One
Hari ini adalah hari pertama Wenda menginjakkan kaki di sekolah baru berpisah dengan sahabat karibnya di sekolah lama. Ya seengaknya ia jadi nggak berada di satu sekolah dengan Johan, abang yang selalu mau tau segala urusannya.
"Hah," Wenda menghela nafas panjang namun tidak terdengar membuatnya merasa lega ia berjalan malas melewati pagar setelah membenarkan tali sepatu kets hitam putihnya, keadaan sekolah masih terlihat sepi Wenda sengaja berangkat di pagi buta untuk menghindari abangnya yang belakangan terlihat murung biarpun Wenda bersikap seperti nggak peduli bagaimana juga ia tetap merasa bersalah karna membuat Johan kecewa mendengar kasusnya, anak di bawah umur yang meminum miras di dalam club malam hingga berakhir di keluarkan dari sekolah. Tapi mau bagaimana lagi, ia memiliki alasan tersendiri untuk melakukan hal itu. Ada sesuatu yang orang lain nggak perlu tau.
Sesekali Wenda bercermin di jendela kaca depan kelas yang ia lewati, mengernyit melihat penampilannya Ia mengacak rambutnya sehingga membuatnya sedikit berantakan. Nggak terlalu buruk, Wenda suka potongan rambut pendeknya saat ini yang bergaya wolf cut menekankan volume di bagian depan dan atas kepala, menjadi lebih tipis di bagian bawah.
Tanpa sadar Wenda telah sampai di depan ruang Guru setelah nekat mencarinya tanpa bertanya dan mematahkan peribahasa "Malu bertanya, sesat di jalan" pagi hari ini ia lalui seperti anak baru pada umumnya, menjadi sorotan dan perbincangan seisi kelas saat memperkenalkan diri. Tapi Wenda bersyukur ia bisa melalui semuanya dengan lancar hingga istirahat tiba. Nggak seburuk perkiraannya, ternyata ada beberapa anak cewek yang mengajaknya berkenalan dan menyapa dengan ramah, ya biarpun ada sebagian yang memberikan tatapan nggak suka terutama cewek berambut ikal yang memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya ia duduk di bangku paling belakang.
"Wenda Wijaya, ayo ke kantin," ajak Laras cewek periang yang duduk di belakang Wenda, ia menoleh ke belakang dan memperhatikan Laras yang terlihat sangat feminim dengan rambut panjang dan poni lurus, kulitnya berwarna sawo matang namun itu justru membuatnya terkesan manis dengan make up natural di wajahnya. Berbanding terbalik dengan Wenda yang penampilannya sangat tomboy jangkan untuk berdandan terkadang ia nggak mandi jika nggak mendengar teriakan Johan yang sering masuk ke kamarnya dengan lancang. Cih, Wenda sedikit sebal jika mengingatnya.
"Ayo," jawab Wenda sambil mencoba tersenyum tulus karna ia bukan tipe orang yang mudah tersenyum pada siapapun yang baru di kenal.
"Riam sayang ke kantin yok," suara centil itu membuat Wenda mengalihkan pandangannya ke depan dimana ada seorang cewek berambut ikal yang selalu manatapnya nggak suka di belakangnya juga ada satu cewek lain yang bertingkah seperti cacing kepanasan karna terus mengibas-ngibaskan kipas, Riam cowok yang duduk di depan Wenda hanya diam sambil menundukkan kepalanya walau di sapa seperti itu, apakah ia pacarnya? "Kenapa diem aja sih, bisu yah?" Cewek itu merangkul pundak Riam sambil menggigit kukunya yang lentik diwarnai dengan kutek biru yang mengilat.
"Aduh Deb masa lupa sih," sahut cewek yang sedari tadi memegang kipas pink lalu mengibaskan rambutnya. Wenda yakin jika cewek itu memiliki kutu ia pasti akan menulari seisi kelas ini.
"Ups, iya yah kamu kan emang bisu."
"Hahhaha," tawa kedua cewek itu dengan renyah, perkataan mereka sedikit membuat Wenda terhenyak tapi nggak ada yang memperhatikan mereka kecuali Wenda seolah-olah hal itu udah biasa terjadi. Anak-anak yang masih berada di kelas juga terkesan ingin cepat-cepat pergi seperti menghindar menutup mata pada pembullyan yang terjadi di depan mereka.
"Lo anak baru, ngapain liat-liat?!" Seru Debora membuat Wenda mengangkat sebelah aslinya dan memperhatikan penampilan mereka yang berlipstik merah merona, memakai rok lebih pendek dari siswi lain dan seragam yang sepertinya sengaja di buat kekecilan sehingga menampilkan lekukan tubuh mereka.
"Cewek sinting," gumam Wenda pelan sambil menutup buku pelajarannya yang tergeletak di meja.
"Apa lo bilang?!"
"Nggak, enggak kok Debora kita mau ke kantin, ayok, ayok Wenda nanti keburu kehabisan," Laras terburu buru menyeret Wenda bangkit membuatnya sedikit kewalahan namun tetap menurut dan Debora nggak melepaskan tatapan tajamnya dari Wenda yang berusaha untuk tetap cuek.
"Dahh kita duluan!" Seru Laras di ambang pintu sebelum mereka banar-benar keluar dari dalam kelas.
"Kenapa harus buru-buru?" Tanya Wenda berjalan santai beriringan dengan Laras.
"Dia itu Debora anak ketua komite di sekolah ini, aku saranin kamu nggak usah berurusan sama dia deh dan cowok yang duduk di depan kamu itu Riam,"
"Dia benaran bisu?" Tanya Wenda sedikit penasaran dan hanya di jawab anggukan oleh Laras,
"Biarpun Riam bisu tapi dia itu ganteng banyak anak cewek yang ngomongin dia dan nyayangin banget kalo dia bisu, Debora sama geng pacarnya udah bully Riam sejak dia pindah ke sekolah ini. Tapi, setahu aku sih dulu Riam sekolah di sekolah istimewa, nggak tau juga alasannya dipindahin ke sekolah umum."
"Hmm gitu," Wenda menyimak penjelasan panjang Laras dengan saksama dan mencoba untuk nggak tahu lebih banyak lagi, saat memasuki kantin Laras memilih meja pertama yang berada di dekat dinding.
"Iya, kalo dia nggak bisu mungkin udah jadi salah satu cowok populer di sekolah kayak Kak Dammar dan Rafeon ketua OSIS kita."
"Kenapa nggak di pojok aja?" Wenda sedikit protes ketika akan duduk dan nggak menanggapi ocehan Laras, karna biasanya di kantin saat nongkrong Wenda dan sahabatnya selalu memilih tempat duduk di pojok agar nggak terlihat mencolok karna mereka selalu teratawa dengan keras ketika bercanda.
"Udah nggak usah protes, nanti kamu juga tahu sendiri kenapa aku ngajak duduk di sini," Wenda hanya mengangkat bahunya lalu duduk dengan tenang ketika Laras mencoba untuk memesankannya makanan. Nggak lama kemudian Debora dan gengnya datang, seorang cowok yang nggak Wenda kenal merangkul pundak Riam, sepertinya itu adalah kakak kelas mereka. Riam hanya menundukkan kepalanya mengikuti para berandalan itu, ternyata mereka mengambil bangku di pojok kantin dan sekarang Wenda tahu alasan Laras nggak mau duduk disana, karna tempat itu telah menjadi meja VIP bagi mereka.
"Tara," Laras datang kembali membawa dua mangkuk bakso di belakangnya ada mbak Linda anak penjaga kantin, ia membawakan jus jeruk berwarna oranye yang terlihat sangat mengiurkan. " Ini buat aku, dan satu lagi buat kamu" Laras meletakan satu mangkuk di depan Wenda dengan hati-hati.
"Makasih Ras,"
"Kamu harus cicipin bakso buatan mbak Linda ini di jamin ketagihan deh" Laras dengan antusias memuji bakso favoritnya membuat mbak Linda si penjaga kantin tersipu malu lalu meninggalkan mereka berdua menikmati sajiannya. Suasana di kantin nggak terlalu ramai karna sekolah ini memiliki dua kantin terpisah tapi salah satu kantin lumayan jauh dari kelas Wenda jadi untuk menghemat waktu mereka datang ke kantin terdekat. Wenda mulai mencicipi baksonya, ya rasanya lumayan untuk harga yang setandar anak sekolahan. Diam-diam Wenda melirik ke arah tempat di mana Debora dan gengnya duduk ada lima orang disana, Debora dan cewek kipas, serta cowok yang sedari tadi merangkul pundak Riam dan Wenda yakin dua orang cowok sisanya adalah pengikut cowok berandal itu. Sesekali mereka tertawa merasa lucu dengan candaannya yang terlihat nggak manusiawi mereka memaksa Riam untuk meminum jus jeruk yang sengaja di campur dengan kecap dan saus sambal. Sungguh, pemandangan yang benar-benar membuat Wenda ingin menghajarnya, tapi yang paling mengherankan adalah nggak adanya seseorangpun yang peduli atau menegur tingkah laku mereka.
"Itu Dammar pacarnya Debora mereka sama aja punya orang dalem di sini, udah jangan di liatin angap aja mereka nggak ada," bisik Laras sambil menyeruput kuah baksonya. Wenda juga nggak ingin ikut campur ia masih mencoba menahan diri, sadar nggak mudah baginya kalau sampai ia di keluarkan dari sekolah lagi dan beberapa minggu kemudian ia juga akan menghadapi ulangan kenaikan ke kelas 12.
Tapi tawa para berandalan itu semakin renyah ketika dengan sengaja Debora menuangkan kecap di rambut Riam tanpa rasa bersalah. "Brak!" Wenda meletakan sendoknya sambil menggebrak meja membuat beberapa orang menoleh ke arahnya termasuk perkumpulan para berandal itu.
"A'duh" Laras menepuk jidat nya, sedikit menyayangkan kelakuan Wenda karna ia yakin mereka pasti akan menjadi sorotan geng Dammar dan Debora.
"Kita ke kelas aja Ras, gue udah nggak nafsu makan." Ucap Wenda dengan santainya tanpa mempedulikan tatapan tajam dari Dammar. Wenda berjalan ke arah Ibu kantin membayar apa yang mereka pesan lalu melenggang pergi begitu saja Laras mengikuti Wenda sambil cengengesan ke arah perkumpulan itu.
"Siapa dia? Gue baru liat?" Tanya Dammar penasaran namun nggak bisa menyembunyikan raut wajah kesalnya.
"Dia anak baru di kelas kita, ngeslin yah sayang. Kasih pelajaran dong."
Dammar nggak mengatakan apapun mendengar ucapan pacarnya dan hanya menyeringai misterius.
ooOoo