

Dan yang bikin aku semakin gila, adalah tonjolan kontolnya yang tampak jelas di celana yang lumayan longgar itu. Dengan pelan aku mendekati Egi, tampaknya Ia tidur sangat pulas, aku tau Adikku kalau tidur tidak akan mudah bangun. Lalu aku kembali mendekati tubuh Aldi, Tampaknya tidak berbeda dengan Egi, Ia tidur begitu pulasnya. Entah keberanian atau kenekatan yang bodoh, aku tidak tahu, yang jelas tanganku perlahan aku masukan ke sela-sela bagian bawah celana Aldi, lalu menyentuh Pahanya yang lembut dan mulus, membuat jantungku memompa lebih kencang dan kontolku seketika menegang dan berdenyut. Kemudian tanganku mulai bergerak ke arah bagian atas, menyentuh bulu-bulu halus, dan astaga, kelihatannya bulu jembut Aldi sangat lebat. Dan akhirnya tanganku menyentuh batang kontol Aldi, yang ternyata mulai tegang. Kontolku lagi-lagi berdiri dan berdenyut. Kontol Aldi terasa hangat.

Perlahan Aku mendekatkan wajahku ke wajah Aldi, memeriksa apakah Ia masih tertidur, dan kelihatannya Ia masih tertidur. Keberanianku semakin menjadi-jadi, birahi telah menguasaiku. Dengan hati-hati aku mulai menurunkan celana Aldi bagian depan sehingga kontolnya tampak jelas, kontol Aldi sudah tegang dan bediri lurus ke atas dengan sempurna. Aku sudah tidak tahan lagi, sesekali tubuhku gemetar, mungkin sudah sangat Horny. Seketika aku melepaskan celana pendek yang aku kenakan dan kontolku yang besar menyeruak keluar sama tegangnya dengan kontol Aldi, aku tindih tubuhnya, kontolku menindih dan menggesek tubuh Aldi. Nafasku mengalir tidak teratur. Kontolku berdenyut nikmat, ingin rasanya aku cium bibir Aldi, namun belum sempat aku lakukan, tiba-tiba Aldi membuka matanya, kontolku yang tadi tegang langsung menciut. Aku cemas, takut dan malu, tubuhku tidak bisa bergerak, serasa otaku tak mampu lagi mengendalikannya. Tiba-tiba Aldi mendorong tubuhku, dan berdiri, menaikan lagi celananya yang tadi aku turunkan. Sekilas kontolnya masih tampak tegang. Aku memejamkan mata, sangat malu dan menyesal.

Aku masih berbaring di karpet sementara Aldi keluar dari kamar Egi dan menuju toilet. Aku bingung, cemas dan takut. Perlahan aku duduk, aku berpikir untuk meminta maaf kepada Aldi. Bagaiaman kalau dia marah atau benci kepadaku? Atau yang lebih buruk lagi Ia melaporkan pernbuatanku. Apalagi Ia belum berusia 18 tahun, aku bisa kena pasal perlindungan anak, 15 tahun penjara, bagaimana dengan masa depanku?

Aku terus berpikir keras, bagaimanapun aku harus berbicara dengan Aldi. Tapi dimulai dari mana? Apa alasan yang dapat aku berikan? Pembenaran apa yang dapat membuat Aldi menerima permintaan maafku? Semua berkecamuk dan bercampur aduk jadi satu di kepalaku.

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Akhirnya pintu toilet terbuka, Aldi berdiri di depan pintu kamar Egi, aku terdiam dan tertunduk malu. Ada rasa takut yang teramat dalam pada diriku, sehingga tak berani memandangya.

"Mas" ucapnya pelan.

Sekuat tenaga aku memberanikan diri mengangkat wajahku, untuk menatap remaja SMA tampan dan seksi itu. Sejenak Ia diam, sedang aku tidak bisa bicara.

"Pindah ke kamarmu yuk" ajaknya pelan.

Aku terkejut dengan ucapan Aldi, selama beberapa detik aku terpaku. Perlahan kesadaranku kembali, dan mataku tertuju ke celana Aldi, tonjolan kontolnya masih tegang. Dengan rasa aneh dan bingung aku berdiri mengikuti Aldi yang terlebih dahulu telah berjalan ke kamarku. Aku masuk lalu mengunci pintu. Aku hanya berdiri, masih terkejut dan bingung. Aldi yang hanya menggunakan celana pendek, melepaskan satu-satunya penutup tubuhnya itu, Ia telanjang tepat di depanku dengan Kontol yang berdiri tegak menantang.

Aku melepaskan bajuku, dan menanggalkan celana yang tadi aku pakai terburu-buru, ternyata kontolku yang besar juga sudah lebih dulu sadar sebelum otakku. Dengan sigap aku mendekati Aldi yang sudah telanjang bulat, memeluk dan menciumnya. Remaja itu membalas pelukan dan ciumanku. Rasa haus akan tubuh Aldi akhirnya malam ini terbayarkan. Ku lumat bibirnya yang merah, terasa manis. Aldi menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku, dan aku sambut dengan mengoral lidahnya itu, sementara tanganku dengan liar memainkan puting susunya.

Aldi pun tidak kalah bernafsunya, tangannya dengan berani menggenggam kontolku yang lebih besar dari kontolnya, dielus-elusnya sesekali. Setelah beberpa menit berdiri, aku merebahkan tubuh Aldi di ranjangku, perlahan aku jilat bagian lehernya, lalu bagian ketiaknya dan berlanjut puting susunya bagian kiri dan kanan. Aldi menggeliat, Ia mendesah, membuat birahiku semakin bertambah.

"Ahhhh, enak mas" desa Aldi sambil tangannya memegang kepalaku, lalu menariknya untuk mencium bibirku. Kami kembali berciuman sambil bermain lidah.

Dengan cepat aku menguasai permainan, aku memainkan bagian telinga Aldi, setiap lidahku menjilat bagian telinganya, Aldi menggeliat dan mendesah. Lalu kembali menjilat puting susunya, turun ke bagian pusar dan perutnya yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus, dan pada akhirnya wajahku tepat berada di selangkangannya.

Aku mulai dengan menjilat bulu jembut di sekitar kontol Aldi, lalu perlahan lidahku bermain dengan batang kontolnya bagian samping kiri dan kanan, lalu menjilat kedua buah zakarnya dengan lembut.

"Ah, enak mas, enak banget" desah Aldi lagi.

Aku tersenyum penuh nafsu memandang wajahnya yang mendesah nikmat. Lalu mulutku meraih ujung kontolnya yang sudah mulai basah, menjilat bagian ujung kontol perlahan, lalu memasukan batang kontol Aldi itu ke dalam mulutku.

Aldi Kembali menggeliat, aku mengoral kontol Aldi dengan ritme yang berbeda-beda, membuatnya menggeliat berkali-kali, setelah cukup lama mengoral kontol Aldi, Ia Kembali menarik kepalaku dan mencium bibirku, lalu membalikan tubuhku dan menindihnya, membuat posisiku berada di bawah. Tubuh telanjang Aldi telah basah berkeringat, aroma kelaki-lakiannya bercampur dengan bau sabun mandi membuat aku semakin terangsang. Aldi lalu melakukan apa yang aku lakukan tadi, Ia mulai menjilat puting susuku, walau belum begitu mahir, tapi sudah terasa nikmat, lalu Ia menjilat area selangkanganku, buah zakarku dan akhirnya memasukan kontolku ke dalam mulutnya.

Beberapa kali Aldi tersedak, karena kontolku lumayan besar.

"Al, gak usah kalau gak kuat" ucapku lembut penuh kasih sayang.

"Pengen coba mas, gak apa-apa" jawabnya terengah-engah.

"Asin ya mas," sambungnya lagi sambil tertawa ringan, aku pun ikut tertawa mendengarnya.

"Mas pengen aku fuck nggak?" tanya Aldi pelan.

"Hmmm, mas belum pernah di fuck Al, mas selalu jadi top" jawabku pelan. Aku cemas Aldi kecewa.

"Nggak apa-apa mas, aku penasaran aja sih rasanya. Kalau mas fuck aku, sakit nggak?" tanyanya lagi.

"Kalau pertama sakit sih Al, tapi mas bisa main pelan-pelan dulu, mas ada lubricant oil yang lembut, tapi tetap sakit." Balasku lembut.

"Aku penasaran sih, coba yuk mas, kalau sakit banget nggak usah lanjut fucknya mas ya." ucapnya ragu. Aku mengangguk.

Aku berdiri mengambil lubricant oil di lemariku. Aldi terlentang di atas ranjangku dan mengangkat kedua kakinya, kelihatannya Ia pernah menonton adegan seks anal.

Aku mulai dengan menjilat batang kontol Aldi, lalu buah zakarnya dan menjilat bagian anus Aldi perlahan.

"Geli mas," desah Aldi. Aku tersenyum.

Ku masukan ujung botol lubricant di bibir anus Aldi, cukup banyak, lalu jariku mulai bermain dengan lobang anusnya. Aldi menggeliat.

Postur tubuh Aldi memang sangat menggoda, ternyata Ia memiliki bokong yang berisi. Belahan bokongnya cukup berotot dan dalam, jadi anusnya menjadi lebih mudah melebar saat dimasukkan benda asing.

Aku kembali memasukan ujung botol lubricant ke bibir anus Aldi dan menyemprotkan lubricant cukup banyak, dan tampaknya masuk sampai ke dalam. Lalu aku mengoleskan kontolku yang masih tegang dengan lubricant cukup banyak, untuk mengurangi rasa sakit Aldi. Perlahan ujung kontolku, aku main-mainkan di bibir anus Aldi, lalu sedikit demi sedikit ujung kontolku ku masukkan ke bibir anusnya, Aldi menjerit pelan, kutarik lagi kontolku keluar, lalu aku olesi lagi dengan lubricant, dan kumasukan perlahan ke bibir anus Aldi, Ia kembali menjerit pelan.

"sakit mas" ucapnya pelan.

"tahan sebentar ya Al" jawabku lembut.

Perlahan kontolku ku dorong masuk ke dalam anus Aldi dan pada akhirnya lolos sampai ke dalam. Terasa hangat dan begitu nikmatnya.

"Mentok Al" ucapku pelan.

"Ia mas, jangan goyang dulu mas, masih sakit" pintanya pelan.

Aku mengganguk, setelah beberapa detik aku mulai memainkan pinggulku. Aldi mulai mendesah, kontolku juga mulai melenturkan dinding anus Aldi, yang kelihatannya mulai rileks. Aku mempercepat ritmeku, mulai menggenjot dan memasukkan kontolku sampai mentok ke dalam lubang anus Aldi. Ia menggeliat, kontolnya mulai kembali tegang.

"Mulai nggak sakit lagi mas" ucap Aldi penuh nafsu. Aku tersenyum, lalu mulai meggenjot anus Aldi dengan ritme yang semakin cepat, tubuh kami dibasahi keringat, aku terus menggenjot anus Aldi dengan kontolku yang besar, Aldi menggeliat dan mendesah berkali-kali. Suara desahan kami saat bercinta tampaknya tertutupi dengan suara hujan.

Hampir 15 menit aku menggenjot anus Aldi, dan akhirnya tubuhnya bergetar dan menumpahkan sperma yang kental di atas perutnya, akun mencabut kontolku dan menumpahkan spermaku di atas perut Aldi, berbaring sebentar karena lemas, lalu kami membersihkan diri dan tertidur.

---------------------

(Aldi, 17 Tahun. Foto hanya ilustrasi yang disadur dari Instagram)

Aku terbangun sudah pukul 8 pagi, Aldi kelihatannya sudah pulang. Papa sudah menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Bandara yang jaraknya 4 Jam dari kampungku. Rencananya papa akan mengantarku ke Bandara. Aku membuka ponselku dan mengirim pesan whatsapp ke Aldi, tapi hanya ada tanda cheklist 1 baris. Apakah ponselnya mati? Aku mencoba menelponnya, nomornya tidak aktif.

Waktu semakin mepet, mama sudah mulai sibuk dan panik takut aku ketinggalan pesawat, sementara pikiranku masih melayang mencari Aldi. Kami belum berbicara apapun setelah bersetubuh tadi malam. Aku benar-benar menikmatinya, persetubuhan tadi malam adalah hal yang paling indah dan nikmat dalam hidupku.

Banyak yang ingin aku tanyakan kepada Aldi. Kenapa Ia mengajak aku pindah ke kamar? Apakah Ia menyukaiku dan mencintaiku? Mengapa Ia mau bersetubuh denganku? Apakah Aldi Gay sama sepertiku? Apakah Aldi menyesal telah bersetubuh tadi malam? Dan ratusan pertanyaan lainnya.

Namun, nomor yang tidak bisa dihubungi, rumahnya yang kelihatannya kosong, membuatku bingung dan frustasi, sementara aku tidak punya waktu lagi untuk tinggal, hanya hitungan menit. Akhirnya, setelah cukup lama mencoba mengontak Aldi, bahkan aku sempat menggedor pintu rumahnya, dengan alasan ingin pamit, tetap saja aku tidak bisa bertemu dengannya, Ia tiba-tiba menghilang entah kemana. Aku berusaha menguasai diriku, karena hari ini aku akan Kembali ke kampus, aku harus bersikap biasa, aku juga tidak ingin kedua orang tuaku cemas.

Papa menghidupkan mobil tidak lama setelah aku memasukan semua barang-barangku, dan pamit kepada mama dan Egi, lalu kami mulai berangkat, sekali lagi aku memandang rumah Pak Rahmat, mencari Aldi, sampai mobil kami belok di ujung jalan desa, Aldi tetap tak terlihat. Aku hanya diam, papa juga tidak banyak biacara. Entah bagaimana ini akan berlanjut, yang jelas kepergian ke Yogyakarta kali ini tidak seperti biasanya. Hmm, semoga saja nomor Aldi akan aktif, dan aku akan menelponnya untuk bertanya bagaiaman hubungan kami selanjutnya.

TAMAT.