Chereads / Saple / Chapter 13 - Makanan Hangat dan Es Soda Gembira

Chapter 13 - Makanan Hangat dan Es Soda Gembira

Aku jadi merinding, takut kamu makan karena lapar mu yang sejak tadi itu ular perut berbunyi." Jelasnya dengan meraba tengkuknya yang seakan memang bulu kuduknya berdiri.

Bram mulai melepaskan rangkulannya. Mereka berdua duduk di atas tikar yang cukup luas. Tikar yang sudah disiapkan oleh pedagang yang mangkal di situ.

Pemuda kota ini mencoba merilekskan pikirannya. Ia mencoba menepis semua pikirannya hingga sebuah suara terdengar di telinganya.

"Mau pesan apa Coy?" Tanya Bram yang masih tidak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya kali ini.

Pemuda yang selalu dengan sikap ramah, dan penuh dengan candaan tapi tidak kali ini. Pemuda yang selalu bersikap mengacuhkan semua wanita tapi tidak untuk malam ini.

"Pesan apa Bro?" Tanya Daffa dengan suara lirih tidak seperti biasanya.

"Mie ayam aja deh." Jawab Bram seketika melihat sebuah rumah yang ia tahu adalah milik seorang wanita paruh baya yang dilihat sahabatnya tadi.

"Minumnya es soda gembira." Lanjut Bram.

"Tumben minum es soda gembira?" Tanya Daffa yang juga sudah mengerti juga dengan kebiasaan sahabatnya itu. "Ini desa Bung, mau cari minuman beralkohol yang enak juga susah apalagi cocok di lidah." Jawab Bram.

"Lagian juga biar hati gue ini tetep happy dengan minuman itu. Semoga saja sesuai dengan namanya bisa menghilangkan rasa galau." Celetuk sahabat yang ada disampingnya.

"Resek lu." Balas Daffa.

Keduanya tertawa lepas seakan tak ada beban lagi. Dengan melambaikan tangan Daffa memanggil seorang pedagang mie ayam yang ada di dekatnya.

Hebat ya memanggil seseorang hanya dengan bahasa isyarat. Seperti seorang dukun yang bermain hanya dengan semburan air saja.

Tidak butuh waktu lama seorang penjual mie ayam mendekat dan menanyakan pesanan mereka. Sebab bukan hanya satu jenis saja dan kemungkinan juga menyediakan makanan lain.

"Pesen apa Mas?" Tanya Penjual mie.

"Mie ayam dan es soda gembira." Jawab Bram.

"Kamu apa Fa?" Tanya Bram.

"Sama tapi tambahin baksonya ya Kang." Jawab Daffa.

"MieSo?" Iya Kang.

"Minumnya Es jeruk aja." Pinta Daffa.

"Ok. Siap Bos." Kata Penjual Mie ayam.

Pesanan pun datang tak lama kemudian. Ke dua pemuda ini menikmatinya dengan lahap.

Udara terasa semakin dingin karena waktu memang sudah sangat larut memakan makanan yang hangat sangat mendukung. Terasa sangat nikmat.

Dreeeeet

Dreeeeet

Dreeeeet

Salah satu benda pipih dari ke dua pemuda yang sedang menikmati makanannya dengan lahap itu pun bergetar. Daffa pun mengerutkan kening saat melihat nomor yang menghubunginya.

Tidak lolos dari penglihatan Sang Sahabatnya itu hingga membuatnya ingin tahu yang menghubunginya itu. Ia sempat menebak salah satu dari wanita yang mendekatinya.

"Siapa?" Tanya Bram singkat.

"Kenapa gak diangkat?" Tanyanya lagi.

"Apa perlu aku bantuin jawab telepon itu?" Tambahnya lagi.

Perlu mental yang bagus untuk mengangkat telepon kali ini. Tidak biasanya sang abang menghubungi malam-malam begini.

Tidak ada nama identitas dari orang yang menelepon. Sudah hafal dengan nomor yang tertera di ponsel miliknya.

Bram melihat reaksi sahabatnya itu. Tidak ada pergerakan sama sekali hingga ponsel itu berhenti bergetar.

Benda pipih itu diletakkan perlahan di atas tikar tempat mereka duduk sekarang. Tepat di depan empunya ponsel.

Di dalam pikirannya kini hanya ada nenek sihir yang selalu mengganggu sahabatnya itu. Ditunggu ponsel bergetar untuk kedua kalinya hingga sempat sahabat yang berada di sampingnya itu penasaran hingga melirik benda pipih yang tidak jauh dari pengamatannya itu.

Dahi yang mengkerut membuktikan ia sedang memikirkan sesuatu. Sebuah keputusan akhirnya diambil yaitu mengangkat telepon Sang Kakak.

"Assalamualaikum." Sapa Daffa.

"Wa'alaikumsalam." Jawab seorang pemuda disebrang sana.

"Kenapa lama sekali angkatnya?" Sambung pemuda itu lagi.

"Maaf lagi di jalan tadi." Jawab Daffa.

"Keluar cari mangsa lagi?" Tanya pemuda itu lagi.

"Enak aja cari mangsa, bukan binatang kali." Jawab Daffa.

"Ini udah larut malam. Kalau bukan cari wanita lalu cari apa?" Tanya Sang Kakak.

Hening

Hening

Hening

Suasana menjadi hening sesaat antara kakak beradik. Ketiga kakaknya tahu betul sifat anak paling kecil di keluarga itu. Ia tidak akan macam-macam walaupun seorang casanova.

Daffa masih memiliki sifat hati-hati dalam setiap tindakannya. Tidak terlepas juga pengawasan yang dilakukan oleh semua kakaknya.

Thaaak

Sebuah kerikil kecil dilempar teman yang bersamanya saat ini. Kerikil itu mengenai dada seorang Daffa yang hanya diam mendengarkan peringatan salalah satu kakak laki-lakinya.

Pemuda yang kini hanya diam tahu rasa khawatir sang kakak, Walaupun sering kali ia mengabaikan itu. Berakhir sudah percakapan mereka yang kini membuat Daffa menutup telepon itu.

Entah apa yang mereka bicarakan saat itu hingga membuat senyum terulas di wajahnya walau hanya samar-samar. Hal itu disambut oleh tatapan mata Bram yang hampir menganggapnya gila.

"Gue kira tadi nenek sihir yang selalu terobsesi dengan elu." Sindir Bram.

"Pikiran elu itu ya gak pernah terlewat mengenai nenek sihir kalau menyangkut gue." Ledek Daffa.

"Ya iya lah. Itu cewek selalu nguntitin elu terus. Parahnya lagi suka marah-marah sama setiap cewek yang deket sama elu." Ledek Bram.

"Gila juga ya itu nenek sihir segala cara digunain cuma buat ngedapetin hati elu kayak cewek gak laku aja." Lanjutnya.

"Emang siapa yang disukai nenek-nenek sampai kalian berdua lari ke sini?" Tanya Abang penjual Mieso yang salah dengar.

"Kalau Masnya gak mau buat Abang aja paling usia neneknenek itu gak jauh kan dari saya." Lanjutnya.

"Ambil aja Bang." Kata ke dua pemuda yang baru menikmati dinginnya malam ini dengan makanan hangat yang mereka pesan.

Abang penjual yang bersama mereka berdua itu memang sering kali mencairkan suasana untuk menarik pelanggan dan memesan dagangan miliknya. Pelanggan yang datang akhirnya terhibur harapannya agar mereka kembali lagi.

Tidak salah tempat yang mereka datangi ini lebih ramai dari tempat lainnya. Rasa makanannya pun tidak kalah dari resto.

Es soda gembira sesuai dengan apa yang mereka pesan hari ini. Mereka jadi terhibur atas apa yang dikatakan oleh Abang penjual mie so itu. Seulas senyum tergambar pada wajah mereka hingga ke dua pemuda itu bisa tertawa renyah.