Musim hujan. 8 tahun kemudian.
Rintik membasahi sepatu usang pria itu. Langit sudah mendung sejak tadi, padahal jam baru menunjukkan pukul lima sore.
Dengan celana hitam yang kecoklatan terkena noda lumpur saat mencari tempat berteduh. Pria yang baru saja menginjak usia dua puluh enam tahun itu memutuskan untuk berteduh sejenak di toko tua pinggiran kota.
Ia menatap jalanan yang mulai dipenuhi oleh genangan air. Tepat di depannya bangunan kafe penuh dengan kenangan masih berdiri kokoh. Pengunjungnya tidak sebanyak dulu. Namun, kenangan tentangnya masih sama. Khidmat ia memutar kembali masa-masa berharganya.
Luka pertama. Tentang gadis kecil itu.
Awal dari munculnya keberanian untuk mencoba kembali mendekati. Gentar. Beberapa kali bahkan ia maju mundur untuk melangkah. Haruskah ia melangkah atau tetap di tempatnya seperti semula.
Kudapan sederhana yang begitu disukai oleh gadisnya. Jika harus jujur, ia bahkan sampai saat ini masih bertanya kenapa bisa dia begitu menyukai makanan panggang itu. Namun karenanya, ia memaksakan untuk juga menyukai si Kalzona, yang malah menjadi candu.
Seringkali ia memikirkan, banyak hal yang ia sukai karena gadis itu. Memang, ketertarikannya pada banyak hal seakan menghilang saat ia kehilangan sahabatnya juga.
Lagi, semua karena gadis kecilnya.
Satya tersenyum tipis. Ia ragu dengan sebutan Gadis Kecil. Banyak yang dilakukan oleh Sasa di seberang pulau sana. Mengunjungi negeri jiran sudah biasa untuknya. Dia benar-benar telah kembali. Dia baik-baik saja tanpanya. Itu sudah cukup membuat perasaannya tenang walau hubungan mereka lebih sering sebatas bertukar pesan singkat.
Hujan mereda. Satya menerobos gerimis. Langkahnya menuju kafe penuh kenangan itu. Untuk apalagi? Tujuannya sejak awal adalah book cafe.
Langit bersih semakin menawan setelah hujan berhenti. Jingga menghiasi kota dengan sempurna.
Sebenarnya, Satya sering mengunjungi Sasa dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih setelah Satya lulus kuliah. Pekerjaannya yang fleksibel membuatnya mudah untuk mencari alasan projek ke ujung barat Indonesia itu. Walau sebenarnya negeri yang familiar dengan sebutan Serambi Mekkah itu memang pantas dijadikan sebagai salah satu referensi wisata.
"Kakak masih menyimpannya sampai sekarang?"
Sebuah gantungan dengan hiasan edelweiss. Hadiah yang telah lama Satya simpan selama belasan tahun.
Pertemuan terakhir, Satya memberikannya pada Sasa. Timbal balik atas sebuah jawaban dari proposal Satya? Tidak. Bukan itu. Satya hanya merasa inilah waktu yang tepat.
Minggu depan ia akan kembali ke Aceh. Kali ini bukan untuk melakukan pekerjaan. Rencana lebih lama untuk tinggal.
Sedangkan, jingga di langit masih menghiasi permukaan dengan caranya yang menawan.
_____
Scientory (ツ)