Vienna bergegas naik ke tempat tidur dan mengambil posisi tidur untuk dapat memeluk Kai. Menepuk pelan dan mengusap punggung Kai dengan lembut. Tanpa sadar, Vienna juga bersenandung lembut untuk Kai. Mungkin sudah menjadi kebiasaannya juga, menyenandungkan irama yang lembut sebagai penghantar tidur.
Suara senandung Vienna terdengar di telinga Luke yang berada di ruang kerja kecil di kamarnya. Ruang kerjanya yang memiliki pembatas tidak terlalu banyak, tetapi ia masih dapat mendengar suara senandung Vienna yang menenangkan. Rencana ia akan bekerja, tetapi tidak jadi karena Vienna yang membuat pikirannya kacau. Baru 2 menit ia duduk dan menyalakan laptop. Ia ingin membuka pesan Owen di emailnya, tetapi tidak jadi dan memilih menutup laptopnya.
Luke beranjak dari duduknya dan menghampiri Kai juga Vienna. Sejenak ia bersandar di sisi dinding pembatas antara ruang kerja dan kamar. Ia melihat Kai yang sudah terlelap di tempat tidur dan Vienna masih asyik bersenandung agar Kai semakin terlelap. Luke juga ikut merasa kantuk. Ia ingin tidur sekarang, tetapi ia bingung sekarang harus bagaimana.
Luke mengusap wajahnya dengan kasar. Urusan Vienna marah kepadanya, bisa ia selesaikan besok. Setidaknya, sekarang ia butuh tidur.
Luke menaiki tempat tidurnya, mengambil posisi di belakang Vienna. Karena Vienna berada sedikit di posisi tengah tempat tidur, ia mendapatkan ruang yang cukup untuknya tidur. Melihat tubuh Vienna dari belakang dengan rambutnya di gerai, membuat Luke harus menahan keinginannya untuk merapikan rambut Vienna dan membiarkan dirinya dapat menyembunyikan wajahnya di leher Vienna.
Sekuat tenaga agar Luke tidak bertindak semakin gegabah. Ia memilih menutup kedua matanya sekarang dan berusaha untuk tidur, mengabaikan semua keinginannya sekarang.
"Tuan?"
Suara lembut Vienna sontak membuat Luke membuka kedua matanya. Ia melihat wajah Vienna secara dekat. Wajahnya cantik tanpa polesan make up yang sering digunakannya. Kedua bola mata biru milik Vienna benar-benar indah saat ini.
"Haruskah saya pindah?" tanya Vienna berbisik. Ia tidak ingin membangunkan Kai yang sudah terlelap.
"Jangan. Dia akan menangis jika kamu tidak ada. Tidurlah di sini, aku tidak akan aneh-aneh,"
Vienna sempat ragu, tetapi melihat kedua mata coklat milik Luke yang menatapnya dengan yakin membuat Vienna menghela napas pasrah. Ia mengangguk, menyetujui ide Luke.
Luke tersenyum puas, ia seperti baru saja memenangkan lotre besar saat ini.
"Bisakah kamu bersenandung untukku?"
Vienna memandang heran, "Anda menyukai itu?"
"Hm? Benarkah? Aku sempat mendengar senandungmu di kantor dan baru saja. Aku sangat menyukainya,"
Vienna hanya bisa menghela napasnya lagi. Setelahnya ia bersenandung lembut di hadapan Luke. Keduanya saling bertatapan dan itu membuat Vienna sedikit memalingkan wajahnya yang terasa panas akibat Luke menatapnya dengan tatapan tidak biasa. Seketika, Vienna berhenti bersenandung karena merasakan sentuhan jemari di tangannya. Itu membuat Vienna menoleh tanpa sadar.
Lagi-lagi, ia bertatapan dengan Luke. Wajah tampan itu benar-benar tampan saat ini. Kedua mata Luke, begitu intens menatap Vienna tanpa berkedip.
"Tuan?" panggil Vienna. Luke hanya diam dan masih menatap Vienna. Bahkan jemari Luke masih mengusap wajah Vienna.
Setelah beberapa saat terdiam, Luke akhirnya berbicara, "Bolehkah aku memelukmu?"
Permintaan sederhana itu, terdengar begitu berat untuk Vienna. Logikanya berusaha sadar, tetapi perasaannya menolak. Entah mengapa Vienna juga ingin memeluk Luke. Melihat wajah Luke yang terlihat sendu dan lelah, ia ingin mengusap lembut wajah itu, mengelus rambut hitam Luke agar ia dapat tidur dengan pulas.
Kali ini, Vienna yang terdiam dan cukup lama memberikan jawaban. Namun, tiba-tiba Vienna merentangkan tangannya. Wajahnya tersenyum lembut kepada Luke, "Kemarilah."
Kedua bola mata Luke melebar terkejut. Ia tidak menyangka jika Vienna mengizinkannya. Tubuh Luke bergeser agar bisa memeluk Vienna secara dekat. Luke akhirnya dapat memeluk Vienna dengan erat, menyembunyikan wajahnya di sekitar area leher dan dada Vienna yang sangat harum dengan aroma cherry di tubuhnya.
Tidak hanya Luke yang merasa senang, Vienna juga merasakannya. Ia merasakan jika tangan kekar Luke memeluknya dengan erat, wajah Luke sudah bersembunyi di lehernya. Tangan Vienna terulur memeluk Luke, ia bisa mengusap rambut Luke yang lembut dan sedikit basah. Ia terus memberikan usapan, hingga sang empunya tertidur pulas. Vienna juga sudah merasakan kantuk yang menerjangnya. Akhirnya, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang membuat mereka saling merasakan kenyamanan.