Chereads / Story About Us. / Chapter 5 - Delightful Year

Chapter 5 - Delightful Year

- Hontown, 1998 -

Empati.. Satu dari banyaknya perasaan yang menggiring setiap jiwa pada jiwa yang lain. Membawa kehangatan namun tak sedikit kecemburuan. Yang menuntun banyaknya pasang kaki mengunjungi Liebevolles Haus. Orang – orang dengan berbagai macam alasan dari berbagai jenis golongan. Berusaha menemukan sesuatu yang hilang, menambal semua sisi yang amblas, mencoba menciptakan kesempurnaan sesuai versinya sendiri. Berupaya mengisi kebahagian pada tiap - tiap hari yang akan berganti.

Sejak berada ditempat itu, Camellia menemukan empati jadi kata paling menjengkelkan. Dan pilihan seolah di lenyapkan dariya. Membawa Camellia kesana - kemari, mempertemukannya dengan orang orang sejuta peragai. Keluarga yang ia dapat di usia ke-tujuh, setelah setahun penuh merasa sendiri di tempat sarat akan keributan tidak begitu indah. Mimpinya, pria yang akan dipanggilnya ayah dan wanita yang berkeras agar gadis kecil itu memanggilnya bunda, bisa seperti orang tuanya yang tak berdaya di dalam kendaraan yang tak berbentuk pula. Yang selalu membawakan Camellia kecil buku penghantar tidur, yang bermain bersamanya di setiap waktu, yang tidak pernah marah dengan segala tingkahnya, yang mengawali hari gadis itu dengan senyuman dan menutupnya dengan kecupan penuh kasih sayang. Tapi yang ia dapat adalah pekerjaan tiada henti, ribuan larangan yang selalu berakhir keganasan. Dan bukan hanya sekali, seperti magnet, empati selalu saja membawanya dari satu rumah ke rumah yang lain. Perempuan itu kembali menemukannya di keluarga Anderson, kemudian di keluarga Anggara, lalu di keluarga Castle. Kadang, ia terkagum bagaimana Tuhan memberinya pelajaran hidup. No pain no gain.

Karena itu, jika dulu orang – orang mengatakan pada seorang Camellia Angelou bahwa ia harus bersabar karena dibalik hujan pelangi selalu menunggu, bahwa ia akan mendapat kebahagiaan dan ketenangan di saat yang tepat, perempuan itu hanya tersenyum, berusaha menyembunyikan hatinya yang berteriak "pendusta". Meski begitu, walau terkadang harapan membuatnya tergiur untuk tidur panjang, asanya untuk mendapat keluarga yang normal tidak pernah gugur. Yang akhirnya membawa Camellia hidup di atap yang sama dengan keluarga Peterson. Bersama mereka, gelap bukan lagi teman dari keseharian Camellia.

370 hari 15 jam 38 menit 50 detik. Sudah selama itu Camellia menjadi kegembiraan untuk keluarga barunya. Dan 183 hari di antaranya telah perempuan itu lalui di luar dari bayangannya. Satu semester Camellia di KATHAROS tidak begitu buruk. Perempuan itu menemukan fakta baru yang bisa meringankan asumsi sang adik. Dimana Camellia mulai beranggapan kalau bercakap - cakap dengan kawanan Jason adalah hal yang menyenangkan, terlepas dari Cindy. Perempuan itu sepertinya belum bisa menerima kenyataan kalau pria yang ditaksirnya tidak punya rasa yang sama. Juga pertemanannya dengan Carla dan Bella jadi semakin awet. Nilainya mengalami peningkatan, meski belum masuk sepuluh besar, setidaknya Camellia membuktikan dirinya pantas berada disana.

Satu dari perkataan David yang benar adalah persaingan. Seminggu sejak hasil perjuangan enam bulan telah keluar, sudah tiga siswa yang berhenti dan satu diantaranya berasal dari kelas Camellia - Sonny-. Sisanya berasil bertahan, harus menghabiskan masa liburan dengan belajar dan kegiatan sosial yang menggunung. Perginya beberapa siswa itu tidak berarti apa - apa. Semuanya berjalan seolah tidak terjadi apa - apa, mengingatkan perempuan itu pada peringatan sang adik bahwasanya tata krama dan simpati bukan bagian dari KATHAROS.

'Sure you don't want to come?'

'Yeah, I'll see you guys when the next game starts.'

'Okay, Lone Princess. Enjoy your lonely time.'

'Always' balas Camellia tertawa disambut kedua temannya yang perlahan berjalan menjauh.

Karena minggu yang menyiksa telah usai, KATHAROS sekarang ada di fase pemulihan. Dimana berbagai kegiatan pertandingan sedang berlangsung didepan sana. Camellia memilih menikmati hari di taman belakang. Komunikasi sudah bukan masalah besar, tapi menyendiri masih jadi hobi terbaiknya. Sepertinya yang satu itu tidak akan pernah pupus. Dan tempat penyaluran terbaik dari hobi itu adalah taman belakang sekolah.

Kípos Galínis - nama sang taman - ini penuh dengan kurang lebih sepuluh jenis tanaman, rumput - rumput nya di tata dengan sangat baik, sekilas memberi kesan layaknya karpet yang dibentangkan. Bangku - bangku taman yang hampir mengisi seperempat tempat disana dengan kolam lengkap dengan air mancur kecil tepat ditengah - tengahnya, menyempurnakan belakang sekolah itu. Terlalu besar untuk sebuah sekolah pikir perempuan itu kali pertama menginjakkan kaki disana. Tapi, lagi - lagi kata "terlalu" tidak pernah ada di kamus KATHAROS. Meski ketenangan dan kesejukkan yang ditawarkan tempat itu tidak main - main, Camellia jarang sekali berpapasan dengan orang – orang disana. Anugrah lainnya untuk si pemuja kesendirian itu.

Setelah Bella dan Carla memutuskan untuk jadi penonton pertandingan basket, Camellia memilih melanjutkan mahakarya seorang Louisa May Alcott - Little Women -. Belakangan ini adalah masa tersulit bagi Bibliophile itu, selama tiga bulan terakhir Camellia belum menyelesaikan satu bukupun. Ia seperti dipepet rasa bersalah karena mengabaikan March sekeluarga terlalu lama.

'There you are..'

Suara itu mengalihkan pandangan sang gadis, mendapati Jason sudah duduk di sampingnya beserta kantong coklat kecil yang Camellia yakini berisi makanan. Jason ini penuh kejutan. Satu – satunya orang yang tidak melewatkan satu hari sekolahpun tanpa bekal. Sungguh berbanding jauh dengan citra yang diperlihatkan pria itu di pertemuan pertama mereka.

'I thought you didn't come.' kata Camellia yang sarat akan keheranan. Pagi tadi, pria itu menolak ajakannya untuk berangkat bersama, mengatakan tidak ada yang menarik untuk dilihatnya hari ini bahkan menggoda Camellia untuk 'libur' bersama.

Melahap roti yang dibawahnya, pria itu mejawab, 'William insisted, draged me out of my own bed. But unfortunately the matches are more boring than last year. And I know you'll be here, so..'

'So you come here..'

'Yes.. Straight away. Want to see what you're doing.'

Melihat wajah pria dihadapannya yang begitu ceria, Camellia tidak bisa menahan senyum.

'Well.. Do not disturb then. I still have a lot to catch.' Balas Camellia, mengangkat bukunya dan mengambil sepotong roti.

Camellia banyak berubah. David orang yang menyadari lebih dulu, tapi tak pernah perempuan itu gubris. Karena ia sendiri merasa masih seperti dulu. Itu bertahan sampai sang ibu lalu ayah yang mengatakannya dan dipertegas oleh Carla dan Bella. Mulai dari sana ia memakai bagan, melihat apa saja dari dirinya yang berbeda. Dan perempuan itu menemukan ia banyak tertawa selain dengan orang rumah, mudah marah saat terganggu, lebih sering memulai pembicaraan saat bersama Jason, terlalu berani bertingkah didepan laki – laki itu seperti tidak mempertimbangkan rasa malu. Walaupun menemukan banyak, ia masih belum menyimpulkan apa perubahannya termasuk baik atau kebalikannya yang jelas selama keluhan belum terdengar, Camellia berencana untuk terus seperti itu.

'I won't dare. Some said you're quite different when your me time get intterupt .' kata Jason tersenyum penuh makna, tak lupa alis tebalnya bergerak naik turun. Pertama melihatnya, Camellia sangat terusik. Sekarang hal itu menjadi hal berikutnya yang disukai Camellia dari pria dihadapannya saat ini.

'So, you have been told'

'Awesome friends you have there.' . Seperti itu, mereka saling melempar senyum, mulai menikmati waktu dengan cara yang berbeda. Camellia dengan bacaannya dan Jason dengan memandang Camellia, meski harus terus melawan angin yang berkeras ingin menghalangi pria itu dengan merusak tatanan rambut coklat indah didepannya.

Bagi Jason, Camellia berbeda. Mengingat jauh kebelakang saat pertama kali Camellia lewat didepannya, Jason langsung tahu mereka akan terikat. Seolah menjadi takdir perempuan itu untuk membawa warna tersendiri dalam hidupnya. Selalu seperti itu, ada masa dimana hati bergerak lebih dulu dari otak, dan perkataan tidaklah begitu penting. Untuk orang seperti dirinya yang selalu menjaga jarak, bertingkah seadanya, kali ini ia dengan berani mendekat, jauh sebelum otaknya memerintah. Bagi Jason, menatap Camellia adalah kehidupan atau bisa ia katakan sebagai masa depan hanya jika urat malunya telah terputus. Long way to get there. Menghabiskan hari dengan Camellia justru lebih menyenangkan dibanding melanglang buana dengan para sahabatnya yang notabenenya adalah orang – orang yang telah menghabiskan 11 tahun bersama pria itu. Ajaib, bagaimana takdir mempertemukan setiap orang dengan orang lainnya.

'Why basket never satisfied you?'

'I am a difficult person to satisfy' canda Jason. Menopak kepalanya dalam tangan yang bertumpu disandaran bangku, memainkan rambut perempuan itu dengan jemarinya yang lain. Terkagum - kagum dengan kelembutan yang ia rasakan. Sepertinya laki - laki itu menemukan faktor penyenang yang baru.

'Excuse me, who you kidding.?!'

Meski kecil, kekehan yang dikeluarkan Jason tetap menggema mengisi taman yang sunyi. Kembali menjawab seadanya sebab pria itu juga tidak paham mengapa olahraga yang satu itu tidak begitu menarik perhatiannya.

'I dunno.. I just find it unattractive.'

'Well.. Don't let Carla hear that or you're gonna be a heart killer.'

'Hmm.. The way she scream speak much volume.'

Kali ini tawa lepas Camellia yang terdengar. Dia pernah berada diposisi itu, sampai harus menahan malu. Malamnya, Carla tidak bisa ikut dalam forum diskusi hadiah pahit dari sorakannya yang mencoba menandingi paus biru si penghuni lautan dan harus bersemedi dikamarnya seharian penuh, membuat tugas sekolah perempuan itu bertambah dua kali lipat. Dan hal itu tidak pernah gagal membawa tawa untuk Bella juga Camellia. Yang nampaknya juga tidak akan berhenti untuk waktu yang panjang. Tiba – tiba Jo March dan Laurence tidak begitu menarik. Menandai bacaannya sebelum ia memutar badan, membuat tatapannya sejajar dengan Jason yang berkeluh keberatan karena kesenangannya terganggu.

'I heard some rumours too.' ucap Camellia memusatkan seratus persen perhatian pada Jason.

'About what ?'

'It is said that the reason you despise it so much is related to the person that I'm replacing now.'

'Hmm.. thank god that's just a rumour.'

'It could be real'

'Yeah? How so?'

'You tell me' tantang Camellia disusul pengumuman didepan sana, jika pertandingan selanjutnya akan segara dimulai, yang coba ia hiraukan walau hal itu adalah alasan utamanya berada di sekolah hari ini. Meski tidak termasuk jajaran orang yang suka termakan gosip, tapi ia juga masih begitu jauh dari kata tidak peduli pada apa yang didengarnya. Membuatnya bertanya - tanya seperti apa Jason saat bersama Arabella. Dan kesempatan seperti ini jarang perempuan itu dapatkan, menambah tekatnya untuk menemukan jawaban. Terlebih rumor tidak baik dibiarkan begitu saja, mengganggu kesehatan mental yang fatalnya bisa membawa orang - orang kealam yang berbeda.

Diamnya Jason masih abu - abu untuk perempuan itu. Mencoba memberi celah, tidak mau terlihat memaksa walau gerak geriknya saat ini memberi kata yang berbeda. Entah kenapa Camellia merasa Jason seperti butuh kekuatan besar untuk bercerita, membuat perempuan itu merasa bersalah sudah membiarkan topik itu mengudara. Mencoba melunturkan es yang perlahan terbentuk, Camellia beranjak dari tempatnya. Mendadak Battle Dance jauh lebih menggoda dari taman ini.

'You know what.. I think we..' belum selesai kalimatnya, ketika Jason secara brutal berdiri membuang kantong bekalnya ke tempat sampah terdekat sebelum kembali berjalan kearahnya. Kali ini Camellia tidak mengerti arti tatapannya, yang jelas rasa bersalahnya semakin besar.

'That just rumour, what's running through your head is not true and you are not replacing anyone or anything. What you get now is already yours before you even had it as well as what you went through before.'

Penjelasan to the point Jason menimbulkan kehangatan dalam dadanya dan seakan melumpuhkan lidahnya. Camellia tidak bisa memberi balasan apapun dari pidato singkat pria itu selain senyuman. Membiarkan Jason merangkul pundaknya dan bersama meninggalkan tempat itu.

'Ever heard of destiny?' tanya Jason padat akan candaan. Refleks Camellia memutar bola matanya, memberikan pukulan ringan di pundak pria itu. Pelajaran terbaru, jangan biarkan Jason besar kepala jika tidak ingin sengsara.

Tawa jadi hal terakhir yang mengisi Kípos Galínis semester itu.

***

Kata orang – orang dunia memang tempatnya susah, toh merintih pun tak lantas melenyapkan masalah. Meski begitu, mengeluh adalah suatu keharusan yang tak boleh tertinggal. Disimbolkan sebagai ciri - ciri orang tak pandai bersyukur, tetap tidak melunturkan semangat orang – orang untuk melakukannya bahkan pada hal yang tergolong sangat sederhana. Camellia saat ini adalah kandidat orang – orang tak pandai bersyukur itu. Belum lagi, kata sabar tidak pernah layak disematkan padanya.

Penat perempuan itu bertambah dua kali lipat. Rasa jengkel nya memuncak. Amarah membuat wajahnya merah padam. Walau begitu, rasa salut akan dirinya yang masih terus mempertahankan senyum meski kaku dan minus ketulusan itu menjadi rekor tersendiri untuk Camellia. Hari ini, satu dari kawanan jason mengadakan pesta, selain usianya yang bertambah 17 belas, Lily -si pemilik acara- berencana menghabiskan liburan sekolah kali ini diluar negeri sehingga merangkaikan pesta pertambahan umurnya itu dengan pesta perpisahan tiga bulan. Dengan konsep yang sangat meriah dan terbilang dewasa, Camellia berpikir pesta ulang tahun hanya kedok belaka dari pesta sesungguhnya. Terlebih orangtua perempuan itu tidak ada dilokasi melainkan anak - anak yang sudah masuk kategori legal yang memenuhi crime scene itu. Camellia tidak akan pernah paham kenapa istilah sweetseventeen begitu istimewa.

Saat ini, Camellia terpaksa harus menghabiskan sisa harinya dengan orang – orang yang meski sudah enam bulan lebih kenal masih saja baru untuk perempuan itu. Camellia berasa seperti Tulip yang terperangkap dikawanan Dandalion. Jelas sekali tidak akan bisa berbaur. Sedang Jason, orang yang menyeretnya sampai sini, sedang menikmati pesta tanpa beban, seolah pria itu tidak merusak sorenya sama sekali. Dengan Bella dan Carla yang telah memulai liburannya, Camellia benar - benar terasingkan di tempat penuh keributan ini. Mungkin situasinya ini bisa jadi gambaran dari perkataan Gandhi "Hate the sin, love the sinner" untuk ia pada Jason, atau visual dari pepatah "Don't Judge The Book By The Cover". Karena jelas sekali, Camellia merasa tertipu dengan sifat pria itu selama enam bulan terakhir ini.

Tidak tahan dengan suasana yang begitu menyenangkan dihadapannya, Camellia mulai meninggalkan tempat. Pamit pada pemilik acara sebelum berlalu menuju pintu. Kembali menggerutu ketika sadar, ia menumpang dengan Jason tadi dan harga dirinya terlalu besar untuk memanggil pria itu. Tiga kali ia menelpon orang rumah ketika memutuskan untuk mencari tumpangan dihate depan sana. Walau tidak bisa dikatakan dekat, tapi ia diselamatkan oleh rasa kesal yang lebih besar dari rasa takutnya. Sepanjang jalan, mulutnya komat kamit. Menyanyikan apapun yang bisa dipikirkan otaknya. Ketika klakson di belakangnya terdengar. Mungkin sangking seriusnya, Camellia tidak mendengar suara mobil Jason yang ternyata mengekor. Mencoba jual mahal, ketika suara pria itu terdengar.

'Oh come on.. That's not really that bad, is it?' ujar Jason berusaha menyamakan langkah sebelum memilih menarik hoodie gadis itu, menghentikan gerak Camellia secara brutal.

'What..'

'Hush.. First, let me apologize for intruding your afternoon. Second, it's not entirely my fault, your mother insisted that you should come with me. So if you are angry then do that to her too.' cerocos Jason, tidak memberi ruang Camellia mengeluarkan keluh kesahnya. Rasa bersalah juga tidak menghentikannya menarik baju dari perempuan itu. Padahal Jason berencana menetap sampai hari berganti dirumah Lily, terpaksa ia harus tidur lebih awal malam ini.

Diamnya perempuan itu, bukan berarti ia terima diperlakukan tak ber 'perikemanusiaan' oleh Jason, melainkan lelah yang sudah melebihi batas kemampuannya, membuat Camellia relah diseret masuk dalam mobil merah kesayangan pria itu. Wajahnya tidak menampakkan kesenangan sama sekali, membiarkan keheningan mengisi perjalanan 15 menit yang ada. Sayang hal itu tidak bertahan lama. Jason bukanlah penggemar dari kesunyian, entah kenapa. Pria itu mulai membicarakan apapun yang terlintas dibenaknya. Sedikit – sedikit membumbuinya dengan lelucon garing yang secara perlahan membuat Camellia kesulitan menahan ekspresi datarnya. Perempuan itu harus menaikkan standar humornya jadi lebih berkelas. Camellia memilih memandang keluar jendela yang temaram. Tidak perempuan itu sangkah, hal sedeharna seperti duduk juga bisa jadi begitu melelahkan.

Karena iba dan sedikit luluh plus bosan, ia pun merespon Jason seperlunya juga bertukar cerita dengan pria itu. Perjalanan singkat itu jadi ajang curhat dua insan manusia tersebut. Berisi cerita masa kecil hingga hal memalukan yang telah dilewati masing – masing. Tawa di sela – selanya. Seolah amarah Camellia tidak pernah terjadi dan lelah yang dirasakannya berembus jauh bersama angin malam itu. Hal yang juga aneh menurut si perempuan. Tidak diketahui keduanya, ditahun – tahun setelah hari itu, peran mereka berganti. Jason bukan lagi seorang pendongeng, segala tingkahnya penuh perhitungan. Ia menjelma menjadi orang yang pelit bicara. Membiarkan kesan bising melekat kuat dalam diri Camellia dewasa.

Sebelum berpisah malam itu, Jason kembali menyampaikan maafnya, yang dibalas si perempuan sama.

'You should know that I will never let you do something you don't like. Today only because your mom asked, it seems she just wants to make sure her daughter is well socialized. Beside, connection is one of the most necessary things in the future, believe me.' terang Jason.

Camellia tersenyum, 'Thank you.. for pleasing my mom by taking me. And yes, it is quite fun.'

'Told you. Enjoy your first vacation as a Peterson, then.'

' You too. Good Night, Jas. '

'Good night, Cam' balas Jason tersenyum, sebelum memarkirkan kendaraan dan menghilang dibalik pintu.

She began to think their friendship would last. She wants it to last.

..xoxo..

Jason menemukan bingkisan dimeja belajarnya. Keningnya yang berkerut jadi penanda pria itu keheranan, refleks ia menatap rumah yang sudah ditinggal penghuninya berlibur dua bulan lalu. Dibuka, Jason tersenyum. Kotak hitam yang dibungkus pita hijau itu berisi satu buah Levi's 501 dan sepucuk surat diatasnya, senyumnya semakin lebar ketika membaca coretan disana.

"

Sonnet 104: To me, fair friend, you never can be old - By William Shakespeare

'

To me, fair friend, you never can be old, For as you were when first your eye I eyed,

Such seems your beauty still. Three winters cold Have from the forests shook three summers' pride,

Three beauteous springs to yellow autumn turned In process of the seasons have I seen,

Three April perfumes in three hot Junes burned, Since first I saw you fresh, which yet are green.

Ah, yet doth beauty, like a dial-hand, Steal from his figure, and no pace perceived;

So your sweet hue, which methinks still doth stand, Hath motion, and mine eye may be deceived:

For fear of which, hear this, thou age unbred: Ere you were born was beauty's summer dead

'

birthday present for Jason Ace Ross, I wish you good health, long life with bright future, and a meaningful holiday... And hopefully this gift will satisfy you... See you next month :)

ps: I asked your mother for help and to keep it form you with a big fee.

July, 1998.

"

..xoxo..