Afi cowok berusia 21 tahun, nama lengkapnya Afiq Adnan Chairi. Afi cowok keren dan gaul yang kini jadi mahasiswa semester 6. Afi selalu dapat perhatian dari banyak orang. Bahkan dikejar-kejar banyak cewek. Tiap Afi bosan dengan hubungan yang sedang dijalani, maka hubungan itu akan berakhir. Dan tentu saja ada saja pengganti baru yang akan menggantikan cewek yang sudah mengakhiri hubungan dengannya. Tapi semua berubah saat dia punya teman baru, lebih tepatnya ketika Afi mulai kenal cewek unik di kampus.
3 tahun lalu….
Hari itu ialah hari pertama kuliah, dan sialnya Afi terlambat. Hari pertama yang sudah dimulai dengan kacau. Sesampainya didepan pintu kelas. Nafas terengah membuka pintu, baru memegang gagang pintu bersiap menarik. Tiba-tiba terkejut, dari dalam ada yang mendorong pintu. Afi sedikit terkejut, dorongan pintunya tidak keras. Ini karena pendorong pintu itu adalah cewek. Mata Afi bertemu dengan cewek itu, hening menyelimuti aksi saling pandangan mereka. Beberapa saat kemudian suara riuh membangunkan keheningan.
"Ciye.... ehem... bisa barengan buka pintunya," Riuh suara anak-anak lain dari dalam kelas menggoda dengan suara keras.
"Maaf, kelas udah selesai, dosen mengakhiri lebih awal karena ada acara." Cewek itu memulai percakapan dengan suara lembut. Sedang Afi menahan pintu, supaya cewek itu tidak berat menahan pintu selama mengobrol.
Penampilan cewek itu mengenakan hijab warna Nude, memakai baju entah apa namanya, baju itu panjangnya hingga melewati lutut berwarna putih, bawahan berwarna Nude, kulit kuning langsat bersih dibandingkan dengan kulit Afi yang coklat, mata coklat pekat dengan tatapan sendu nan tajam dan komplit dengan senyum manis yang menawan. Sejenak Afi terdiam membisu dan pikirannya kosong.
"Hah, Emm...begitu. Terima kasih." Tersadar dari lamunan dan membukakan pintu dengan badan menyingkir dari depan pintu.
Semua anak-anak keluar kelas dan berpindah ruangan untuk mata kuliah kedua. Afi yang malu karena terlambat mengikuti langkah yang lain, itu awal pertemuan dan belum ada perasaan khusus di hati Afi untuk cewek itu. Tapi tidak bisa dipungkiri Afi sedikit tertarik dengan dandanan cewek itu, apalagi tatapan sendu yang jarang di lihat dari perempuan yang selama ini ditemui Afi dalam 19 tahun hidup didunia.
"Ah... mikir apa sih. Masak baru lihat sudah mau kenalan? Nanti sajalah kalau sudah dikelas pasti tahu namanya" Afi memutar bola matanya, bersamaan membetulkan posisi tas punggungnya.
Dikelas berikutnya perkuliahan diawali dengan perkenalan dan dosen yang mengampu jam itu ialah Bapak Rozak. Dari sanalah Afi mengetahui nama cewek tadi, dia ialah Faidah Afifah Zahra. Biasa dipanggil Fai.
Ya, Fai cewek spesial di hidup Afi, sejak pertama kenal saja Afi tidak sadar dengan dirinya. Seperti tersihir oleh orang yang dikenalnya dimasa awal perkuliahan. Masih jelas di benak Afi kapan awal mula dia merasakan keanehan di dirinya.
Kejadian itu terjadi ketika Afi dan Fai mendapatkan kelompok yang sama untuk mengerjakan tugas, tepatnya ketika masih menjalani semester 1. Jelas masih terekam bagaimana cewek mungil dengan paras cantik itu mengucapkan dengan tegas penolakannya terhadap perilaku Afi yang merokok. Dan peristiwa itu masih membuat Afi terbayang kejadiannya hingga kini ketika akan merokok.
"Afi jangan merokok disini, asapnya mengganggu yang lain" Celetuk Fai protes tidakan Afi merokok dengan tangan terus menepis asap yang menuju wajah mungilnya.
"Tidak apa Mbak, aku juga jauh kok merokoknya. Yang lain juga tidak keberatan" Bantah Afi tidak peduli dan terus menghisap rokoknya. Afi memanggil Mbak karena Fai lebih tua satu tahun dibanding Afi.
"Yang lain juga terganggu, aku mewakili mereka. Kalau kamu mau merokok nanti selesai diskusi tugas ini. Tapi kalau tetap bersikeras pindah tempat jangan disini, kasihan yang tidak merokok harus menghirup asap rokokmu" Argumen Fai dengan suara lembut namun bernada tegas memecah keheningan di antara anggota kelompok, tatapan matanya tajam melihat ke arah Afi
Mendengar teguran Fai dengan wajah manis dan serius yang menyatu clope, Afi seperti mendapatkan perintah. Setiap uraian kata yang dilontarkan Fai seperti remote control di otak Afi, padahal biasanya Afi tidak pernah menurut apa pun perkataan temannya. Apalagi itu dari cewek.
Afi dan Fai semakin banyak mengenal karena sering mendapatkan kelompok yang sama. Memang Afi merasa kalau Fai itu menarik sejak pertemuan awal mereka.
"Aku berangkat ya Mbak Fai" Bersamaan menyalakan motornya dan berlalu keluar dari area parkiraan kampus
"Iya hati-hati. Jangan lupa nanti di cek lagi sebelum dicetak makalahnya" Jawab Fai dengan senyum menawannya
Afi menaiki motor menuju gerbang kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, suasana hijau terasa, gedung besar bercat hijau dengan banyaknya kendaraan berlalu lalang. Afi langsung melewati gedung Fakultasnya, dia mengambil Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Matanya memandang teman lain yang sudah turun dari lantai 4 dan berjalan di area pinggir jalan.
"Hai Aji, aku cetak makalah keluar dulu ya" Suara Afi sedikit berteriak untuk menyapa Aji
"Ah... iya Afi. Cepet balik ya" Meneruskan langkah melewati berjalan, sambil tangan melambai. Mengisyaratkan paham maksud Afi.
Setiap malam Afi melakukan kegiatan asyik bersama temanya baik keperluan organisasi maupun kesenangannya berkendara, Afi seorang cowok yang suka bertualang, menjelajahi tempat wisata jadi kegiatan rutin tiap bosan maupun libur perkuliahan. Mereka bermain semua permainan di tempat wisata, mencoba banyak makanan bersama teman sepermainan. Hal ini yang menyebabkan Afi itu popular dan punya banyak teman cewek. Berpacaran sudah hal biasa buat Afi.
Candi Borobudur Yogyakarta…
"Astagfirullohhaladzim..." Sontak Bayu beristigfar melihat Afi sedang berada di pojokkan candi dengan cewek yang tangannya menempel erat ke lengan Afi dan kepala menempel pada bahu Afi mesra
"Afi… ngapain? Siapa ini?" Sambil berjalan menuju arah Afi
"Ini Sandra Bay, temanku di SMA. Kebetulan ketemu di Borobudur tadi" Jawab Afi sambal menyengir
"Halo Sandra, aku Aji. Oh… ngomong dong Fi kalo bawa cewek. Aku kan kaget, kita tadi kan cuman berlima" Sambil tangan bersalaman dengan Sandra.
Afi dan kawan-kawannya memang terbiasa melakukan kegiatan travelling. Sedangkan Afi dan Fai di kampus, entah kebetulan atau takdir selalu saja Afi mendapat kelompok dengan Fai. Dia selalu memanggil Fai dengan Mbak karena melihat umur mereka yang berbeda satu tahun, dan semua dikelas juga demikian. Memang Fai telat satu tahun masuk kuliah dari angkatannya. Ini karena perlu waktu satu tahun untuk menguatkan tekat memutuskan kuliah.
"Ok. Jadi untuk ketiga hikmah tokoh ini nanti diuraikan sama kamu ya Mbak." Instruksi dari Afi dalam membagi bagian presentasi, sembari menunjuk layar laptop yang membuka jendela Power point
"Baik, tapi kamu bantu kalau ada yang kurang. Soalnya kadang suka ada yang kurang dan kelupaan pas nyampein" Balas Fai sedikit khawatir dengan tangan memegang erat botol air mineral ditangannya
"Ah, mana ada. Mbak itu paling jago kalo presentasi, pasti bisa." Afi memasang senyum manisnya dan sedikit mencuri pandang.
Masalah hidup Fai juga selalu dipendam, dia punya kewajiban yang butuh banyak konsentrasi dan waktu. Sudah hampir 3 tahun lebih belum terselesaikan, Fai masih berjuang dalam menghafal Al-qur'an. Hingga masuk perkuliahan masih saja mengalami kendala, banyak hal yang dimiliki Fai sebagai sosok cewek cerdas. Sahabat Afi dari MA di Jogja yaitu Zia, juga baru bisa berkuliah tahun ini, dan kebetulan satu kelas jadi dapat bertemu lagi.
"Heh ngelamun aja. Apa yang kamu pikirin?" Dengan berteriak keras Zia sambil menepuk pundak Fai.
"Astagfirullohhaladzim... Kaget Ya Allah, kalo datang itu salam dulu. Jangan main asal ngagetin dong..." Mengelus dada menenangkan diri karena terkejut
"Iya-iya...maaf. Aku gak maksud bikin kaget. Kamu sih, aku berdiri disampangmu dari tadi tapi kamu gak tahu. Mikirin apa sih, kamu itu tidak pernah punya masalah. Aneh kamu kalo begini." Tertawa menggoda sambil kedua tangannya menggoyangkan tubuh Fai.
"Setiap orang punya masalah Zia, tapi tergantung bagaimana mereka menghadapinya" Jawab Fai sembari menatap Zia serius dan muka masih marah dengan tingkah Zia
"Oke, kamu benar. Tapi tentang masalah, mungkin kamu punya masalah, tapi pasti gak besar. Secara kamu itu hampir sempurna, kamu cantik berkulit bersih, mata indah, dan tubuh bagus gak gemuk. Kamu cerdas, semua materi kamu paham gak kayak aku yang sulit paham, ditambah kehidupan keluargamu yang adem ayem aja. Apa yang bikin kamu sekacau ini, sampek suram banget wajahmu?" Panjang lebar Zia menerangkan sosok Fai dari persepsinya, bahkan Fai sendiri tidak tahu sebanyak itu.
Fai cerdas, mampu menceritakan dan mengingat kisah-kisah sejarah dengan baik, juga pandai seni walau hanya menggambar sederhana dan mendesain. Tapi jika membahas hafalan Al-qur'an, Fai lemah dalam menghafal ayat. Jika materi dengan muda dipahami, untuk menghafal satu ayat saja butuh waktu berjam-jam. Inilah yang membuat Fai tidak bisa mengikuti kecepatan teman santri pondok pesantren dalam menghafal.
"Sudahlah jangan bahas masalah lagi, kamu sudah siap bikin pertanyaan untuk kelompok yang presentasi mata kuliah nanti?" Afi mengubah topik dan membuka tas yang terletak diatas kursi taman berwarna putih, tepat disebalah posisi Fai duduk. Mengeluarkan Hp dari tas dan membuka file makalah hari ini.
"Iya deh. Baru mau buka ini." Merapikan kerudung dan sedikit bermuka masam.
Afi punya pengalaman yang membuatnya kegirangan tepat tanggal 11 September 2019, itu pertama kali Afi punya pengalaman menyenangkan bersama Fai. Pengalaman mengantar cewek unik yang tidak pernah dialami selama 5 tahun pengalaman berpacaran dengan banyak cewek. Bermula dari belajar kelompok bersama hingga hampir jam 6 magrib, karena sudah mau gelap tapi Ayah Fai belum juga menjemput. Maka Afi yang melihatnya menawarkan mengantarkan pulang.
"Mbak, ayo aku antar pulang, sudah mau gelap," Sapa Afi dari atas motor pada Fai yang duduk didekat gerbang kampus
"Tidak Afi, aku nunggu Ayah kok. Duluan saja," Membalas ajakan sambil tersenyum
"Gak papa mbak. Daripada nuggu disini lama mungkin Ayah Mbak repot jadi tidak bisa jemput. Aku antar sekalian saja, bentar lagi gelap," Menatap penuh harap dan senyum manisnya
"Ya sudah. Tapi benar tidak merepotkan ini?" Jawab Fai ragu dan mendekat kearah Afi
"Iya mbak enggak repot kok, ayo naik" Menoleh kearah Fai dan tersenyum
Entah ada sihir apa yang membuat Fai hingga mau saja naik ke motor Afi, karena baru kali ini Afi melihat Fai melakukan ini. Suasana hati Afi serasa berlompatan hingga bisa diekspresikan dengan salto. Baik Fai maupun Afi hanya diam selama perjalanan pulang, untung Afi membawa tas gendong berisi laptop yang ditetakkan di punggungnya, jadi mereka masih terhalang oleh tas tidak berkontak langsung.
Sesampainya didekat tempat tinggal Fai...
"Sudah Afi, disini saja aku malu kalo sampai rumah banyak yang lihat nanti," Bersamaan dengan motor yang berhenti
"Iya mbak, rumahnya mana, masih jauh?" Afi membuka kaca helm dan melihat Fai
"Itu sudah dekat kok, dua rumah dari sini. Terima kasih banyak Afi, maaf merepotkan kamu," Menatap Afi sambil tersenyum
"Iya mbak tidak masalah, hati-hati. Aku pulang dulu," Sambil menghidupkan motornya dan berlalu dengan kecepatan tinggi ala pembalap, itulah gaya Afi
Fai pulang ke rumah berjalan sedikit, ternyata benar Ayah sedang tinda'an / pergi ke Semarang. Karena ada undangan dadakan. Sebenarnya Ibu Fai sudah menyuruh kakak sepupu Fai untuk menjemput tadi, jadi Fai mungkin berpapasan di jalan tanpa sadar. Kak Gunawan sampai di rumah 5 menit setelah aku sampai di rumah.
"Ibu, maaf tadi diantar teman jadi tidak menunggu kak Gunawan," menatap umi sedikit takut
"Siapa yang antar?" tanya Ibu penuh tanya
"Afi teman sekelompokku Bu. Dia laki-laki," tidak berani melihat wajah Ibu
"Ya sudah. Mandi sana. Sudah mau magrib," jawab Ibu sambil menyembunyikan senyumnya
Ini pertama kalinya Fai diantar laki-laki ke rumah tapi Ibu tidak marah. Entah apa karena aku sudah dewasa, dulu tidak begitu. Ayah dan Ibu melarang Fai terlalu dekat dengan laki-laki yang bukan mahram. Tapi kini seperti sudah sedikit ada pelonggaran semenjak masuk perkuliahan, selama masih dalam batas wajar.
📩Pesan whatshapp dari Afi...
"Assalamualaikum, gimana Mbak, Ayah memang tidak bisa jemput?"
"Wa'alaikumussalam. Iya Afi, ternyata Ayah ada acara"
"Tadi dimarahi tidak karena Aku yang antar"
"Tidak kok, Aku juga heran dulu ketat banget masalah pergaulan dengan lawan jenis, tapi sekarang lebih longgar"
"Ya, mungkin memang sudah dewasa dan mengerti batasan. Sudah ada rasa percaya dari orang tua makanya diperlonggar mbak. Kan sudah dewasa"
Dirumah Afi…
Afi kegirangan handuk yang masih berada di kepalanya setelah keramas tidak dikembalikan di tempatnya. Afi sibuk mantengin ponsel, dan sesekali terlihat tersenyum sendiri. Hari itu Afi merasa ada kepuasan dalam diri. Padahal sudah banyak cewek yang naik ke atas motor itu. Anehnya tidak ada satu pun yang bisa membuat Afi mengingat terus suasana saat berkendara. Bahkan suara angin dan suhu udara saat itu juga masih bisa digambarkan oleh Afi dengan jelas.
Sejak itu Afi dan Fai sering berbalas pesan dan makin akrab. Hampir setiap kesempatan yang biasanya membahas mata kuliah dan tugas, kini lebih dari itu. Bahkan banyak saling bertukar cerita masa sekolah dan beberapa hal dalam diri mereka yang jarang diketahui orang lain. Seperti makanan favorit, menceritakan beberapa anggota keluarga dan saling melempar humor untuk mengisi kebosanan disela kegiatan masing-masing.
Depan markas BEM kampus...
"Wo... Afi, ngapain sih senyum-senyum mulu lihat Hp?" Menepuk punggung dengan dua tangan
"Astagfirullohhaladzim... kaget Aku!" Tubuh bergetar karena kaget dan menoleh ke asal suara
"Aduh kamu ini, serius banget... sampek kalau ada bom kayaknya kamu gak bakal dengagr deh" Melempar candaan dengan nada keras dan lantang khas suara Panji
"Kamu ini Ji, datang itu salam. Ini malah ngagetin kayak genderuwo, haahaa…" Memasang muka sebal tapi di akhir kalimat ejekan diselipkan tawa
"Kamu itu yang kayak demit, dari tadi aku datang pake motor suaranya keras banget. Kamu sama sekali gak nyapa, ngelihat juga enggak, pasti ini kuping juga gak denger kan?" Menjewer kuping Afi ringan hanya bercanda
"Iya maaf, abis lagi sibuk aku Ji" Menepis tangan Panji dari telinga dan menyunggingkan senyum
"Sibuk apa? Kamu punya pacar ya, ngaku aja. Ahahaaa...." Menatap penuh curiga dan tertawa
"Bukan Ji. Tapi harus aku sebut apa ya? Teman yang menarik cocok ya" Tawa renyah Afi dengan pengucapan sedikit berbisik sambil tangan merangkul pundak Panji.
"Widih, siapa nih yang lagi dekat sama kamu?" Suara keras Panji menggelegar
"Eh... huss... jangan keras-keras. Aku juga baru kenal, masih belum lama. Kayaknya juga bakal terus jadi teman" Membungkam mulut Panji, dan menghela nafas di akhir kalimat
"Emm... sepertinya kamu harus ekstra usaha ya Afi. Good luck kalo gitu. Semangat." Menjabat tangan Afi
"Oke bro" Balas Afi dibarengi senyum percaya diri
Keakraban yang terjalin antara Afi dan Fai makin rekat. Tapi terdapat kebohongan dari keduanya yang belum saling mengungkapkan jati diri dan perasaan masing-masing. Afi mulai terserang virus hati, kondisinya makin hari makin buruk. Seharusnya dia sadar akan perasaannya, tapi Afi hanya tahu bahwa perasaannya normal sebagai teman. Tapi Afi terlalu takut mendiagnosis perasaannya, ini pertama kalinya dia bertemu gadis yang unik. Berbeda dari banyak gadis yang terbuka bahkan mengejarnya, Fai ini sebaliknya dia hanya seorang gadis lugu, sopan dan tidak pernah melanggar aturan agamanya.
Satu bulan sebelum pelantikan pengurus PMII...
Gedung Fakultas ramai, banyak mahasiswa mandar-mandir cepat dengan berlarian karena mereka hendak mengikuti acar pelantikan, Fai mahasiswi yang kurang tertarik mengikuti organisasi. Fai turun dari lantai 4 gedung usai perkuliahan bersama teman sekalas lainnya.
Gedubrakkk....
Suara keras tubuh siswi tergelincir dari tangga dan menghantam lantai dari arah lajur kanan tangga.
"Innalillahi wainnalillahi rojiun..." Suara Keras Mey di samping Fai, diikuti pula ucapan yang sama dari Fai
"Eh... apa itu, Ya Allah itu Ayu jatuh dari tangga. Eh tolong anak cowok, ada yang bisa bantu?" Teriak teman mahasiswi yang terjatuh sambil berlari mengecek keadaan mahasiswi yang terjatuh
"Kak Ben, tolong bantu aku angkat sebentar" Terburu-buru bergerak dari arah belakang punggung Fai yakni Afi yang berteriak
Kak Ben langsung bergegas kearah Afi dan gadis itu, semua orang berhenti melangkah dan memandang mahasiswi yang digotong Kak Ben dan Afi.
"Fai, kasihan banget itu anak PAI kayaknya. Pasti gara-gara rame dia kepleset kan?" Suara resah khawatir Mey berbicara di samping Fai dan menggenggam lengan Fai
"Ya Allah iya Mey, semoga gak papa ya" Jawab lirih Ara bersimpati
"Fai... ayo minggir nanti banyak lagi yang turun dari atas, ini kan udah habis jam kuliah, bahaya didepan tangga mulu" Mey memberi saran sambil menarik tangan arah menjauh dari tangga
Duduk di kursi kosong di depan kantor Dosen...
"Ara kamu sadar enggak tadi dipegangi sama Afi?" Tanya Mey serius
"Apa? Enggak Mey, aku tadi jalan biasa kok tapi memang sih agak sesak karena banyak orang juga di turunan tangga terakhir. Mungkin karena acara pelantikan pengurus PMII ya?" Senyum Fai di akhir kalimat
"Ih... kamu gak peka banget sih. Kamu tadi kan ngerasa didorong dari belakang juga kan? Itu tadi gara-gara dari belakang bayak yang dorong. Tapi kamu tahu, Fad yang posisinya dibelakang kamu tapi agak ke kiri, itu tangannya nahan tas kamu dari belakang, biar kamu gak jatuh. Masak kamu gak ngerasa?" Tatap Mey serius dan agak curiga
"Lho, jadi tadi yang ngerasa badanku kayak ketarik itu karena tasku ditahan Afi?" Mata bengong dan bingung
"Iya, eh kalian pacaran ya? Kok perhatian banget dia sama kamu. Sigap banget tau, sampe pas banget waktunya, kayak udah merhatiin kamu dari sebelum ke dorong orang dari belakang" Telisik Mey dengan menyipitkan mata mencoba mencari tahu
"Eh enggak kok. Mungkin memang kebetulan aja kali Mey, heheee…" Tawa ringan Fai mencoba merelakskan pikiran yang bingung
Setiap perhatian kecil seperti ini membuat Fai kadang bingung, bagaimana harus menyikapinya. Mengerti betul apa yang terjadi kedepannya jika terus sedekat ini, sepertinya ada sesuatu yang beda dari perilaku Afi. Tapi Fai tetap harus sadar, tidak baik merasa percaya diri akan sesuatu yang belum pasti.
Hari Sabtu pertama di bulan Oktober…
"Ara, Mau ya ketemu gak sama temanku, plisss. Katanya dia penasaran pengen ketemu setelah aku kasih catatan kamu yang kemarin. Katanya catatanmu bantu banget dan bikin paham" Rengek Zia didepan Fai yang masih sibuk menata buku di perpustakaan
"Gak bisa Zia. Aku kan sudah bantu dia lewat catatan ya sudah. Untuk apa bertemu, lagian temanmu itu cowok. Tidak pantaslah." Tolak Fai dengan nada tegas
"Bayu udah aku kasih tahu juga Fai. Tapi tetap mengeyel dan penasaran. Dia bilang mau belajar langsung dari orang yang punya catatan. Kamu juga kan libur hari ini, aku temani jadi tidak berdua aja Fai, pleaseee..." Tangan memegang erat lengan baju Fai kemudian membuat gerakan memohon dengan tangan
"Tetap tidak bisa Zia, tidak urusan mendesak. Dia juga bilang sudah paham, untuk apa minta diajari lagi. Lagi pula aku mau cari referensi buat makalah Zia." Berlalu menuju rak buku lain meninggalkan Zia
"Sekalian kenalan Fai, kamu gak akan menyesal deh. Dia orangnya keren, ganteng, tajir lagi, pasti kamu cocok sama dia. Jangan terlalu menutup diri Fai. Kamu juga sudah bukan anak-anak lagi kan? Kamu bilang sekarang orang tuamu sudah mengendurkan aturan ketat masa MA mu?" Zia masih mencoba membujuk dengan nada memelas
"Iya, tapi itu bukan hal yang bisa membenarkan hal yang tidak wajar Zia. Sudahlah Nazia Rohmania, aku tidak bisa menjalin hubungan tidak pasti dengan seseorang. Jika memang serius maka dengan jalur ta'aruf dan bertemu orang tua" Senyum Fai lontarkan kepada sahabat karibnya ini
Tiba-tiba ada suara buku jatuh dari arah rak bagian belakang, terlihat ada cowok berdiri yang langsung mengubah posisi membelakangi saat Fai mengintip dari sisi rak.
"Maaf Mbak tidak sengaja jatuh, kaget ya. Maaf" Ucap cowok itu diiringi membalik tubuh menghadap Fai
Ternyata itu Afi yang baru datang dan tidak sengaja menjatuhkan tumpukan buku
"Eh Afi. Tidak apa-apa. Kamu juga ngerjain tugas? Dari tadi disitu?" Tanya Ara dengan tersenyum
"Eh kamu Afi, Hai" Sapa Zia menyusul dari belakang Fai
"Iya Mbak, Hai juga Zia, aku baru sampai kok belum lama. Mari Mbak Fai, Zia. Aku ke meja dulu" Matanya kelabakan seperti malu karena tingkahnya
Kemudian menjauh dan duduk membaca di meja baca perpustakaan
"Gimana Fai mau ya?" Menatap putus asa
"Tidak Nazia Rohmania" Jawab Fai menggelengkan kepala menggemaskan
Malam hari...
Fai selalu terbebani dengan semua yang di alami selama 3 tahun lalu dan merasa mulai berat kepalanya, mengingat semua yang dilewati, banyak pertimbangan untuk sampai pada titik ini. Ingin rasanya melepas beban dan berlari dari masalah. Tapi itu mustahil, masalah itu harus dihadapi, hanya dengan begitu akan terselesaikan. Jika menghindari itu solusi, pasti kini Fai sudah sukses. Andai Fai dulu tetap berjuang dan tidak menyerah dengan fisiknya, mampu membuktikan ke Ibu, Fai bisa merawat diri dengan penyakit Hepatitis B yang menyerangnya 3 tahun lalu. Pasti kini dia sudah menyelesaikan Hafalan dan menjalani masa kuliah dengan ringan, tanpa beban pikiran menjalani dua hal sekaligus
"Ahhhhhhh.... haa...huuu..." Tangis Fai dengan wajah dibenamkan dibantal dan berteriak keras tapi mulut tersumpal, kebiasaan ini yang membuatnya lega, beberapa menit meluapkan emosi dengan menangis dan berteria tanpa diketahui orang
Setelah lelah Fai mengusap air mata, seperti biasa kegiatan rutin sebelum tidur berwudu, ini juga supaya sedikit mengompres mata yang bengkak karena menangis. Kemudian sikat gigi dan lanjut ke kasur. Sebelum memejamkan mata tidak lupa berdoa dahulu.
Tetapi tiba-tiba Ibu Fai mengetuk pintu kamar Fai
"Fai.... kamu sudah tidur belum" Sambil tangan Ibu mengetuk pintu kamar dan memanggil cukup keras
"Dalem Ibu, belum. Sebentar" Beranjak dari kasur dan menuju pintu untuk membuka kunci
"Ada apa Ibu?" Membuka lebar pintu dan mempersilahkan Ibu masuk
"Ara, sini duduk sebelah Ibu" Duduk di kasur dan menepuk samping posisi duduk dengan tangan mengisyaratkan Fai untuk ikut duduk
"Iya Ibu, ada apa?" Senyum tulus Fai untuk Ibu
"Kamu masih ingat temanmu ini tidak?" Sambil menyodorkan Hp, tampak pada layar foto cowok.
Cowok di foto itu sangat memukau. Berkulit sangat putih seperti susu, dengan rambut hitam, matanya memancarkan aura teduh, berpeci hitam, dan berpakaian ala musim dingin, lengkap dengan syal hangat melingkari lehernya bak pengganti sorban. Menatap foto itu Fai bingung, hanya terdiam kemudian menjawab
"Tidak ingat Ibu" Matanya polos menatap Ibu
"Ini teman masa kecilmu kalian pernah ketemu pas masih balita, ayahnya itu teman Ayah" Senyum Ibu sambil menatap layar Hp kembali
Ara terkejut dengan cerita yang baru didengar, sejenak bengong tapi kemudian mencoba menutupi
"Eh begitu, Fai sudah tidak ingat mungkin karena masih kecil ya Bu. Heee…hee..." Tawa hambar Fai mengakhiri kalimat
"Kamu ini cepat lupa ya. Kamu itu harusnya ingat, itu anak yang kamu bicarakan 2 hari berturut -turut setelah main di rumahnya dulu. Meskipun kalian main seru dan ketawa, tapi pas pulang kamu malah nangis histeris, gara-gara tidak dibolehkan pulang sama temanmu ini" Ibu tertawa menggoda, dan menatap serius kearah Fai
"Eh..he..he.. kejadian itu kok Fai lupa ya Bu, karena sudah lama mungkin ya Bu?" Tertawa canggung
"Kamu kok pelupa sih. Namanya kamu juga lupa?" Menatap dengan menyipitkan mata dengan serius menunggu jawaban Fai
"Sudah tidak ingat Bu, kan sudah lama" Mencoba mengingat menutup mata tapi gagal ingat kemudian menggaruk kepala meski tidak gatal
"Ini Namanya Tanvir Raakan Ghazzal. Biasa dipanggil Vir. Fai sudah ingat belum?" senyum Ibu meyakinkan
"Belum Bu" Jawab Fai makin terlihat bingung
"Ya Sudha nanti pas ketemu pasti ingat" Ibu beranjak berdiri dari tempat tidur Fai
"Maksud Ibu kita akan bertemu orang di foto itu Bu?" Tanya Fai dengan wajah melongo
"Iya Fai. Nanti minggu depan kita kerumanya. Ayah sudah berjanji untuk main ke rumah temanmu itu Fai" Senyum Inu dibarengi langkah kaki ke arah pintu kamar Fai dan kembali ke kamarnya
Fai kebingungan, siapa teman masa kecilnya ini. Kenapa tiba-tiba muncul pembahasan tentangnya. Padahal selama ini sama sekali Fai tidak mengingat apa pun tentang Vir ini. Kejutan apa yang harus Fai hadapi kali ini. Otak Fai berpikir keras, apakah ini akan menjadi kejadian baik atau justru menjadi sesuatu yang buruk untuk Fai.
"Ah aku pusing, sama sekali tidak ada bayangan ingatan tentang foto cowok itu. Sudahlah tidur saja" gerutu Fai dengan tangan meremas selimut kemudian menutup wajahnya berusaha tidur
Keesokan harinya Fai berangkat kuliah seperti biasa, hari Fai harus presentasi dengan Afi di jam pertama perkuliahan
"Wah... sekelompok lagi. Udah tanda ini mah, Afi ini jodohlah pokoknya. Jadikan halal saja," Ledek Faisal dengan diiringi tawa teman lain di kelas, saat Fai dan Afi presentasi bersama di depan kelas.
"Hus... jangan sembarangan, untung tidak ada dosen. Sudah ya teman-teman, kita lanjutkan acara kedua yakni, pembacaan materi oleh rekan saya Mbak Fai, kepadanya dipersilahkan," Pengalihan perhatian oleh Afi agar presentasi bisa dilanjutkan
"Uwuuu... rekan hidup gus hhh...." Kevin berteriak dari belakang, menambahkan lagi kebisingan yang sudah berakhir tadi
"Oke... Kevin dan kalian semua, kami cuman teman. Aku sih senang berteman dengan Mbak Fai selama ini, tapi tidak ada rencana nikah cepat. Mbak Fai tidak mungkin pacaran. Iyakan mbak?" tanya Afi dengan tawa renyah hanya berniat bercanda, namun itu bak petir siang bolong untuk Fai
"Sudahlah, tolong kita lanjut presentasi saja ya," Fai mengubah topik dengan sedikit kesal dan malu dengan situasi hanya bisa mengalihkan
Semakin mendapat banyak harapan dari teman-taman lain. Sepertinya membuat Afi berusaha mengelak, banyak kebingungan di benak Afi, Afi terus memikirkan sebenarnya apa perasaan yang dimiliki untuk Fai. Sikap baiknya selalu ditunjukkan dan ditujukan ke Fai tanpa disadari. Tapi semua ini membuat Fai tidak nyaman, apalagi ketakutan Fai jika benar pertemanannya dengan Afi itu wujud dari hubungan tidak pasti (pacaran rasa pertemanan), yang akan membelenggu Fai jika diteruskan. Membuat Fai mulai menghindar dari Afi, semakin hari intensitas obrolan lewat pesan mulai berangsur berkurang. Jika bertemu juga hanya untuk pembahasan tugas, sebisa mungkin Fai menghindari mengobrol lama dengan Afi.