"Arukh, apa kau yakin kita tidak perlu menghabisinya?" ucap seorang pria dengan keris yang diacungkan kepada musuh dihadapannya.
Cahaya terik matahari siang itu memantulkan kilauan pada mata keris yang pemuda itu genggam.
"Rayn, dia belum sepenuhnya diambil alih. Kita cukup mengambil pusakanya dan meninggalkannya," balas teman bicaranya.
"Aku heran, kau terbilang baik sebagai seorang Saithe. Aku dengar, Saithe seharusnya memiliki kekejaman yang bahkan dikhawatirkan oleh langit. Apa-apaan sikap lembutmu ini?" Pria itu mencemooh teman bicaranya tersebut.
"Hahaha... Ayolah, kau tahu aku, Rayn," jawab temannya sekali lagi.
"Heh, baiklah terserahmu saja."
Pemuda itu terlihat sedang berbicara dengan dirinya sendiri sembari mengarahkan senyum kepada sebilah keris yang digenggamnya.
Di depan mereka, seorang pria terlihat seperti sedang menahan rasa sakit yang begitu hebat. Sorot matanya penuh keputusasaan, sekaligus kebencian yang tertuju pada pemuda di hadapannya.
"Aku tak akan membiarkanmu mengambil pusaka kebanggaanku!" teriak pria itu dengan susah payah, mengarahkan pusakanya pada Rayn.
"Aku anggap itu sebagai kata-kata terakhirmu," kata Rayn tanpa ekspresi sedikit pun.
Mata dari pemuda itu seakan menyimpan sesuatu yang begitu gelap, yang dapat menelan segalanya. Wajah serius pemuda 19 tahun itu bahkan nampak lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Entah seberapa berat beban hidup yang selama ini menumpuk di punggungnya.
"Aku baru sadar, ternyata kau pelaku dibalik insiden kereta kuda para bangsawan kota Malv yang dirampok saat melalui Hutan Paruwa selama ini," teriak seorang pria yang sudah kacau penampilannya dengan banyak luka menghiasi tubuhnya.
"Benar sekali, dan kau selanjutnya, Tuan Bangsawan." Rayn memberikan jawaban atas tuduhan yang ucapkan bangsawan itu.
"Kau sepertinya salah sangka Bandit hutan!, aku berbeda dari para bangsawan yang menjadi korban-korbanmu sebelumnya." Pria itu seketika melaju kearah Rayn sembari menyeret pedang hitam besar di genggamannya.
Rayn pun melesat ke arah musuhnya. Baku hantam dari dua manusia yang sedang di kuasai oleh ambisi membunuh itu pun segera berlangsung.
Udara yang sebelumnya tenang seketika berubah tak beraturan seiring dengan bunyi nyaring dua senjata yang sedang beradu.
Hutan Paruwa yang terkenal akan kesunyiannya, kini ramai dihiasi oleh suara dentuman besi yang memekikan telinga.
Pohon-pohon yang tinggi menjulang seakan meredam kebisingan itu agar tidak keluar dan selamanya berada di dalam rimbunnya hutan.
Rayn tampak mendominasi pertarungan, menyerang tanpa henti, sementara musuhnya hanya mampu bertahan. Akhirnya, Rayn berhasil menggores lengan kiri musuhnya, membuat darah mengucur deras.
"Akhhh!... sialan kau bandit sialan!, aku akan membalasmu!" teriak pria itu dengan kesal.
Pria berlumur darah itu melangsungkan serangan yang membabi buta kepada Rayn. Sayangnya, Rayn mampu menghindari setiap serangan dengan kecepatannya yang luar biasa.
"Kau lamban," kata Rayn sambil menghindari serangan musuhnya.
"Sialan kau bandit bangsat!... aku pastikan kau hanya akan mati di tanganku," teriak musuhnya.
Rayn benar-benar mampu mengontrol pertarungan itu, dia bahkan tidak menerima satu pun luka dari serangan lawannya dan mampu terus menghindar maupun menangkis setiap serangan yang dilancarkan lawannya.
Hingga akhirnya, pemuda itu mengambil jarak dan mempersiapkan sebuah serangan khusus. Rayn dengan cepat mengubah genggaman pusakanya yang sebelumnya arah bilah keris tertodong kedepan menjadi pegangan senjata yang terbalik dengan bilah mengarah kebelakang.
"Arukh, kita selesaikan permainan ini. [Kein Arukh Casted Skill: Incision Storm]," Rayn melepaskan mantra untuk mengeluarkan kemampuan pusakanya.
Kein Arukh adalah Saithe Weapon (pusaka) yang dimiliki oleh Rayn Morgia yang memiliki bentuk sebilah keris dengan guratan naga menghiasi mata pisaunya.
Di dalam pusaka itu terdapat Saithe dengan jiwa Ken Aruk yang bersemayam dalam bilah keris tersebut.
Ken Aruk adalah seorang pejuang pada era Kerajaan Tuma di masa lalu, merupakan kesatria perkasa yang mampu membunuh raja Kerajaan Tuma dan menduduki kekuasan menggantikan raja terdahulu untuk memimpin kerajaan itu.
Ken Aruk terkenal dengan kepiawaiannya menggunakan senjata keris dan kemampuan spesialnya dimana dia mampu membunuh lawan dalam senyap dan cepat.
Kemampuan itulah yang seterusnya akan diwariskan pada Rayn ketika Rayn menjadi pengguna dari Saithe Weapon Ken Arukh.
Setelah kemampuan yang dimiliki pusaka itu diaktifkan, Rayn memperoleh peningkatan kecepatan yang membuatnya mampu bergerak selaras dengan kecepatan angin badai dan mengarahkan pusakanya untuk menyanyat musuhnya di setiap lintasan laju serangannya, menjadikan musuhnya harus terkurung oleh arus serangan yang dilancarkan Rayn serta terus-menerus menerima sayatan Saithe Weapon-nya.
Pemandangan yang begitu mengerikan terjadi ditengah Hutan Paruwa, latar tempat pertarungan itu berlangsung.
Rayn berhenti setelah rangkaian serangan hebat itu mengenai musuhnya dengan telak yang akhirnya membuat musuhnya tergeletak di tanah.
Pemuda itu dengan santainya mengikat kembali rambut ikal berwarna hitam miliknya yang sempat berantakan akibat serangannya barusan.
Serangan mematikan yang baru saja dilancarkan Rayn seketika menciptakan sebuah hujan darah yang menyirami kawasan hutan itu.
Rerumputan hijau yang menjadi tempat kedua orang itu berpijak, seolah berubah menjadi bunga mawar, begitu merah, serta aroma organik hutan hanyut tertiup bau anyir darah.
"kau mengerikan, Rayn."
"diamlah." Rayn membalas singkat ucapan pusakanya itu dengan sorot mata tajam yang menatap hina lawan di hadapannya.
Pemuda itu terlihat mengibaskan kerisnya, membuat noda darah yang menutupi kilau pusakanya itu jatuh ke tanah.
"Aku sempat terkejut saat melihat buruanku memiliki sebuah Saithe Weapon ... tapi, sepertinya kau sama saja dengan bangsawan yang ku temui selama ini. Mungkin kau mendapatkan pusaka itu hanya bermodalkan uang kotormu yang kau kumpulkan dari hasil memeras darah rakyatmu ... Kau benar-benar tak layak mengenakannya," Perkataan pemuda itu seolah mengandung begitu banyak dendam yang tertumpuk dalam dirinya.
"Baiklah, waktunya menjarah."
Tiba-tiba,
"Tunggu Rayn!" Mendadak pusakanya berbicara padanya.
Rayn berhenti dan mulai memandangi lawannya yang bersimbah darah di hadapannya dengan seksama. Pemuda itu melihat suatu keganjalan pada lawan yang telah dijatuhkannya tersebut.
Pria yang baru saja Rayn kalahkan seperti menggumamkan suatu kalimat aneh yang kurang terdengar oleh Rayn.
Rayn yang curiga segera melesat menghampiri musuhnya itu bermaksud untuk segera memberikan serangan penghabisan.
Namun, setelah dia berada sangat dekat dengan pria itu tiba-tiba saja sebuah ledakan energi yang begitu dahsyat menerbangkan Rayn terlempar jauh dari tempat musuhnya terbaring.
Ledakan itu meninggalkan sebuah medan energi berwarna hitam berbentuk menyerupai sebuah bola energi dan memiliki tekanan energi yang sangat kuat membuat udara yang ada di tempat itu seketika memanas seolah-olah di neraka, ditambah lagi gravitasi ditempat itu seolah-olah meningkat begitu drastis dan menjadikan bola energi itu sebagai tekanannya berkumpul.
"Sial, apalagi ini?" Pria muda itu nampak mengerutkan dahinya.
"Rayn, sepertinya kau akan kesusahan sekarang ... musuhmu telah sepenuhnya merelakan dirinya pada Saithe yang mendiami pusakanya."
"Cih, lagi-lagi hal merepotkan yang harus kuhadapi," ujar Rayn dengan nada agak kesal.
Bola energi hitam itu perlahan memunculkan beberapa retakan yang membuatnya terlihat seperti sebuah telur yang sedang menetas.
Setelah retakan-retakan itu mulai memenuhi benda aneh itu, akhirnya bola itu mulai 'menetas' yang kemudian memunculkan sesosok makhluk asing dengan pancaran aura yang sangat mengerikan
Makhluk itu perlahan keluar dari puing-puing dinding bola energi yang mulai jatuh terkelupas dan menampakkan bentuk fisiknya yang begitu mengerikan dengan tubuh berwarna hitam pekat yang dikelilingi aura gelap yang memberikan kengerian pada setiap orang yang melihatnya.
Makhluk itu adalah Saithe, sebuah jiwa yang dilaknat oleh langit yang memiliki ambisi untuk meraih kehidupan kedua di Alam Fanna.
"Rayn, itu adalah Saithe yang berhasil mengambil alih tubuh penggunanya."
"Aneh sekali, aku tidak pernah mendengar yang seperti itu," ucap pemuda itu membalas perkataan pusakanya.
Saithe yang terlahir kembali di dunia, akan begitu menikmati momen kelahirannya tersebut karena itulah yang benar-benar mereka cita-citakan.
Ambisi yang dibawa Saithe sedari mereka memantapkan niat untuk meninggalkan Akhrat untuk dilahirkan kembali di dunia membuat mereka merasa telah menggapai kemenangan terhadap Semesta.
Saithe itu masih terpejam ketika tubuhnya mulai terpampang jelas di hadapan Rayn. Makhluk itu perlahan menghela nafas yang begitu dalam dan menghembuskannya dengan nada panjang penuh kepuasan.
"Hmmmmm ... khuaaaaaaaaaaahh!!!. Akhirnya! Hahaha!" Suaranya makhluk itu menggelegar di telinga Rayn.
Rayn hanya terdiam mematung ketika Saithe yang ada dihadapannya itu mulai membelalakan mata menyambut dunia.
Terlihat sepasang mata besar berwarna kuning dengan pupil merah darah yang begitu mengerikan mengarahkan pandangan pada pemuda dihadapannya, ditambah lagi pedang besar yang ditenteng mahluk itu semakin memperjelas aura kematian yang mengelilingi makhluk mengerikan itu.
"Hmm, aku ingat perasaan ini ... rasa ketika angin mulai menggesek kulitku dengan begitu manja. Aku ingat perasaan ini, ketika terik sang surya memberikan hangat yang terasa begitu nikmat. Bwahahaha! ... aku sudah merindukan momen ini, momen ketika aku kembali merenggut kehidupan dari Sang Semesta! ... Sang Semesta lihatlah aku! ... aku telah berada satu langkah lebih dekat dari kehancuranmu!" Makhluk itu meracau dengan rasa puas tergambar disetiap kalimatnya.
"Apakah aku akan mati jika melawannya sekarang?" tanya Rayn pada Saithe yang mendiami pusakanya itu.
"Kemampuanmu sekarang belum cukup untuk menghadapi makhluk semacam itu Rayn ... hanya lari satu-satunya caramu tetap hidup," tegas Arukh.
"Jujur saja ... bahkan meskipun aku lari, aku tidak yakin makhluk itu akan membiarkanku kabur darinya dengan mudah."
"Itu memang benar."
"Sial, apa-apaan jawaban itu! ... setidaknya lakukan sesuatu, kau ingat jiwa kita terikat. Jika aku mati, kau pun akan mati ... kau bilang kematian untuk Saithe adalah ketiadaan mutlak. Apa kau tak masalah dengan keadaan itu?" Rayn mulai menggerutu kepada partnernya.
"Kalau boleh jujur, aku sama sekali tidak keberatan jika harus mati untuk kedua kalinya," jawab Arukh.
Ketika Rayn kembali menolehkan pandangnya pada Saithe yang ada didepannya itu, dia begitu dikagetkan karena makhluk yang seharusnya berdiri di depannya itu tiba-tiba telah hilang dari pandangannya.
Suara angin yang begitu mencekam datang ke telinga pemuda itu, mendesir bagaikan badai kematian yang mencari korbannya.
"Mencariku? anak manusia? ... sangat tidak bijak mahluk lemah sepertimu berani memalingkan pandangan dari makhluk agung sepertiku." Makhluk itu tiba-tiba berbisik kepada Rayn dari belakang telinganya.
Rayn sontak melesat secepat yang dia bisa untuk menjauhi makhluk itu sebagai bentuk siaganya dalam sebuah pertarungan.
"Oh ... kau cepat juga. Sepertinya Saithe yang ada di pusakamu itu bertipe kecepatan ya?. Kalau begitu, biar aku lihat seberapa cepat kau mampu mengatasiku," ucap Saithe itu menggertak.
Makhluk itu segera menghampiri Rayn dengan cepatnya dan mulai melayangkan serangkaian serangan padanya.
Rayn meskipun tampak kewalahan tapi masih mampu menahan serangan makhluk perkasa yang sedang bertarung dengannya.
Mereka berdua beradu kecepatan dalam pertarungan yang begitu fantastis, membuat pohon-pohon disekitarnya bergoyang tak karuan karena efek dari pertarungan intens mereka.
Sisi selatan Hutan Paruwa yang menjadi tempat berlangsungnya duel kini semakin terlihat bergejolak dan porak poranda akibat pertarungan dahsyat itu.
....
Pertarungan hebat itu mulai menunjukan kecondongannya. Rayn telah mengalami kelelahan dan mulai mengalami penurunan kecepatan, membuatnya harus menerima serangan demi serangan dari makhluk keji yang menghajarnya habis-habisan tanpa ampun.
"Arukh, kita lakukan lagi. [Kein Arukh: Incision Storm], binasalah kau Makhluk Laknat!" Rayn mengeluarkan serangan terbaiknya dengan harapan mampu memenangkan pertarungan itu.
Rayn melenggak-lenggok secepat angin dengan sayatan yang diarahkan pada Saithe perkasa yang dilawannya.
Namun kali ini berbeda, jurus yang biasanya mampu mengakhiri riwayat lawannya itu kini bagaikan sebuah permainan anak kecil di hadapan musuh yang begitu perkasa.
Saithe itu menghindari rangkaian serangan yang dengan susah payah Rayn telah lancarkan.
Sampai akhirnya makhluk perkasa itu menangkap pergelangan tangan Rayn dan berhasil menghentikan laju pergerakan pemuda ini.
Rayn dengan karakternya yang arogan dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi kini terlihat terdesak oleh makhluk yang jauh lebih kuat darinya.
"Kau sudah selesai, Nak?" Saithe itu memandang wajah Rayn dengan mulut menyeringai.
Pemuda itu akhirnya benar-benar dapat melihat xengan jelas bagaimana rupa dari makhluk yang menggetarkan rasa takutnya sedari tadi.
Keringat yang menetes dari sekujur tubuh pemuda itu segera menguap bahkan sebelum menyentuh tanah, aura yang begitu mengerikan, pemuda itu seolah melihat neraka berjalan.
"Makhluk apa kau ini sebenarnya!" seru Rayn dalam keputusasaannya.
"Kekekekeke ... baiklah, kau berhak tau namaku anak manusia, karena sebentar lagi kau akan segera pergi menuju Akhrrat. Namaku Gajhmaz ... salah satu Saithe yang berhasil meninggalkan Akhrat dan lolos ke alam fanna ini. Nama manusiaku dulu adalah Gaja Mahda, dan aku merupakan seorang panglima dari sebuah kerajaan besar yang menaklukkan banyak negeri musuh pada masanya. Berbahagialah! ... sebuah kehormatan besar kau bisa mati ditanganku! Hahahaha!" ucap makhluk itu dengan lantangnya.
"Akhrat?, Fanna? ... apa yang sebenarnya makhluk ini bicarakan dari tadi," ucap Rayn dalam hati.
Rayn saat ini hanya mampu terdiam dengan segala rasa sakit yang mulai menggerogoti tubuhnya, tubuhnya telah lemas tak berdaya dalam cengkeraman makhluk yang sangat mengerikan yang kapan saja bisa mengakhiri hidupnya.
"Nah, sekarang ku ijinkan kau untuk mati!" Gajhmaz menyeru sembari mengarahkan pedang besarnya ke perut Rayn.
*****
Secara mengejutkan, tiba-tiba sebuah pedang menahan serangan mematikan Gajhmaz yang ditujukan pada manusia tanpa daya digenggamnya itu.