Chereads / Aku Tidak Mau Obsesi Pemeran Utama / Chapter 7 - Tentang Serena

Chapter 7 - Tentang Serena

"Bukankah kau tahu dia bukan boneka?"

Serena mematung mendapati diriku yang membela Lynn. Dengan dingin, ia memandangiku dan Lynn secara bergantian. Kemudian, matanya menyipit ketika terfokus pada Lynn.

"Senika, kau tidak tahu apa-apa," sinisnya kecut. "Sampai kapanpun, kau tidak akan pernah mengerti perasaanku!"

Gadis itu pun bergegas meninggalkanku. Punggung kecilnya semakin menjauh dari gazebo tempatku termangu. Kini, sosoknya itu lenyap dari pandangan.

"Huahh," dengusku. Rencanaku menjadi gagal total dikalahkan oleh rasa empatiku.

"No-na." Lynn mengalihkan perhatianku.

"Lynn, bagaimana keadaanmu?" Aku mendekatinya yang sedang terkapar.

"Terimakasih sebelumnya, Nona. Saya baik-baik saja." Ia meringis, menahan perih luka di wajahnya.

"Sebentar, aku akan mengobatimu."

"Tidak perlu, Nona."

"Ssst!" desisku, sambil menaruh jari telunjuk di bibirku.

Beruntungnya, aku memasukkan obat-obatan di dalam tasku. Aku berjaga-jaga jikalau Serena bertingkah nakal. Tanganku segera meraih sebotol campuran air garam (0,5%) dan kain kasa steril. Aku menyirami dan menutup bagian lukanya

"Nona ̶̶ "

"Tidak apa-apa. Aku sudah biasa"

"Hah?"

Refleks, aku menutup mulutku rapat-rapat. Hampir saja aku kelepasan membeberkan pekerjaanku. Padahal, aku putri bangsawan yang seharusnya tidak melakukan hal remeh menurut aristokrat; seperti merawat luka orang lain.

"Ehm, haha. Lupakan."

***

Setelah mengobati Lynn, aku bergegas ke perpustakaan mansion. Rencanaku yang berikutnya adalah belajar soal bisnis, alkimia, manajemen, geografi, topografi, perniagaan, dan ilmu-ilmu lainnyayang kubutuhkan.

Belajar itu juga perlu agar memperkaya pengetahuan. Pengetahuan itu akan berguna di masa depan. Kau bisa menebak mengapa aku belajar ini dan kaitannya dengan masa depan Senika.

Selama beberapa hari, aku mencoba belajar lagi, merangkak dari bawah. Aku mulai membiasakan diri membaca dan merangkum materi dari buku perpustakaan. Aneh memang. Meskipun aku bukanlah orang dari dunia ini, aku sudah mengerti mengenai huruf dan bahasa asing yang digunakan. Mungkin saja, ini karena aku menggunakan otak Senika.

Buk

Buku Hukum Perniagaan Dawnell kututup rapat-rapat.

"Saatnya makan siang!"

Pintu terbuka dan aku berjalan melewati lorong. Kusempatkan diri melongok ke kamar Serena, tapi anak itu tidak ada di sana. Kurasa, dia masih marah padaku. Ya sudah, apa boleh buat. Aku pun mendatangi dapur untuk mengecek kesiapan makanan.

"Apa kau tahu?" Rinka meletakkan apel yang dipungutnya. "Tadi pagi bocah pembunuh itu berulah lagi."

"Hei, jangan keras-keras!" sahut salah satu koki dapur.

Rinka yang mengelap apel mulai membuka topik, "Target si Iblis kali ini adalah budak berambut putih itu. Kau tahu, penjaga kandang kuda yang pernah menghinanya terang-terangan di depan wajahnya?"

Lawan bicaranya merespon, "Ahh, Lynn yang itu, yang berteriak dia monster pembunuh Nona (Senika) dan Duchess?"

"Apa?"

Ternyata Lynn pernah menghina Serena. Lynn seharusnya tidak boleh melecehkan harga diri bangsawan sembarangan. Berani sekali ia terhadap Serena.

Kemudian kasar sekali ucapan tadi. Mereka menyebutnya Iblis, Monster, dan Pembunuh.

Dan tunggu, barusan dia berkata bahwa Duchess ....

"Nah benar. Dia menampar, menjambak, dan memecutnya di depan Nona Senika yang lemah hati."

"Apa? Jahat sekali. Terus bagaimana dengan Nona Senika?"

Rinka menggigit apel merah yang digenggamnya, "Nona Senika menghalangi Iblis itu. Bahkan dia mengobati Lynn yang terluka parah."

"Hah? Seorang Nona Muda mengobati pekerja?" heran Vio, meletakkan sapunya.

"Aku juga tidak percaya. Tapi itu memang benar. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!" Dengan yakinnya, Rinka memelototi pendengarnya.

"Sudah kuduga, Nona benar-benar malaikat!"

Mereka berlebihan.

Omong-omong, aku jadi memahami situasi yang terjadi di mansion. Posisi Serena tidaklah kokoh dalam keluarga ini. Serena tidak disukai, baik itu oleh keluarga maupun orang-orang mansion.

"Berbeda sekali dengan makhluk gila itu. Dia selalu membawa kesialan, menyiksa orang, bahkan membunuh keluarganya sendiri. Kecilnya saja sudah seperti iblis. Bagaimana nanti kalau sudah besar? Haha."

"Entahlah. Sampai kapan Duke membiarkannya di sini? Seharusnya dia yang mati saja!"

"Apa yang kau katakan?" Akhirnya aku membuka mulut. Aku tak tahan mendengarkan percakapan rendahan ini.

"Astaga!" keempatnya terkejut.

Mereka adalah Rinka sang Tukang Kebun, dua koki dapur, dan satu pelayan bebersih.

"Nona!" Ivory baru saja tiba.

"Jadi ini kebiasaan kalian sehari-hari?" sindirku, tepat membidik para target.

"Bukan, Nona. Itu ...."

"Apa kalian selalu seperti ini? Senang membicarakan Serena di belakang?" potongku.

Seketika mulut mereka bungkam. Keempatnya saling menatap kemudian. Di antara mereka, ada yang tak berhenti mengirimkan sinyal, ada yang merasa resah, dan yang lainnya menundukkan pandangan.

"Nona salah paham!" Vio membela diri.

"Haha. Salah paham?"

Aku tertawa kecil. Kumainkan kuku jariku yang pendek-pendek.

"Kudengar, kalian menyebut Putri Duke Chester yang kalian layani pembawa sial, pembunuh, iblis, sampai ... makhluk gila?"

Lirikanku tertuju pada seseorang yang mengatakannya.

Rinka menutup mata. Sementara yang lainnya tertunduk lemas. Tidak ada yang berani menyanggahnya.

"Aku memang menghargai kalian. Tapi bukan berarti posisi kalian sudah berada di atas. Sejak kapan kalian berhak mengatainya 'mati saja'?"

" .... "

"Dan apa yang kau bilang? Bukankah ibu masih hidup?" tanyaku heran, menunjuk sang Pelaku.

"Kalian keterlaluan sekali mengatainya sudah mati!"

"No-Nona, soal itu ...."

"Aku tak habis pikir. Pantas saja Serena menjadi seperti ini. Sebagai Putri Tertua Duke, kakakku hanya ingin menjalankan kedisiplinannya di depan pelayan. Kalau bukan karena belas kasihannya, seharusnya kalian sudah dipecat dari sini."

Aku menghentakkan kaki, menyentakkan para manusia di dapur.

"Apalagi Lynn, yang telah menghina keluarga bangsawan tertinggi di Kekaisaran Dawnell. Dia seharusnya sudah dipenjara selama delapan tahun di ruang bawah tanah. Bukankah itu isi undang-undang Kekaisaran tentang pencemaran nama baik?" terangku panjang lebar.

"Harusnya kalian sadar diri!" tegasku, menutup kata-kata pelampiasan amarahku.

"Nona Senika, kami minta maaf," mohon keeempatnya.

Mereka mengekoriku yang sudah berada di ambang pintu.

"Bukan aku, minta maaflah pada Serena."

"Nona!" Mereka memanggilku saat aku berlalu.

"Ah, sudahlah. Aku jadi tidak nafsu makan karena ada bau busuk. Ivory, tolong buatkan aku camilan. Aku akan makan di kamar saja!"

"Baik, Nona."

***

Senika kembali ke kamarnya, sedangkan Ivory mulai bersiap memasak sesuatu.

"Apa yang kalian lakukan? Pergi!" usir Ivory terhadap rekan kerjanya.

Di sisi lain, tepatnya di balik tembok, Serena membekap mulutnya rapat-rapat. Serena tercengang menyaksikan tindakan Senika yang tanpa disangka-sangka membelanya.

Sebenarnya, ia hendak mengambil makanan di dapur diam-diam. Namun gadis bergaun merah muda itu tidak sengaja menguping ketika pelayan membicarakan Lynn. Sudah menjadi santapan sehari-hari ia digosipkan dari belakang.

Meski dirinya telah menyebabkan Senika mati suri selama empat tahun, Senika tetaplah berpihak padanya. Hanya dia, hanya Senika lah satu-satunya yang berada di sisinya.

"Senika. "

***