"Saya mendengar bahwa Viscountess Verdi dikritik oleh mertuanya karena tidak bisa hamil, dan menyuruh Viscount untuk membawa kekasihnya ke rumahnya tepat di depan wajahnya."
"Ya ampun, saya juga was! Tapi saya dengar yang sebenarnya tidak bisa punya anak adalah Viscount."
"Bukankah itu buruk? Teman dekat saya menikah baru-baru ini, dan ternyata mertuanya terlibat dan mencoba mengajarinya bagaimana merawat suaminya di tempat tidur!
"Astaga!"
Ruang dansa.
Para wanita, bersemangat bergosip tentang topik itu. Aku, yang entah bagaimana terjebak dalam semua ini, tidak melakukan apa-apa selain menyeruput sampanye.
"Sudah lima tahun sejak saya menikah, tapi mertua masih memeriksa saya setiap hari. Mereka bilang saya tidak boleh menjatuhkan martabat Tuan Count, dan mertua saya datang untuk memeriksa setiap pagi."
"Saya harus melaporkan berapa banyak suami saya makan setiap hari. Suatu saat nanti, mereka akan meminta saya untuk memeriksa berapa gram saus pada daging yang dia makan."
Di bawah lampu gantung mewah.
Para wanita, pakaian indah, saling memandang dan menghela nafas panjang. Semua bersatu dalam ekspresi badai mereka.
Hanya karena seorang wanita dan seorang pria menikah satu sama lain karena cinta tidak berarti bahwa cinta saja dapat membantu mereka.
Para mertua.
Meskipun secara teknis mereka adalah keluarga, hubungan seseorang tidak akan pernah bisa sedekat keluarga sejati.
Para istri yang baru saja menghela nafas melihat ke arahku, yang tidak mengatakan sepatah kata pun selama ini.
"Yang Mulia Lapileon, anda diam sekali."
Seolah kata-kata itu adalah pemicu, mata semua orang melebar saat mereka melihatku.
Pupil mereka yang berkedip-kedip dengan jelas berkata, 'Anda juga menumpahkan teh'.
"Bukankah sudah setahun sejak anda menikah?"
Sudah setahun? Aku bahkan tidak menyadarinya.
"Di keluarga Lapileon masih ada Grand Duchess sebelumnya, Gloria."
"Astaga, dia masih sehat?"
Saat menyebut nama Gloria, semua orang mulai gemetar seolah-olah mereka telah melihat hantu.
"Situasinya pasti buruk. Yang Mulia Grand Duke sangat kaku, setidaknya suami kita penuh kasih sayang..."
"Harus berurusan dengan Yang Mulia Grand Duke dan Madam Gloria...."
"Ya ampun, sekarang saya baru ingat, bukankah di keluarga Lapileon juga ada Lady Saoirce?"
"Ah! Kakak perempuan Yang Mulia Grand Duke!"
Permisi. Aku masih belum mengatakan apa-apa. T.T
Kenapa kalian semua menatapku dengan mata kasihan seperti itu?
Aku melihat perlahan pada wanita yang mengobrol di antara mereka sendiri. Setelah meletakkan gelas sampanye yang kosong, aku akhirnya berbicara.
"Madam Gloria memang ibu mertua saya, dan Lady Saoirse itu kakak ipar saya, dan Yang Mulia Grand Duke sangat kaku."
Semua orang mulai mengasihaniku, Di wajah mereka ada senyum simpatik yang mengatakan 'setidaknya aku lebih baik daripada dia.'
Orang-orang ini, yang hanya merasa superioritas ketika mereka menempatkan seseorang di bawah diri mereka sendiri. Orang-orang ini, yang merasa lega melihat penderitaan orang lain.
Mereka diberikan pada pertemuan seperti ini.
Saat aku hendak berbicara, aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku.
"Akhirnya aku menemukanmu, istriku."
Aroma yang familiar dan rambut hitam menggelitik pipiku.
"K-kami memberi salam, Yang Mulia...!"
Saat melihat suamiku yang mereka sebut dingin beberapa saat yang lalu, semua orang buru-buru memberikan salam mereka.
Namun, suamiku, Therdeo Dane Lapileon, bahkan tidak melirik mereka, dan memelukku dalam pelukannya.
"Aku mencari-cari dirimu daritadi. Kalau aku tidak melihatmu bahkan sebentar saja, aku merasa sangat cemas sampai aku tidak bisa bernapas.
Pada keluhan kecilnya, aku mendorong pipinya dengan telapak tanganku, seperti yang selalu aku lakukan.
"Geli sekali, apalagi ada banyak orang yang melihat, jadi menjauhlah."
Saat aku mengatakan itu, seorang anak kecil muncul dari kanan.
"Yang Mulia! Ibu bilang beliau kegelian! Cepat menjauhlah!"
Dia adalah pewaris Grand Duke Lapileon: putra sahku, Celphius Zulthan Lapileon. Anak itu menarik baju Theodore, mencoba yang terbaik untuk menariknya menjauh dariku.
"Benar, tindakan memalukan macam apa itu, Theo?".
Seorang wanita berambut merah dengan mudah melepaskan Therdeo dariku, sebelum mengarahkan lidahnya ke arahnya. Kemudian, dia tersenyum lebar sebelum merentangkan tangannya lebar-lebar ke arahku.
"Hai, Perry! Aku datang ~"
"...Kak, anda juga menjauhlah dariku, itu geli."
Dia adalah kakak perempuan Therdeo, Saoirse Jane Lapiileon.
"Di mana gatalnya? Aku akan menggaruknya untukmu!"
*Geli/gatal artinya sama dalam bhs korea.*
Di belakang Saoirse, yang memelukku erat-erat, muncul seorang gadis kecil yang bahkan lebih kecil dari Celphius.
"K-kakak. Peluk saya juga!"
Satu-satunya kerabat darah Therdeo yang masih hidup, Violet Lapileon.
"Islette, bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak memanggil beliau seperti itu? Kau harus memanggilnya 'Yang Mulia Grand Duke'.
Paman Therdeo, Phineas Gon Lapileon.
Dan yang terakhir...
"Kenapa tempat pestanya jadi gaduh begini?"
"M-madam Gloria!"
Dia adalah Gloria Em Lapileon, Grand Duchess sebelumnya, yang sangat sehat, terlepas dari rambutnya yang putih.
Kemunculan tiba-tiba keluarga Lapileon, wajah para wanita menjadi pucat, dan mereka sepertinya tidak bisa mengangkat kepala.
"Sulit sekali untuk menghadiri pesta dansa pada usia ini."
Gloria berjalan ke sisiku dan menghela nafas secara dramatis saat dia meraih lenganku.
"Anda kan masih sangat sehat."
"Setiap kali aku datang, semua orang begitu sibuk gemetar ketakutan. Bagaimana bisa orang tua ini sangat menakutkan?" kata Gloria, mendecakkan lidahnya seolah-olah menegur para wanita di depannya.
Seperti yang dia katakan, semua orang di ruang dansa sepertinya telah berbalik ke arah kami saat dia masuk.
"Pereshati," Gloria memanggilku dengan sayang.
"Cepat dan pilih jika kamu tidak ingin kami mengekorimu seperti ini," lanjutnya sambil tertawa kecil.
"Haruskah aku memberimu setengah tanah milik Lapileon? Aku sudah memberitahumu bahwa aku akan memberimu apa pun yang kamu inginkan, karena kamu sudah menyelamatkan kami."
"Saya benar-benar tidak membutuhkan apa-apa."
"Jika kau masih menolak terus, aku bisa saja memberikan semua yang Lapileon miliki."
Semua orang tersentak setelah mendengar apa yang dikatakan Gloria. Aku bisa merasakan tatapan kagum mereka padaku.
Aku menatap mertuaku, yang berdiri di sekitarku begitu kukuh sehingga seolah-olah mereka bisa membelah Laut Merah.
'...Tapi aku harus mengajukan cerai.'
Masalahku adalah ibu mertuaku yang terlalu terobsesi denganku.
* * *
Sementara semua makhluk hidup lainnya menjadi hidup di musim semi, aku malah sekarat.
Suamiku, Schiff duduk di sebelah saya dan bertanya, "Apa kau merasa sakit?" dengan nada khawatir seolah-olah dia telah menunggu hari ini tiba.
"Kalau kau merasa kau akan segera mati, maka mati saja. Kenapa kau masih bernafas dan berpegang teguh pada kehidupan ini?"
Suamiku yang telah berjanji bahwa dia akan mencintaiku. Kekasihku yang mengatakan dia akan membuatku bahagia.
Tidak ada tanda bahwa Siphakan tersenyum malu-malu di depanku.
"Shasha?"
Bibirnya, yang pernah memberiku kebahagiaan...
"Mati saja."
Membunuhku.
"Kau harus mati agar hartamu menjadi milikku. Kau memiliki segunung hutang. Kau mencintaiku, bukan? Jadi, kau bisa memberiku bantuan kecil ini dan mati, kan?"
Schiff menggerakkan rambut yang menempel di dahiku yang berkeringat. Aku ingin bangun dan menampar wajahnya. Tapi anehnya, tubuhku tidak mau mendengarkan.
"Kau tidak bisa bergerak, kan?"
Schiff tersenyum seolah dia telah membaca isi pikiranku.
"Itu karena kutukan. Mereka bilang aku bisa membunuhmu dengan ini. Harganya mahal, tapi ini adalah pilihan terbaik untuk membunuhmu tanpa meninggalkan bukti apapun."
Rambut abu-abumu dan mata cerahmu tidak berubah sama sekali. Tapi di dalam hatimu, sudah berubah.
Setetes air mata yang tertahan di bulu mataku mengalir di pipiku.
Pada saat itu, pintu kamar tidur terbuka,
"Apa dia masih hidup?"
Dan aku mendengar suara yang meneteskan kekecewaan. Aku merinding di sekujur tubuhku.
'Bagaimana aku bisa sampai seperti ini?'
Saat aku melihat sekeliling dengan cemas, aku melihat ibu tiriku dan adikku, Reina, yang tidak memiliki hubungan darah denganku.
"Seperti ayahmu, garis hidupmu cukup panjang."
"..."
"Jangan menatapku dengan mata itu. Ayahmu adalah orang yang memotong tali kehidupanmu."
Mereka adalah keluargaku yang selalu tersenyum ramah padaku.
Satu-satunya keluargaku, yang menangis saat aku mengalami masa sulit dan bergembira saat aku bahagia.
"Kalau ayahmu tidak menulis surat wasiat yang menyerahkan semua hartanya padamu, situasi ini tidak akan terjadi."
Kata-katanya kental dengan keserakahan, dan dia terlihat berbeda dari biasanya, bibir merahnya berubah menjadi seringai seperti ular.
"Sayang sekali. Padahal mungkin saja kita bisa memiliki hubungan ibu dan anak yang baik."
"Bu, apa ini berarti kita akan menjadi kaya?"
Reina terkekeh. Meskipun dia adalah seseorang yang dibawa ibu tiriku dari luar, aku benar-benar menganggapnya sebagai adik kandungku.
Schiff, mendekati Reina dan melingkarkan lengannya di pinggangnya. Dan seolah mengatakan padanya bahwa dia cantik, dia mencium pipi kiri Reina.
"Tentu saja, tuan putriku. Selama ini kau sudah menderita, kan? Itu semua akan berakhir hari ini."
"Tidak apa-apa, Schiff. Aku percaya padamu."
Apa? Reina memanggil nama suamiku dengan cara yang sangat manis. Bibir bawahku mulai bergetar. Suara jantungku yang berpacu menyebar ke seluruh tubuhku.
Bohong. Aku salah lihat, kan? Ini tidak seperti yang aku pikirkan, kan?
Seolah Reina membaca pikiranku, dia memutar kepalanya dan menatapku. Kemudian dia melemparkan kepalanya ke belakang dan tertawa keras.
"Apa kau benar-benar berpikir bahwa Schiff adalah suamimu?"
"....!!"
"Schiff menikahimu karena aku yang memintanya, kakakku yang bodoh. Dia itu berpura-pura mencintaimu!"
Seolah-olah dia sedang mencicipi madu manis, Schiff mencium bagian belakang lehernya. Dia tersenyum mendukung kata-kata Reina.
Reina membelai rambut Schiff dan mengejek.
"Dasar bodoh! Kau bahkan tidak tahu bahwa kami semua sedang menunggu hari kematianmu tiba."
Tidak mungkin itu benar. Dia pasti mencintaiku...!
Namun, di mata pria yang memeluk Reina seolah dia berharga, aku tidak ada.
Jadi selama ini, mereka bertiga itu berakting?
Suami yang aku cintai, ibu tiri yang hangat, dan adikku yang ramah.
Mereka semua?
Hatiku terasa pahit. Aku merasa terjebak dan frustrasi. Aku sangat marah sampai aku pikir lebih baik menggigit lidahku dan mati.
"Setelah kau mati..."
Ibu tiriku mendekatiku saat aku berbaring dan tidak bergerak, dengan bantal kecil.
"Kami akan menggunakan hartamu dengan baik, jadi jangan khawatir."
Tanpa mengubah ekspresinya, dia menempelkan bantal ke wajahku.
Aku tidak bisa bernapas.
Aku bisa melihat Schiff dan Reina duduk-duduk di sofa saat mereka melihat ibu tiriku yang membunuhku tanpa rasa bersalah sedikit pun dan aku tercekik.
Bahkan setelah aku mati, aku tidak akan pernah melupakan ini.
Air mata kemarahan tumpah. Pandanganku mulai gelap. Dan, kesakitan, hal terakhir yang kudengar sebelum aku mati adalah gema tawa Reina.
.
.
.
Aku mati.
Tidak. Lebih tepatnya, aku kira aku sudah mati.
Tapi aku hidup kembali. Selain itu, aku kembali ke masa lalu sebelum aku menikah dengan Schiff.
Aku tidak tahu kenapa aku hidup kembali. Tapi kalau ini adalah kesempatanku, aku tidak akan membiarkannya berlalu.
"Aku perlu melindungi hidup dan hartaku."
Aku tidak bisa melaporkan orang untuk hal-hal yang belum terjadi. Tapi, aku tidak akan bertindak seperti yang mereka pikirkan dalam hidup ini.
"Aku akan mengambil apa yang mereka inginkan. Aku akan benar-benar menginjak-injak mereka dan membuat mereka tunduk di bawah kakiku."
Untuk melakukan itu, aku membutuhkan seseorang yang akan melindungiku dan hartaku. Aku butuh seseorang yang bisa memberiku kekuatan seperti itu.
***
"Aku datang untuk membuat kesepakatan dengan Yang Mulia."
"Kesepakatan?"
"...Tepat satu tahun. Menikahlah denganku selama satu tahun."
Untuk percakapan yang membahas pernikahan, nadanya agak ringan. Bagi orang yang duduk di depanku, itu mungkin tiba-tiba, tapi bagiku itu adalah satu-satunya penyelamatku.
"Sangat menarik."
Seorang pria dengan penampilan yang sangat indah menatapku dari sofa yang berlawanan, dagunya disangga.
Dia memiliki rambut yang gelap seperti malam yang menelan segalanya dan matanya semerah darah.
Dia begitu tinggi dan dia memiliki bahu yang lebar dan kekar sehingga hanya dengan melihatnya saja terasa berbahaya.
Pakaiannya sangat pas sampai kau bisa melihat garis besar lengan dan pahanya yang berotot.
"Apa yang kau inginkan?"
Dia adalah Grand Duke Theodore Dane Lapileon yang dikabarkan.
Di masa lalu, keluarga Lapileon adalah yang pertama diberikan gelar Grand Duchy sebagai pengakuan atas kontribusinya kepada mendiang Kaisar dan perluasan Kekaisaran Caster. Setelah itu, mereka adalah rumah yang berdiri di garis depan ketika perang meletus atau ketika pemberontakan muncul.
Betul sekali. Saya akan menggunakan orang ini untuk mendapatkan apa yang saya inginkan.
Saat dia menekuk bagian atas tubuhnya, sepertinya seragamnya terancam robek karena ototnya.
"Karena ini pertama kalinya kita bertemu, kamu tidak datang ke sini karena kamu mencintaiku. Dan kamu pasti pernah mendengar desas-desus tentang aku yang beredar di kalangan bangsawan, jadi kamu juga tidak datang ke sini untuk mencari cinta."
Dia menangkap dengan cepat. Ini menjengkelkan.
"Kau pasti datang ke sini dengan maksud yang lain, jadi jangan buang waktu dan katakan apa itu."
Jika tatapan bisa membunuh, maka tatapannya bisa membunuh jutaan kali lipat.
"Alasan saya datang ke sini?"
Saat aku mengingat kematianku lagi, tubuhku mulai bergetar, tapi aku mengepalkan kedua tanganku.
"...Keluarga dan mantan kekasih saya akan membunuh saya."
"Sepertinya kau mengalami mimpi buruk, Nona."
Tidak, aku harus tenang. Aku membutuhkan pria ini.
"Setelah mereka membunuh saya, mereka berencana mengambil warisan-"
Dia tertawa kecil setelah mendengar kata-kataku dipenuhi dengan kepastian.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi. Aku memang mendengar kalau kau menerima warisan yang besar, tapi sepertinya kau memiliki banyak pikiran yang tidak berdasar."
Ya, alangkah baiknya kalau seperti yang dia katakan. Kekhawatiranku tidak didasarkan pada bukti?
Tapi bagiku, itu bukan tanpa dasar. Ini adalah sesuatu yang benar-benar aku alami di masa lalu.
"Meskipun itu tawaran yang lucu, mari kita berpura-pura itu tidak terjadi."
Grand Duke Lapileon, terobsesi dengan darah dan perang.
Grand Duke, dengan alasan pengobatan, mengirim ahli warisnya, Celphius Zulthan Lapileon, ke pedesaan dan bahkan tidak merawatnya. Dengan begitu, rumor tentang dia adalah orang yang kejam menyebar.
Dia terpaksa menikahi seorang wanita yang terus-menerus mengikutinya tetapi bercerai setelah hampir sebulan. Setelah menerima tunjangan besar, mantan istrinya menghilang, dan muncul desas-desus bahwa Grand Duke Lapileon adalah pria yang terburuk.
Dikabarkan bahwa dia tidak mengunjungi istrinya sekali pun.
"Sama seperti anda tidak membutuhkan harta warisan saya, saya tidak tertarik pada properti atau pria yang begitu tidak tertarik pada wanita sehingga dia tidak menghabiskan malam pertama bersamanya."
"Lebih baik bagimu untuk kembali kerumah dan minum segelas susu hangat."
Dia adalah pria yang aku butuhkan.
Meskipun kepribadiannya yang mengerikan adalah sisi negatifnya.
Sambil mengejekku, Theodore berdiri dari sofa untuk menarik tali bel.
Ya, aku sudah tahu kau brengsek seperti ini.
Merebut.
Aku mengabaikan tatapannya yang merendahkan dan memegang tangannya.
"Saya tahu Yang Mulia sekarang membutuhkan istri kedua."
Alasan dia meninggalkan tanah Grand Duchy dan tinggal di kediamannya di ibukota itu sederhana.
Untuk menikah lagi dan hanya berstatus di atas kertas.
'Dia benar-benar mengalami kesulitan saat ini karena Kaisar berusaha membuatnya menikahi seorang Putri yang masih kecil.'
Theodore menatap tangannya yang aku pegang, mengerutkan kening, dan menariknya. Karena dia sangat cepat menariknya, jarinya tergores karena cincinku dan mulai berdarah sedikit.
Tapi sepertinya Theodore tidak menyadarinya.
Mungkin bukan wanita yang dia tidak suka tapi kasih sayang fisik?
Melihat wajah Theodore yang sedikit pucat, aku meminta maaf. "Saya minta maaf karena menyentuh tangan anda seperti itu."
"...Melanjutkan percakapan hanya akan buang-buang waktu. Kembalilah, Nona."
Meskipun Theodore memiliki ekspresi garang seperti predator, anehnya aku tidak takut.
Kalau aku menyerah di sini, aku akan menghadapi kematian.
Sementara tanpa sadar mengutak-atik cincin yang telah melukai tangan Theodore, aku tersenyum sedikit.
"Apa Kaisar akan berpikiran sama?"
"Apa?"
"Bukankah kaisar mencoba menikahkan anda dengan putri ketujuh yang masih kecil? Kalau bukan dengan saya, anda harus menikahi seorang putri yang masih bersekolah di akademi. Apa anda tidak keberatan dengan itu?
Theodore menyipitkan matanya.
"Bagaimana kau bisa tahu hal itu?"
Bagaimana saya tahu itu? Karena aku sudah mendengar dan mengalami semua itu di masa lalu.
"Apa kamu masih ingin aku kembali, minum susu hangat, dan tertidur?"
Aku sengaja tersenyum manis sebelum menunjuk ke arah sofa di sisi lain. Wajah Theodore mengeras menjadi batu.
Setelah memelototiku untuk waktu yang lama, dia akhirnya duduk sekali lagi.
Ya, aku tahu dia akan menyetujui saranku kalau aku menyebutkan sang putri.
Di masa lalu, dia sangat membenci pernikahan dengan keluarga kerajaan. Aku tersenyum sedikit saat melihat Theodore bertindak persis seperti yang aku duga.
"Bajingan terkutuk apa yang membiarkan rumor itu menyebar? Aku harus menjahit bibirnya."
Theodore dengan marah membuka kancing yang dikencangkan di lehernya. Mendengar betapa ganasnya suaranya, bahuku sedikit menyusut.
"Biarkan aku mengoreksimu. Tepatnya, itu bukan putri ketujuh, tapi putri keempat. "
"Maaf?"
"Orang yang dipaksa dinikahkan oleh Baginda denganku adalah putri keempat, Putri Dahlia."
"...Maaf?"
Hah? Di masa lalu, itu pasti putri ketujuh, bukan?
Ini Putri Dahlia?
Bukankah Putri Dahlia lahir begitu lemah sampai dia tidak bisa meninggalkan ranjang karena sakit? Lebih buruk lagi, di masa lalu dia adalah seorang putri sial yang tidak bisa mengalahkan penyakit dan meninggal pada akhirnya.
Melihat ekspresiku yang tercengang, Theodore mengangguk seolah mengerti.
"Aku mendengar bahwa dia menjadi lebih baik sekarang dan bangun dari tempat tidur."
Tidak. Itu pasti putri ketujuh yang masih kecil.
Aku bahkan ingat bagaimana putri ketujuh berkata 'Saya tidak ingin menikah dengan Tuan yang menakutkan seperti itu' dan menangis.
Setelah meninjauku, memperhatikan akunya, karena tidak ada masalah putri yang harus dinikahi Theodore.
"Kalau begitu, anda akan lebih membutuhkan saya."
Saat bulu mata yang panjang berkibar, bayangan jatuh di pupil merah Theodore. melihat wajah yang penuh renungan, aku mengubah sikapku dari tadi dan menunjuk ke arahnya.
"Satu tahun."
"..."
"Setelah itu, mari kita bercerai."