Chereads / Pembantai Elite / Chapter 9 - Demon Sword Creation

Chapter 9 - Demon Sword Creation

Marie mendekatinya lagi dengan wajah marah yang berubah menjadi wajah yang seolah baik-baik saja sambil tersenyum sedikit pahit.

"Maaf, jika aku berbicara agak terbawa emosi tadi."

"Emm, bukan apa-apa, mungkin kamu sedang memiliki masalah pribadi mu sendiri, hingga kamu bisa terbawa seperti itu."

"Sungguh aku minta maaf."

"Santai saja."

Aiden adalah orang yang pemaaf, dia mudah memaafkan siapa saja, sejak awal dia memang selalu begitu, menjadi orang bodoh yang mudah di tipu dan memaafkan penipu begitu saja.

Atau jika dia pernah menjadi bahan pembullyan atau perundungan sejak dia di kehidupan lamanya, dia mungkin masih memaafkan mereka dan hanya menjauh saja dari mereka, membuat jarak sejauh mungkin dimana dia tidak perlu mengalami hal itu secara sering.

Terkadang dia kesal namun sabar, dan terkadang juga kesal dan kesal yang terus di simpan di dalam hatinya sampai menumpuk dan membuat pikirannya menjadi kacau balau, di saat itulah dia akan berbicara blak-blakan dengan perilaku yang aneh karena otak nya yang benar-benar kacau bertabrakan dengan banyak emosi negatif di hatinya.

Sejak masuk ke dunia iblis, dia tidak memiliki lagi kata menyimpan "Kesal" di dalam hatinya, dia akan mulai mencoba meluapkan semua disini sebagai kejahatan balasannya.

Memukul Cade dengan pukulan yang keras juga merupakan emosinya yang perlu di keluarkan, walau emosi, dia terlihat baik-baik saja atau mungkin sedikit tersenyum untuk membuat perasaan itu tak terlihat oleh orang lain.

Baginya, ini adalah dunia yang berbeda, kini saatnya dia memulai yang baru, tidak ada lagi Aiden yang lemah dan penakut itu. Yang ada hanyalah dirinya sendiri yang sekarang, bertindak semaunya dan sesukanya tanpa harus di atur oleh orang lain. Walau terkadang beberapa aturan itu harus di jalankan.

Sekarang, ada begitu banyak hal yang perlu dia pelajari, mulai dari sihir, atau apa yang berkaitan dengan iblis.

"Bagaimana jika kamu meminjam saja buku-buku ini?"

"Boleh juga, lalu?"

"Kamu benar-benar terlalu banyak bertanya, kamu bisa membacanya di rumahmu, bukankah lebih enak membaca di atas tempat tidur atau kursimu sendiri daripada harus berada disini?"

"Bagiku, tidak masalah, selama aku dapat mengetahui isi buku-buku ini, semua baik-baik saja untuk menghilangkan rasa penasaranku."

Membaca sambil berbincang, mereka sudah menghabiskan waktu cukup banyak di perpustakaan itu untuk membaca. waktu untuk kelas selanjutnya akan di mulai, maka dari itu, mereka bergegas kembali untuk pergi ke kelas.

Sihir penciptaan pedang iblis adalah metode selanjutnya yang akan di pelajari, bu Kana mungkin belum menjelaskan ini kepada mereka semua, tetapi semua itu akan di ajarkan secara perlahan.

"Semua sudah terkumpul di sini? Baiklah jika sudah, maka biarkan aku menjelaskan apa itu sihir kreasi pedang iblis."

"Sihir kreasi pedang iblis adalah metode dimana kalian akan menggunakan sihir bersamaan dengan jiwa yang kalian miliki, maksudku adalah, ini sama seperti kalian mengeluarkan sihir-sihir sebelumnya, namun menciptakan pedang kalian sendiri adalah sihir dimana kalian dapat terus memanggil pedang yang sama, setiap penciptaan pedang akan menggambarkan sifat pemiliknya."

"Kontrol pikiran dalam ketenangan dan buatlah sihir dalam tubuhmu menyatu bersama jiwa mu, lakukan seperti yang kulakukan."

Dia memejamkan kedua matanya, lalu ketika sinar cahaya ungu melingkar berputar di beberapa tangannya hingga sebuah pedang tercipta dari kehampaan dilapisi ungu yang tercipta dari ujung gagangnya hingga ujung bilahnya. Pedang yang cukup indah.

"Setiap orang bisa menciptakan pedang nya masing-masing, tidak selamanya kita bertarung mengandalkan sihir dari tubuh kita, setiap iblis memang memiliki mana bagaikan energi, tapi bukan berarti itu tidak bisa habis. Kita perlu berlatih teknik pedang dengan menggabungkan beberapa persen kekuatan magis di dalamnya, kemungkinan pertarungan yang lebih baik bisa terjadi dengan itu."

Sambil menjelaskan, semua murid-murid itu mencoba untuk melakukan seperti yang dijelaskannya, beberapa murid ada yang cepat mengerti dan cepat menguasainya, mereka langsung bisa begitu cepat dan mahir, ada beberapa yang dapat terjadi di pertengahan percobaan, namun pada akhirnya mereka semua akan berhasil menciptakan pedang mereka masing-masing.

Sekali lagi, padangan bu Kana mengarah padaku dengan tatapan yang serius, kali ini, aku sepertinya akan kesulitan lagi dalam belajar, entah aku fokus atau tidak, kurasa memang ketenangan ku mudah terganggu.

Katanya dalam hati.

Aiden mulai mencoba sedikit fokus dengan dirinya sendiri ketika sesuatu muncul di dalam pikiran nya, membuat nya melihat sesuatu berwarna hitam, sebuah pedang mengerikan yang beberapa bagian gagangnya seperti memiliki sebuah aliran nadi berwarna ungu dan berpencar ke arah tak tentu.

Hanya dengan melihat pedang itu, dia seperti memiliki perasaan yang benar-benar tidak enak lagi, seperti pedang itu dapat menghancurkan seluruh gedung kelas ini.

"Tidak, tidak, tidak, aku tidak ingin terjadi sesuatu."

Kata nya dalam hati, karena dia selalu mengikuti naluri hati nya.

Walau dia mampu menciptakan sebuah pedang sekarang, perasaan buruk itu seperti menandakan sesuatu jika dia harus mengeluarkan pedang itu dari pikirannya.

"Apa yang aku pikirkan? pedang menunjukan sifat pemiliknya? aku...bukan orang jahat, tapi pedang ini terlihat seperti pedang-pedang penjahat di dalam manga."

Dia berkata lagi di dalam hatinya.

Kemudian dia melihat ke arah Marie di sebelahnya yang ternyata belum memiliki pedang satupun.

"Marie, dimana pedangmu?"

"Jangan bertanya seperti itu, sepertinya aku menyerah untuk kali ini, aku tidak akan memiliki pedang."

"Hah? hanya kita berdua lho, kita sama-sama tidak akan memiliki pedang."

"Tenang saja, aku akan menemanimu, kemarin kamu sendirian, sekarang tidak lagi."

Kata Marie dengan senyuman.

Bu Kana datang ke bagian atas menuju mereka berdua.

"Marie, kemarin kamu baik-baik saja tapi sekarang kamu malah tidak melakukan apa-apa."

"Maaf, saya sudah berusaha sebisa mungkin."

"Lalu soal Aiden, kamu sepertinya memiliki kesulitan dalam belajar. Perlukah aku membantumu?"

"Kalau memang seperti itu, aku mungkin bersedia, eee ... tapi..."

Bu Kana tiba-tiba pergi lagi ke mejanya di depan tanpa meninggal kata-kata untuknya.

"...Hemm, aku di tinggalkan lagi yah, padahal aku belum sempat berbicara, mungkin memang semua akan sama seperti kehidupan lamaku, murid pintar dan berbakat akan selalu di perhatikan oleh guru dan di senangi olehnya, lalu bagaimana denganku? Aku benar-benar sulit melakukan apapun."

Marie: "Jangan berkecil hati seperti itu, kamu pasti bisa."

Hingga pada waktunya, kelas berakhir, berakhir dengan akhir yang sama seperti kemarin.

Dia harus pulang lagi tanpa melalukan apa-apa hari ini, selain berkelahi sesama teman sekelasnya dan tes pribadi dengan guru Kana.

Tapi di tengah perjalanan, sebenarnya itu belum terlalu jauh dari sekolah mereka, Marie menghampirinya dari belakang dengan berlari dan menabraknya.

BUK!

"Baa!!! Ingin pulang sendiri?"

"Yeah, mungkin, sudah seperti itu."

"Tidak boleh begitu dong, rumah kita satu arah, kita adalah teman, kamu tega meninggalkan temanmu untuk berjalan sendirian?"

"Bukan begitu, sepertinya aku kurang memperhatikan mu, jadi aku segera pulang ke rumah."

"Lagipula, kamu belum pernah menyebutkan dimana rumahmu, itu membuatku cukup penasaran."

"Mungkin, ada saatnya aku memperlihatkan padamu soal rumahku."

"Sekarang tidak boleh ya?"

"Tidak ... boleh..."

Mereka berjalan mulai keluar dari kota dan melewati desa-desa kecil di dekat hutan. Hutan nya begitu rapi, bahkan ada jalan yang tersedia, hutan yang terasa seperti taman besar, jalannya terbuat dari banyak batu-batu, batu yang di cetak dengan bentuk yang serupa lalu di pasang bagaikan puzzle sampai membentuk jalan yang benar-benar panjang.

"Marie, sebenarnya aku memiliki pedang, aku mungkin memilikinya, maksudku aku melihat nya di dalam pikiranku, hanya saja perasaan ku tidak enak untuk mengeluarkan pedang itu di dalam kelas."

"Perasaan tidak enak yah, padahal aku juga ingin melihat seperti apa pedang yang kamu miliki."

"Lalu?"

"Lalu ... keluarkan saja disini, tidak ada yang melihat. Atau aku harus membawamu ke tempat yang benar-benar jauh?"

"Mungkin itu ide yang lebih cocok, tapi dimana tempat itu?"

"Domain scarlet."

BWUSHHH!

"Hah? Apa ini? Dimana kita?"

"Domain scarlet, ini adalah milikku, kita keluar dari kenyataan. Dimensi tanpa waktu dan aliran lainnya."

Sebenarnya Marie memancing Aiden untuk masuk ke dalam domainnya sendiri hanya untuk bisa memanipulasi Aiden lebih lanjut.

"Apa-apaan, hal ini bisa di sebut sihir?"

'Entahlah, aku masih menganggapnya begitu. Jadi bagaimana? Bisakah kamu menunjukkannya padaku?"

"Tidak apa-apa?"

"Sangat tidak apa-apa, tempat ini sangat kuat."

"Baiklah."

Aiden mulai mencoba seperti yang di lakukan di kelas, walau dia tidak mencobanya, namun dia melakukan dengan metode yang sepertinya agak salah.

Mereka berdua terpisah dari dunia, sebuah tempat aneh yang di selimuti merah yang mengerikan, seperti genangan darah setinggi dua centimeter di kaki mereka. Genangan yang begitu luas mengikuti luas ruangannya. Tapi ruangannya juga seperti tidak berujung, sifat air mengikuti wadahnya, begitu juga seperti genangan yang bagaikan darah ini.

"Marie, sebelum itu, apa ini?"

Sambil menunjuk ke bawah kakinya di arah air itu.

"Itu darah."

Jawabannya singkat.

"Ehh? Darah apa?"

"Darah hiasan."

Aiden: *_*

Karena begitu, Marie sepertinya akan marah lagi jika dia terlalu banyak bertanya, jadi dia akan melanjutkan saja sesuai keinginan Marie untuk melihat pedangnya. Aiden begitu lemah dengan wanita, dia selalu menuruti perkataan wanita, entah apa yang mereka inginkan, dia akan menurutinya semampunya.