"Eunghh..."
"Aria!."
"Eh?." Gadis itu menatap sayu orang-orang yang mengerumuninya
Lalu ia menatap ranjang disebelahnya. Awalnya ia diam, hingga ia tersadar. Matanya terbelalak dan sangking terkejutnya ia sampai bangun
"Sayang kamu gak boleh bangun dulu." Bukan Aisha yang berucap, melainkan Tria
"M-mama?."
"Iya sayang."
Aria menatap dirinya di cermin. Ia ... kembali, ke tubuhnya. Semuanya baru sadar betapa miripnya wajah Aria dan Letta. Yang membedakan adalah Letta yang selalu menggunakan kacamata dan rambut yang diikat, serta hidung dan pipi yang berbeda
Aria memegang kepalanya yang diperban dan meringis mengingat yang terjadi. Ia dengan cepat turun dari kasur dan mendekati Letta yang masih belum siuman
"Ar lo baring dulu." Peringat Travis namun tak digubris
Aria memperhatikan wajah Letta dengan detail. Kenapa ia baru sadar jika selama ini ... ia menggunakan wajah yang sama?. Namun dengan identitas yang lain. Aria dan Letta...
"Kembar."
All terkejut
"Kami kembar tak seiras. Iya kan?." Aria menatap Aisha dan Tria yang terdiam
"Jawab aku!." Bentaknya
"Iya nak. Kalian kembar." Jawaban Aisha
Nafas Aria tercekat
"Lalu siapa ... ibu kandung kami?." Tanya Aria lagi dengan datar
Tria Aisha dan suami saling tatap, mereka bingung harus menjawab apa
"Aku Aisha adalah saudara kandung. Aku anak ketiga dan Aisha anak kedua. Kalian ... adalah anak dari kakak kami, Prisca." Ujar Tria
"Lalu dimana dia?. Kenapa kalian yang mengambil kami?!."
"Dia mati. Dia sudah mati Ar." Kata Aisha dengan isakannya
Aria terduduk lemas. Satu fakta lagi ia temukan
"Bagaimana ia bisa mati?."
"Mayatnya ditemukan dua bulan setelah ia meninggal di Singapura. Kalian berdua dititipkan ke panti asuhan." Ujar Raden
"Dan kami sepakat untuk merawat kalian." Tambah Gale
Aria menatap keempat kakaknya yang terdiam. Randy, Leon, Zoe, dan Deana. Mereka tahu tentang hal ini, namun memilih diam
"Jadi itu, alasan kalian nindas Letta?." Ujar Aria kepada dua laki-laki itu dan mereka hanya diam
"GW LAGI NANYA BANG*AT!!."
"Aria!."
PRANGG
"Keluar."
Mau tak mau mereka semua mengalah lalu meninggalkan Aria dan Letta yang masih belum siuman
Aria duduk di samping kasur Letta lalu menggemgam tangan kembarannya itu
"Gak nyangka ya ta, alur hidup kita bakal kek gini. Haha, sekarang misi kita bertambah ha?." Aria tertawa namun juga menangis
Ia menatap malang dirinya di cermin, sampai sebuah ingatan terlintas di benaknya
"Laki-laki itu, siapapun dia. Dia harus bertanggungjawab." Aria bangun dengan tangan mengepal, tapi sebuah tangan menahannya
"Jangan, hiks."
Aria menatap Letta yang sudah berlinang air mata. Dari tadi ternyata ia sudah bangun dan mendengar semuanya
"Aku, aku gak mau kamu kenapa-kenapa hiks. Biarkan apa yang terjadi dan datang, kumohon berhenti." Pinta Letta
Aria diam-diam membenarkan ucapan Letta. Tubuhnya sangat amat sakit namun rahasia-rahasia yang mulai terbongkar membuat adrenalinnya bangkit
"Gw akan berhenti, tapi cuman buat istirahat." Ucap Aria
"Itu lebih baik."
Dua kembar itu saling berpelukan. Kemudian mereka memutuskan untuk kembali tidur. Aria tidur dengan memimpikan hal random, mulai dari laki-laki itu hingga … ibunya
Seminggu sudah Aria dan Letta dibolehkan pulang. Namun Aria memaksa untuk tinggal di rumah Letta. Tentu dari kedua sisi tak masalah
"Hai Letta."
Letta dan Aria menengok. Aria langsung menatap tajam dan Letta menunduk takut
"Wow, gak nyangka ternyata lo punya kembaran. Namanya kembar itu pasti sama kan?. Sama-sama PHO." Ujar Hana tepat di telinga Letta
Aria langsung bangkit dan menarik rambut Hana
"Argh!."
"Aria lepasin tangan lo!." Bentak Randy
"DIAM."
Semuanya tercekat
"Satpam!." Panggil Aria
Para satpam lalu membawa Hana keluar yang disusul oleh Randy dkk
"Letta kamu gapapa?." Tanya Zoe yang melihat tangan gemetar Letta
"Bawa dia ke kamar kak."
Zoe dan Deana menurut lalu segera membawa Letta ke lantai atas. Aria duduk di sofa dan mengirim pesan ke teman-temannya
"Aria."
Aria melirik datar
"Jadi selama ini … lo yang ada di tubuh Letta?." Ujar Leon tak percaya
Perihal tentang berpindah tubuh itu masih dirahasiakan dari para orang tua. Sementara yang lain sudah tahu. Dan kini para orang tua tengah keluar untuk mengurus perpindahan Aria
"Terus?. Ada hubungannya sama lo?." Kata Aria santai
"TENTU SAJA ADA HUBUNGANNYA."
Deana dan Zoe yang baru saja keluar setelah menidurkan Letta terkejut. Aria menghela nafas lalu menaruh gelas tehnya dan mendekati Leon
"Lalu apa hubungannya itu?. Sejak kapan lo peduli sama Letta?. Lo mungkin sayang sama Letta, tapi ego lo lebih besar. Lo, Randy, kak Zoe, kak Deana!. Beraninya menyembunyikan hal ini dari kami!." Bentak Aria membuat mereka tersentak
Ryan dkk pun yang baru datang berhenti di dekat pintu
"Buat apa?. Supaya kami gak terluka?. Basi tau gak!. Lo pada gak tahu betapa menderitanya gw dan Letta!. Letta, gadis lugu yang lo bully, yang lo uji mentalnya!. Tapi apa?. Dia gak kuat sampai tuhan nukar roh kami. Lo pikir semua ini gak ada artinya?!. Lalu gw!." Aria berhenti untuk menetralkan perasannya
"Dibanding-bandingkan, lo pikir gimana rasanya jadi gw. Ada tapi seperti tidak ada!. Itu yang gw dan Letta rasain. Kami … selalu merasa bahwa kami bukan bagian dari kalian. Dan ternyata benar!. Sekarang kami paham, wajar kalian melakukan itu. Karena kita bukan saudara kandung. Dan lo, berani-beraninya ngebela gadis yang bahkan gak sedarah sama lo!. Gw udah pernah bilang kan, jangan pernah mengharap kata maaf dari Letta. Karena kini, gw yang ambil alih."
Aria menatap kedua kakaknya di tangga yang menatapnya sendu. Lalu mengambil tasnya
"Gw pulang malam." Setelah itu ia keluar, disusul oleh teman-temannya
Leon mengusap wajahnya kasar
"Kak lo gapapa?." Tanya Deana
"Letta udah tidur?."
Deana mengangguk. Leon naik ke lantai atas lalu menuju kamar Letta. Ia menatap sendu wajah gadis yang tertidur itu
"Maafin kakak Let." Gumamnya seraya menggemgam tangan Letta
"Ayo, kita juga harus minta maaf dengan Aria." Ujar Zoe. Deana mengangguk lalu mereka menuju kamar masing-masing