039 Peringatan
Meski panik dan ketakutan, Anindira tidak putus harapan. Dia terus berlari dengan kepala yang sesekali menoleh mencari tahu keberadaan para pengejarnya. Terjatuh beberapa kali tapi dia tetap berusaha bangkit.
Keempat Hyena itu dengan sengaja mempermainkan Anindira yang berjuang mati-matian untuk bisa lolos dari bahaya. Mereka melepaskannya setelah menangkapnya tapi kembali melepaskannya kemudian menangkapnya lagi. Menyeringai, tertawa, mempermainkannya, membuatnya berlari kesana-kemari, menakutinya, mengejutkannya. Mereka juga menghinanya, merendahkannya dengan mengeluarkan kata-kata erotis yang menjijikkan.
''Menyerahlah, kau sudah kelelahan!'' seru Hyena Emerald sambil menindih tubuh Anindira di bawahnya, ''Kau sudah tidak lagi bisa lari ke mana-mana... Cukup main-mainnya itu hanya membuat aromamu jadi semakin tajam!''
''ARGH!... LEPASKAN AKU!!! KALIAN BAJINGAN BUSUK, PENGECUT...''
Anindira berteriak memaki mereka diantara ketakutan dalam paniknya. Meski begitu dia terus meronta dan melawan sejadi-jadinya.
Semakin Anindra histeris karena merasa jijik dengan tiap sentuhan dari jari tangan Hyena Emerald yang terus menjelajahi setiap lekuk tubuh Anindira. Semakin jadi mereka semua tertawa terbahak-bahak melihat isak tangis Anindira diantara kemarahan dan perlawanannya.
Tidak lagi bersabar, Hyena emerald meraih kerah baju Anindira dan mencoba membuka nya. Tapi…
DUAG
Tiba-tiba saja tubuhnya terpental. Terlempar dari tubuh Anindira dan membuat baju Anindira sobek karena tanpa sengaja ditarik oleh tangan Hyena itu. Bahu atas sebelah kiri Anindira juga ikut terluka karena Hyena itu refleks mengeluarkan cakarnya mengikuti insting saat bahaya datang.
''ENGH!!!'' Anindira mengerang kesakitan merasakan dagingnya terkoyak oleh cakar tajam.
Dalam sekejap Anindira sudah berada di dalam pelukan Gavriel yang melompat ke belakang sambil membawa Anindira bersamanya.
''Gavriel!''
Anindira memanggil dengan ekspresi penuh rasa syukur saat tahu orang yang memeluknya sekarang adalah Gavriel. Anindira langsung memeluknya erat-erat.
Gavriel menepuk-nepuk punggung Anindira yang bergetar ketakutan. Gavriel mencium bau darah yang kental dari Anindira. Tanpa melihatnya dia tahu kalau luka itu pasti dalam hingga mengeluarkan aroma darah yang pekat.
''Anindira...'' panggil Gavriel memastikan kesadarannya. Lalu, darahnya bergejolak karena amarah. Dia melihat pemandangan miris. Baju Anindira terkoyak memperlihatkan bukit kembar mungilnya yang bersimbah darah. Saat Gavriel melihat lebih teliti, terdapat luka lecet dan lebam di sana sini menunjukkan perjuangannya.
''Sakit...?!'' ujar Gavriel sambil menghapus air mata Anindira.
Anindira tidak menjawab. Dia hanya menatap Gavriel dengan wajah memprihatinkan.
''Tahan sebentar...'' ujar Gavriel kemudian. Dia berusaha menenangkan Anindira, ''Mereka pasti telah menyadarinya. Mereka akan segera datang untukmu.''
Anindira mengangguk cepat dengan wajah sembab menanggapi ucapan Gavriel. Dia kemudian segera memeluk Gavriel dengan sangat erat.
''Bangsat! Kalian bajingan busuk...'' Gavriel mengumpat mengekspresikan kemarahannya, ''Kalian Hyena menjijikkan yang hanya tahu mempermainkan wanita beramai-ramai!''
''Singa kecil kau sedang berlagak di hadapan wanita,'' Hyena Emerald menyeringai meremehkan Gavriel.
''Singa kecil,'' ujar Hyena Berlian yang tertua. Dia juga memperlihatkan wajah yang meremehkan pada Gavriel, ''Pergilah, kami memberikanmu kesempatan!''
''Ambil kesempatan yang diberikan, kau tidak akan mampu melawan kami berempat!'' seru Hyena berlian terkecil. Dia ikut meledek.
''Aku bukan penakut sepertimu,'' Gavriel menyahut dengan tegas. Dia memperlihatkan keangkuhan di wajahnya, ''Kau hanya berani karena ada kawananmu...''
''Aku menggunakan otakku. Bukan pertaruhan kenekatan menghantar nyawa.''
''Kita lihat saja,'' Gavriel menyeringai penuh percaya diri, ''Apa yang bisa aku lakukan pada Hyena penakut seperti kalian,'' Gavriel menatap tajam empat Hyena jahat lawannya. Dia menantang mereka dengan sangat berani, tak gentar dengan intimidasiannya, ''Dan kau *Emerald, akan kuremukkan kepalamu!''
Gavriel dengan wajah tenang dan penuh percaya diri balik mengancam mereka dengan sangat lantang. Tapi, tiba-tiba Gavriel terdiam dengan mata terbelalak ketika dia mengesan sesuatu yang berbahaya akan segera datang dari Anindira.
''APA INI?!'' pekik Gavriel bertanya di dalam hatinya, ''Aroma manis memabukkan... Apa-apaan ini, perasaanku jadi aneh?!''
''Dia menyadarinya...'' ujar salah satu Hyena sambil menyeringai.
''Eum, kau mengerti sekarang singa kecil?!'' sahut Hyena yang lain.
''Mungkinkah ini yang jadi salah satu hal menakutkan bagi para pria lajang?!'' Gavriel menyadari sesuatu dan bergumam di dalam hatinya, ''Aroma unik yang membuat pikiranku jadi aneh...''
'''ANINDIRA! KAU...''
Gavriel segera bereaksi dengan menegur dan menatap Anindira dengan sorot mata tajam.
''Apa...???'' ujar Anindira yang seolah seperti berbisik karena suaranya nyaris tidak keluar.
Anindira terkejut mendengar Gavriel memanggilnya dengan nada suara tinggi dengan memicingkan mata menatapnya tajam penuh selidik.
Tapi Anindira kemudian mengacuhkannya karena Anindira juga tetap tidak mau mengalihkan kewaspadaannya pada empat Hyena yang sejak tadi santai dan tertawa-tawa melihat Anindira dan Gavriel.
''Gawat, ini buruk!'' Gavriel yang merasa sangat kesal, ''Kenapa malah di saat seperti ini?!'' Gavriel mengeluh di dalam hatinya dengan apa yang baru saja disadarinya. Sesuatu yang akan semakin memperburuk situasi yang sudah genting.
''Huft,'' Gavriel menarik nafas panjang, ''Anindira!'' panggil Gavriel dengan suara setengah memekik sambil menangkup wajahnya, ''Kepala Desa pasti sedang mencarimu. Setelah ini jangan pernah temui siapa pun selain keluarga Ezra!''
''Singa kecil, berhenti bemain-main. Dia tidak akan bisa menemui mereka!''
''Semua ini adalah kesalahannya karena dia keluar dengan tubuh seperti itu.''
''Kami berempat akan segera menyingkirkan aroma manis itu.''
''Jangan harap kau akan dapat jatah. Karena kau akan pulang tinggal nama...''
Gavriel terusik degan provokasi para Hyena tapi dia menahan diri agar tidak terbawa emosi. Ada gadis yang sedang ketakutan penuh luka di tangannya sekarang. Dia tidak boleh ceroboh karena kesempatan untuk Anindira lolos dari mereka sangat kecil jika tidak adanya bantuan yang datang. Lain halnya jika Gavriel sendirian, dia bisa dengan mudah meloloskan diri.
''Sial!'' pekik Gavriel karena meresa frustrasi, ''Seandainya Hans ada di sini!''
Anindira bingung menatap Gavriel yang tertekan.
Dia ingin mengaum meminta bantuan tapi kecuali Hans tidak ada singa lain di desa ini. Tidak akan ada yang memahaminya.
''Jangan pedulikan mereka, fokus padaku!'' Gavriel segera kembali fokus pada Anindira, ''Jangan pikirkan apa pun selain lari menemui keluarga Ezra. Jangan pedulikan apa pun. Meski kau bertemu dengan prajurit desa abaikan mereka dan terus lari!''
Anindira hanya bisa mengangguk pasrah dengan apa yang dikatakan Gavriel. Meski dia juga mengesan ada yang aneh dengan peringatan Gavriel tapi dia hanya menganggap itu adalah adrenalin Gavriel yang membuat bingung pemikirannya.
''Anindira, fokus!'' seru Gavriel tegas pada Anindira yang panik, ''Saat mereka tumbang, lari secepatnya!... Lari sekuat tenaga!... Jangan pedulikan apa pun!'' Gavriel memberi instruksi sambil menunjuk ke arah mana Anindira harus pergi.
''Jangan temui siapa pun kecuali keluarga Ezra... Lari!... Lari, bahkan dariku!'' Gavriel dengan ekspresi tegang. Matanya tajam menatap Anindira, ''Ingat, kau harus lari, bahkan dariku!!!''
Mata Anindira terbelalak fokus menangkap ketegangan Gavriel. Dia yakin, apa yang dianggap adrenalin olehnya sebelumnya. Tidak sesederhana itu. Ada hal lain yang harus dia waspadai tapi masalahnya dia tidak tahu apa itu.
DEG DEG DEG
Degup jantung Anindira berpacu cepat nyaris membuatnya dadanya sesak. Sekarang bukan hanya empat Hyena jahat yang ditakuti olehnya. Tapi peringatan Gavriel membuatnya waspada meski dia kebingungan.
''Bukan hanya mereka!'' seru Gavriel sambil terus menatap tajam pada Anindira, ''Kau harus lari dariku juga!... Aku juga sangat berbahaya untukmu!''