Kami semua berduka. Seluruh eksekutif Kostah menundukkan kepala mereka untuk sejenak saja. Mereka mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, rasa marah dan sedih menguasai mereka.
Di depan makam Zagi, kami tak dapat melakukan apapun. Tidak ada yang dapat kami lakukan untuk menyelamatkan Zagi.
Tiga puluh menit setelahnya para eksekutif Kostah kembali berkumpul di markas Kostah. Komando pasukan akan hancur setelah salah satu pilarnya runtuh.
"Jadi Gundong mau menjalani sendiri?" tanya Aoka pada Eden dengan ekspresi datar seolah tak peduli.
Eden mengangguk pelan karena ragu-ragu. "Ya... Anak-anak Gundong tidak mau terlibat dengan Crow lagi, dan para pembully berjanji untuk tak melakukan perundungan. Kami merasa dapat mempertanggungjawabkan keadaannya, jadi kami Akademi Gundong mundur dari Kostah."
Eden dan perwakilan Akademi Gundong lainnya kemudian pergi dari markas setelah mundur untuk bergabung dengan Kostah.
Erga menghela nafas panjang, ia tak menyangka akan ada korban di pihak Kostah. "Kemarin mereka berkata kalau Kostah tidak membahayakan mereka bukan? Tapi Zagi mereka bunuh. Dasar sialan!" umpat Erga karena sangat kesal.
Aoka kemudian berkata, "Ini semua adalah peringatan untuk Kostah. Untuk jangan mencari masalah dengan Crow dimasa depan." terlihat Aoka mengepal tangannya dengan sangat kuat.
Gyanmo tetap diam bersender di bangkunya sambil memejamkan kedua matanya. Gyanmo bernostalgia dengan bagaimana Kostah pertama kali terbentuk.
'Pada awalnya beberapa dari kami hanyalah seorang pembully, kemudian diserang oleh organisasi yang menyebut diri mereka sebagai Crow. Wilayah sekolah tidak aman lagi, kerajaan kecil kami runtuh oleh Crow.
Kemudian takdir mempertemukan kami semua. Pemimpin murid-murid sekolah yang terkuat dan paling berpengaruh. Kami semua bernasib sama, kerajaan kecil kami diruntuhkan oleh Crow dan kami semua bergabung untuk membalas dendam.'
Sulit dipercaya namun entah bagaimana Kostah bisa sampai pada titik ini setelah melewati banyaknya rintangan. Ego dari masing-masing pemimpin sekolah sangatlah kuat. Pertengkaran, saling menyalahkan dan berujung pada mereka semua dapat berteman dan bisa saling bertukar pikiran.
'Zagi...' batin Gyanmo menyebut namanya dengan pelan. Gyanmo tiba-tiba mengingat beberapa kenangan lama yang muncul di benaknya.
[' Gyanmo... Kita semua di Kostah adalah pemimpinnya, Crow adalah perwujudan dari pahlawan keadilan di mata masyarakat. Ibarat kita adalah bangsawan jahat dan merekalah Robin-hoodnya. Yang tertindas sebenarnya lebih di dengar, namun mereka berdalih dengan berbagai macam cara.
Mereka merasa tertindas dan merasa tak adil serta berkata bahwa suara mereka tak pernah di dengar. Yang memiliki kekuasaan selalu menutup kuping dan membiarkan mereka kelaparan. Apakah kita harus memukul mereka? Jawabannya tidak.
Mereka begitu karena lapar, mereka begitu karena merasa tidak ada keadilan. Dunia berputar terlalu cepat untuk mereka. Peran kita telah ditentukan sejak awal... Biarkanlah kita menjadi orang jahatnya, kita hidup di dunia yang berputar karena takdir jadi mari kita terima semua itu, meskipun jika kita semua lenyap tak ada yang menangisi kita... Itu tak akan menjadi masalah. Karena di akhir ceritanya kita tetap membuat mereka semua tersenyum bahagia.' ]
Ungkapan Zagi yang masih diingat oleh Gyanmo membuatnya tertunduk secara tiba-tiba, Gyanmo mulai merasakan dadanya panas dan kedua matanya terasa sangat sakit. Dan tanpa ia sadari setetes air mata mengalir ke bawah pipinya.
Semakin lama ia tak dapat menahan air matanya lagi. Dengan tertunduk ke tanah Gyanmo mulai menangis tanpa suara. "Hikss... Zagi..."
Semua mata di dalam ruangan tertuju pada Gyanmo. mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini, Gyanmo menjadi sangat emosional.
Erga melongo dengan tatapan kosong kearah Gyanmo, sementara Aoka duduk dengan kepala tertunduk dan kedua tangannya mengepal di atas meja.
Arpent secara spontan berdiri meninggalkan tempat duduknya. Dengan suara lantang ia berkata, "Kali ini kita akan serius dalam menghadapi Crow. Tidak ada gunanya menangis seperti ini, aku akan memanfaatkan koneksi ayah ku untuk menangkap mereka," tukas Arpent.
Keempat sekolah yang tersisa di Kostah yaitu. Akademi Gawak, Malhint high school, Wendeth high school serta Akademi Toru akan seratus persen serius untuk menghadapi Crow.
Masing-masing eksekutif meninggalkan bangku mereka untuk pergi pulang, namun Gyanmo masih diam membisu dengan mata sembab.
"Gyanmo, aku akan pergi pulang duluan. Hari minggu besok aku akan ke rumah Tuan Mario kau mau ikut?" tanya Aoka pada Gyanmo yang bengong sembari mengenakan jasnya.
Gyanmo melirik kearah Aoka kemudian bertanya ada urusan apa bertemu dengan ayahnya Zagi. "Mereka sedang berduka... Untuk apa kita menemui mereka? Kita sudah mampir di pemakaman Zagi bukan?"
Aoka tersenyum tipis seraya berkata, "Kau tahu? Crow tidak bisa kita sentuh hanya dengan kekuatan kita yang sekarang. Organisasi berbahaya seperti mereka yang tidak ragu menghilangkan nyawa seseorang pasti memiliki otak bayangan yang bermain di balik layar. Intinya kau mau ikut tidak?"
Mendengar perkataan dan ajakan Aoka yang terdengar meyakinkan akhirnya Gyanmo mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan ikut nanti.
"Ya, sampai jumpa," ucap Aoka sambil berjalan pergi dan melambaikan tangannya pelan.
----------------
Seorang pria paruh baya duduk diatas kursinya dengan selembar kertas di tangan kanannya. Di depannya terdapat meja yang diatasnya terdapat banyak tumpukan kertas dan beberapa tumpukan buku yang tersusun rapi.
Secangkir kopi tersuguh di atasnya pula dengan asap yang perlahan-lahan muncul. Mario saat ini sedang mengurus beberapa berkas-berkas pekerjaannya.
Siang hari itu suasananya begitu terik. Kemudian tak berselang lama seseorang mengetuk pintu kantornya.
Tok... Tok... Tok...
"Ada apa?" tanya Mario dari dalam ruangannya
Sekuriti tersebut kemudian berkata dengan nada sopan. "Ada dua orang ingin bertemu dengan anda Tuan."
Mario mengernyitkan dahinya dan bertanya-tanya siapa yang memilki janji dengannya hari ini.
'Hum...? Siapa?'
"Biarkan mereka berdua masuk."
Pintu kantor terbuka, dari pintu tersebut Aoka dan Gyanmo yang mengenakan pakaian formal masuk kedalam dan memberikan salam sambil tersenyum.
Mario mempersilahkan mereka berdua untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. "Duduklah kalian terlebih dulu."
"Siapa kalian?" tanya Mario pada mereka berdua.
Aoka kemudian tersenyum dan mulai memperkenalkan dirinya dan Gyanmo. "Jadi kalian salah satu teman Zagi? Ada urusan apa menemui diriku?" tanya Mario sambil mengangkat cangkir kopinya kemudian secara perlahan mulai menyeruputnya.
Wajah Aoka tiba-tiba terlihat berubah. Ia secara mendadak menjadi lebih terlihat serius. "Maaf jika ini akan sedikit tidak enak di dengar, namun apakah anda sudah tahu siapa yang membunuh Zagi?"
Mario meletakkan cangkir kopinya di atas meja dengan perlahan kemudian menghela nafas panjang. "Ya... Bernard bukan pelakunya?"
Aoka mengangguk kemudian kembali berkata, "Apakah hanya sebatas itu? Apakah saat Bernard di interogasi ia menjawab soal siapa yang menyuruh dirinya?" tanya Aoka memastikan.
Ekspresi Mario nampak kebingungan dan sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Aoka. Dengan terbata-bata dan ekspresi terkejut Mario berkata, "A-Apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan? Bernard sendiri menyatakan bahwa ia membunuh Zagi karena kesal sebab kekasihnya direbut darinya oleh Zagi!"
Nada tinggi dari Mario tidak membuat Aoka maupun Gyanmo ketakutan. Sebaliknya Aoka menghela nafas lega kemudian kembali berkata, "Baiklah artinya Eden dan ketiga kawannya tidak membocorkan rahasia. Kalau begitu, saya akan memberitahukan kebenaran dari pembunuhan Zagi. Saya akan mulai dengan Organisasi yang melakukan perencanaannya. Mereka adalah Crow."