Chereads / Aku Tidak Mau Obsesi Pemeran Utama / Chapter 36 - Kegelapan

Chapter 36 - Kegelapan

Selepas Serena menaiki kereta kuda, Luke bergegas meninggalkan tempat parkir. Ia melangkah menuju ke tenda yang menjadi naungan saat event perburuan. Dengan kasar, Luke menyiah kain hitam tenda hingga tubuhnya masuk sepenuhnya.

Putra Mahkota itu pun mengusir penjaga agar segera tunggang langgang dari zona privasinya. Setelah memastikan tidak ada yang mengganggu, Luke melecutkan tali pegas yang menahan kesabarannya.

Lengannya yang kekar ia gunakan untuk mengobrak-abrik benda-benda yang sudah tertata rapi. Mulutnya yang sedikitnya kering melolongkan teriakan gusar. Parasnya yang seharusnya cerah menggelap dengan aura menakutkan.

Luke sudah sepenuhnya berubah menjadi sosok yang kehilangan akal. Ia berlanjut melampiaskan amarahnya dengan melempar apa saja yang terbayang pada retina matanya. Sungguh, seumur hidup tidak pernah sekalipun Luke merasa sekacau ini.

"Arghh!" teriak pria itu.

Sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit berlalu sia-sia dengan amukan. Puas dengan menghancurkan perabotan, ia meremas rambutnya sendiri.

Energinya telah menguar seluruhnya, berubah menjadi rasa letih. Lantas, tubuhnya yang perkasa itu terkulai ke tanah. Perlahan, kedua netranya menerawang lekat pada langit-langit tenda.

"Mengapa, Senika?" ratap Luke. Perih pada kepalan tangannya selaras dengan suasana hatinya detik ini. Rintikan darah jatuh bagaikan hujan di langit mendung.

"Aku sudah memberikan segalanya untukmu, mencurahkan perhatianku padamu. Bahkan, tidak satu malam pun dari anganku ... kosong oleh bayangmu. Tapi mengapa ... mengapa kau pergi meninggalkanku?"

Selama ini, dunia Luke hanya berpusat pada Senika. Baginya, tidak ada yang lebih bersinar selain gadis berparas lembut itu. Tidak ada yang ia harapkan dari keluarga, orang-orang di sekitarnya, maupun sekelebat manusia yang lewat di hadapannya.

Namun, ia hanya berharap bisa menggenggam kebahagiaan bersama Senika. Sebab selama ini, wanita itulah yang menjadi salah satu alasannya untuk bernapas.

"Hah!"

Luke menopangkan kening dengan lengannya. Netra jernihnya menyiratkan tatapan sayu. Perlahan, kelopak mata Luke menutup. Dari pelupuk, setetes air mengalir, membasahi pipi. Gertakan mulutnya beralih mengerut pasrah.

"Apa salahku, Senika? Apa salahku hingga kau terus menghindariku?"

Seluruh pikiran negatif mengerumuni otaknya. Rasa kacau, marah, bersalah, sekaligus sedih bercampur aduk. Baginya, dunia sudah runtuh menjadi puing-puing. Ibarat bangunan yang kehilangan pilarnya, Luke kehilangan arah tanpa adanya Senika di sana.

Kukira kau mulai membuka hatimu untukku. Tapi ....

Cekat tenggorok menghalangi suaranya. Kelenjar air mata menggantikan perannya dengan mengeluarkan air. Semakin lama keheningan menyisip, semakin deras air mata itu mengalir.

Sungguh, ia tidak mau menangis. Ia sangat tidak ingin menjadi lelaki rapuh. Namun kenyataannya, ia tidak bisa menahan dirinya lagi.

Bagaimana tidak?

Luke sudah merencanakan segalanya dengan matang. Ia menunggu Senika sejak lama, bahkan sangat lama hingga rasanya tidak ada yang lebih penting darinya. Ia bertekad akan memiliki Senika dengan mengikat hatinya, bergantung dengannya, membuatnya candu dengan kasih sayangnya.

Namun, kini susunan rencananya berantakan. Terlebih, di momen dimana sosoknya lari kala ia hendak mempersuntingnya.

Luke terus bertanya dalam hati. Apa dosanya? Apa? Apakah ia berdosa karena ia hidup? Ataukah ia berdosa dengan menginginkan Senika?

Luke berlanjut menenggelamkan wajahnya di balik lengan. Lelaki suram itu terhanyut dalam dunia barunya;

Kegelapan.

***