"A crazy sinner ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Saat mereka saling bertatapan, Paing pun mengepalkan tangannya. "Bukan sekarang waktu yang tepat untuk mati ...." batinnya, lantas menyarungkan senjata kembali.
Bukannya apa. Sebab jika Amaara mengajak berkelahi di depan umum, maka biarlah orang melihat bahwa bukan dia yang memulai semua ini.
"Ya, memang kau yang kucari sejak tadi," kata Paing. "Kenapa lama?"
Namun, Amaara tidak langsung menjawab. Omega itu melepas sepatu kets-nya ke karpet. Telanjang kaki. Lalu melangkah sangat anggun padanya. "Bukankah seru kalau bermain-main terlebih dahulu?" tanyanya. "Aku sangat benci Omega-mu, Takhon. Tapi sepertinya dia tidak ikut keluar malam ini. Cih ...."
Dengan disaksikan ribuan orang, mereka pun berhadapan di depan pita peresmian.
Jarak 10 meter.
Semakin dekat.
Hanya saja tidak ada seorang pun yang berani ikut campur samasekali. Mereka sayang nyawa dan memilih melarikan diri. Mundur panik. Beberapa bahkan tersandung orang-orang di belakangnya hingga terjatuh.
BRUGH!
"Hati-hati, Nona!"
Orang itu pun lari terbirit-birit ke belakang. Merasa gila. Padahal Amaara tidak menggerakkan pisau yang ada dalam genggamannya. Dia hanya membawa. Sangat teguh. Dan sepertinya sudah siap menusuk sewaktu-waktu.
"Kenapa jadi dendam dengan Omega-ku?" kata Paing. "Bukan dia yang menusuk kekasihmu. Bukan dia juga yang membuat koma Suppasit."
Mungkin karena terpisah dari Alpha-nya belasan tahun. Amaara pun menyeringai dengan tatapan pedih. "Hmph, benar. Memang bukan," katanya. "Tapi tangan Mile bergerak untuknya pada waktu itu. Dan aku dilarang menyentuhnya, tak peduli sebesar apapun kebencian yang masih kutanggung ...."
"...."
Dalam jarak satu meter, kini mereka saling mengunci bola mata.
"Jadi, Takhon ... jika aku bisa menyakiti Natta dengan mengambilmu, kenapa tidak?" kata Amaara penuh luka hati. "Kau ini sumber segala-galanya, tahu. Biang kerok yang membuat kekasihku kesusahan. Tukang selingkuh dan perebut rumah tangga orang. Juga "pembunuh" ... itu pun kalau kau menerima gelar baru setelah ini."
DEG
Pembunuh, huh?
Sebenarnya itu mudah untuk diwujudkan. Namun, kemungkinan Amaara sudah balas menyelidiki masa lalunya. Omega itu paham datang kemari berarti siap kematian. Toh jika gagal membunuh, nyawanya tetap melayang bahagia karena mengotori tangan Paing dengan darah--ah .... sial. Rupanya ini yang disebut Bretha perangkap. Paing memang harus memilih orang yang pantas dihajar, atau nyawanya sendiri yang akan dihukum mati di pengadilan.
Amaara pun mendengus pelan. "Kenapa, Takhon? Kau diam karena semua omonganku benar?" tanyanya. Tapi yang terdengar Paing justru kata-kata Apo.
".... jangan mati kalau besok ada sesuatu selama aku tertidur ...."
Alpha itu pun memejamkan mata. Mencoba menyaring perkataan Amaara agar tak terpancing. Namun, sulit sekali mengendalikan taring-taringnya. "Hhh ...."
Jangan bunuh ...
Jangan bunuh ...
"Atau kau justru takut padaku?"
Kepalan tangan Paing semakin kuat.
".... hhh ... hhh ...."
Dan Omega itu mendadak berteriak. "BRENGSEK KAU ITU SEHARUSNYA MENYERANGKU!! ARRRGHHH!!"
BUAGHHH!!
Dia pun maju dengan tendangan kaki berputar. Betisnya mengincar bekas tembakan di lengan Paing. Namun, Alpha itu sudah menangkisnya dengan tangan kanan.
"Hisssshhhhhh!"
Gagal, ekspresi bengis Amaara pun keluar. Dia membuat orang-orang di sekitar jejeritan. Karena serangannya seperti hewan kecil yang parasit.
BUAGH! BUAGH! BUAGH!
BRAKHHH!
Amaara tidak ragu melompat ke tubuh Paing dan menghajar bagian kepala. Dia dibanting Paing ke karpet tapi sanggup berbalik dengan tubuh lentur. Dan apapun akan dia lakukan agar sang Alpha gemas ingin melumatnya.
"AYO! BUNUH AKU, PAING TAKHON!"
CRAKHHHHH!!
"AAARRRGHHH!"
"BUNUH AKU! BRENGSEK! BUNUH!"
PRAKHHHHH!!!
Paing pun menggampar tangan Amaara pertama kali agar pisaunya terlempar. Bahu kanannya kena dan lukanya sampai belikat. Tapi dia sama sekali tidak menggunakan senjata.
PAKH!
Setiap pisau yang dikeluarkan Amaara dia minimalkan dan buang. Namun, memang butuh tenaga lebih karena jumlahnya banyak sekali. Sehingga Paing pun memaki-maki dalam hati---BAJINGAN! Ternyata lebih susah bertahan daripada menyanggupi pertarungan ....
CRAKKKKHHHH!!
"ARRGHH!"
"HA HA HA HA HA HA! ENAK KAN RASANYA?! AYO LAGI!"
Karena sekarang dia tidak hidup untuk diri sendiri. Dan ada senyum Apo yang menunggunya di rumah.
BUAAGGHH! BUAGHHH! BUAGHH!
CRAKKKHH!
Entah darimana asal kemampuan hebat Omega ini bertarung. Yang pasti dia tidak terpengaruh dominasi Paing Takhon. Dan gerakannya menunjukkan sudah terbiasa menghajar para Alpha dengan tubuh yang lebih besar.
Mungkinkah terjadi selama di dalam penjara? Bagaimana pun Amaara adalah item hasil percobaan ....
"Hhh ... hhh ... hhh ... hhh ...."
Paing pun terkena berbagai luka tusuk selama menanganinya. Namun, Amaara dan si penembak peka dia memakai rompi anti peluru. Sehingga tidak ada lagi tembakan selama mereka bergulat.
BRAKKKHHHHHHH!!
Kedua manusia itu cukup saling banting seperti binatang. Mereka terpental dan merusak gerbang pita peresmian. Dan saling menggampar tanpa peduli kepanikan para penonton berwajah pucat.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"
Teriakan mereka mewarnai momen terang-terangan yang membuat kening Paing bocor. Darah mengucur dari sana karena Amaara menemukan pistol pada sabuknya. Tapi malah menggunakan benda itu menghantam karena sempat direbut balik.
KACRAK!
Dia gemas ingin menarik pelatuk andaikan bisa. Sayang Paing sudah membaliknya di atas karpet. Diduduki. Lalu dua pergelangannya diikat menggunakan sabuk.
BRUGH!
KACRAK! KACRAK! KACRAK!
"HEI! LEPAS! SIALAN! BEDEBAH KAU!" teriak Amaara yang tubuhnya babak belur, walau tidak sebanyak lawannya. Omega itu dipaksa Paing jalan dan diseret ikut. Kali ini benar-benar seperti parasit tangkapan yang sesungguhnya. Dia tidak peduli betapa orang-orang melihat rupanya ngeri. Dan dua orang cluster diserahi Paing agar mengurus Amaara ke bagian kepolisian.
BRUGHHHH!!!
"BAWA DIA!" kata Paing sambil melempar Amaara begitu saja. Dia tersengal dengan darah yang mengucur dari dalam lengan. Lalu memegangi bekas luka tembak yang rasanya ngilu sekali. ".... kerangkeng dengan benar sampai aku kembali ...."
"BAIK, PAK!" kata mereka, yang langsung mengganti sabuk dengan borgol asli.
KACRAK!
Alpha itu mengepalkan tangan karena nyeri tulang pecahnya sampai ke ubun-ubun. Mendesis, tapi dia mengangguk saja didatangi petugas medis yang siaga menunggu.
"Ya, ya ... tentu--aku harus lewat mana?" tanya Paing sebelum mengikuti langkah-langkah petugas itu ke ambulans. Dia tidak dilarikan ke rumah sakit. Melainkan hanya diobati sambil duduk di bagian belakang kendaraan.
"Astaga, benarkah? Setelah ini? Jadi, penerbangan ke Swiss-nya pukul berapa?" tanya seorang dokter yang menangani. Saat itu Paing hanya menjawabnya singkat-singkat. Tidak tanggap. Karena sambil menahan sakit hingga keningnya berkeringat banyak sekali.
"Yang penting teleponkan Dokter Ye agar ikut denganku ke bandara nanti," kata Paing. Yang lagi-lagi buka baju, tapi kali ini perbannya banyak sekali. Tubuhnya dibebat depan belakang seperti mumi. Sebagian besar tatonya tidak terlihat. Sementara dokter itu mengangguk patuh.
"Baik, Tuan."
Walau pun bawahannya sendiri, Paing sampai tak ingat siapa dokter itu, karena pandangannya jadi sering buram. Jahitan paru-parunya mungkin rusak sedikit selama dipakai berkelahi, dan kepalanya pening saat ditemui Jeffsatur bersama dua bodyguard.
"Oh, syukurlah semuanya baik-baik saja," kata Jeff. Lalu melaporkan bahwa anggota bertopeng Amaara sudah diringkus semua ke mobil polisi. Dia juga bilang kalau dapat izin meneliti. Sebab darah Amaara kemungkinan sudah tercampuri oleh obat-obatan selama di Oslo sana.
"Bagus, Jeff. Kuserahkan soal itu padamu," kata Paing, yang berkedip-kedip karena wajah sang hacker kini malah blur total. Dia hanya mengikuti arah pandang berdasarkan sumber suara. Tersenyum. Lalu menepuki bahu mahasiswa itu senang. "Tapi tolong hati-hati saja. Karena menurutku Amaara itu bukan tahanan biasa ...."
...
....
Jeda sejenak yang membuat Jeff melotot panik.
DEG
"Hah? Bagaimana?"
Paing pun mencoba menyadarkan. "Apa kau lupa dia pernah dipenjara sekian tahun?" katanya. "Dan perasaan kau sendiri yang mengatakan dia sanggup kabur."
".... oh, sial. Benar juga ...." gumam Jeff hingga mengepalkan tangan tanpa sadar.
"Ha ha ha, jadi, menurutku ... setelah ini temui Bible dan mintalah pendapat. Lalu gandeng seseorang untuk meneliti agar Amaara tetap tenang selama dalam penjara--hh ... hhh ... uhuk! Uhuk!" kata Paing yang mendadak batuk darah pada telapak tangannya. "Oh ...."
DEG
"HEI, SERIUSAN?! Anda ini tidak apa-apa?!" tanya Jeff, mendadak panik karena baru sekali melihat seseorang seperti itu.
"Hmm, ya ... mungkin," kata Paing. Lalu minta air minum lagi tapi kini untuk membasuh tangannya. "Setidaknya sementara ini baik-baik saja. Ha ha ha ...." tawanya. Lalu berjalan melewati Jeff sambil menerima telepon bisnis.
Kondisi Alpha itu membuat Jeff ikut panas entah kenapa. Tidak tahan, padahal Paing bukan siapa-siapa untuknya.
"Tuan Natta, kapan-kapan sepertinya aku harus menghajarmu ...." batin Jeff saat melihat darah luka-luka Paing merembes di bagian perban punggung. "Kenapa sampai seperti ini? Awas kalau kau sampai kembali pada suami brengsekmu."