Chereads / Kisah Kasih Di SMA / Chapter 29 - fans fanatik

Chapter 29 - fans fanatik

Saat mobil sudah terparkir didepan parkiran restoran, gue dan Yesi masuk ke dalam restoran bersama-sama. Gue memegang tangan Yesi yang lembut. Sampai pegawai mengantarkan kami ke meja yang sudah di reservasi.

Seorang pelayan menyerahkan daftar menu, gue mengernyitkan kening bingung. Semua berisi bahasa Italia, akhirnya gue menyerah. Dan menyuruh Yesi saja yang memilih menunya.

Selepas perginya si pelayan, gue melepaskan pandangan sekeliling. Kayanya di restoran ini sedang ada anniversary terbukti dengan adanya grup musik instrumental di atas panggung. Sedangkan ada salah satu meja yang di tempati pelanggan sepasang suami-istri yang usia nya sudah setengah abad tapi masih terlihat romantis itu di penuhi oleh satu buket mawar putih dan satu buket lagi mawar merah.

"Yesa, ada acara apaan, sih?"

Yesi mengikuti arah pandangan mata gue. "Oh, itu?" mungkin mereka lagi merayakan hari jadi pernikahan. Coba kamu lihat, Yesi. Di arah jarum jam ke tiga."

Yesi mengikuti arah yang di katakan oleh gue, terlihat dari sana seorang pelayan mendorong meja yang berisi kue ulang tahun dengan angka belum habis itu, sepasang suami-istri yang sedang merayakan momen bahagia itu berdiri dari duduknya.

"Hari ini hari bahagia kami. Kami merayakan hari pernikahan yang ke 23 tahun.

Kalian boleh menikmati menu restoran di sini sepuas kalian, saya akan bayar semuanya."

Setelah mengatakan itu, deru tepuk tangan bergema dari segala penjuru restoran untuk pasangan tersebut.

Gue ikut bertepuk tangan antusias dan ikut tersenyum bahagia.

Lagu Ed Sheren-Prefect mulai mengalun. Gue dan Yesi menikmati makanan sambil sekali-sekali berpandangan lalu tersenyum satu sama lain.

"Nanti kita akan seperti itu 'kan, Yesa?"

"Mendengar itu, gue langsung tersenyum dan mengangguk.  Bahkan lebih romantis dari itu," kata gue sambil mengusap punggung tangan Yesi. Tapi itu tidak berlangsung lama.

"Yesa, kamu ingat, kan? Makan itu nggak boleh berbicara!"

Senyuman yang tersungging di bibir gue kini diganti dengan mencibir Yesi. "Ish, Yesi itu penghancur momen romantis!" gue memasukkan potongan steak dan mengunyahnya dengan kesal, sedangkan Yesi tertawa melihat tingkah gue.

Hari sabtu, di sekolah hanya diisi senam kesegaran jasmani lalu diisi dengan kerja bakti di lingkungan sekolah. Dan setelahnya, masing-masing murid kelas X, XI, sampai kelas XII mendapat mata pelajaran.

Senin, barulah tahun ajaran baru di mulai dengan pelajaran Fisika menjadi pelajaran pertama yang menyambut kami setelah study tour ria-sebenarnya gue nggak menikmati study tour sama sekali karena melarikan diri bersama Yesi. Dengan semangat yang menggebu-gebu bagi sebagian murid menyalin catatan pelajaran Fisika yang dituliskan Pak Beno di papan tulis.

Bukan cuman gue, tapi hampir semua murid selepas liburan mengalami fase kesulitan pemahaman materi.

Pak Beno ini adalah tipe guru catat bahan sampai abis. Liat, dari awal beliau masuk, sampai hampir satu jam pelajaran, beliau masih memberi materi tanpa di jelasin.

Waktu pergantian pelajaran pertama tinggal 30 menit, barulah Pak Beno kembali duduk di kursinya. Beliau menutup buku paket pelajaran, setelah itu menumpuk tangan di atas meja dan menatap kami satu persatu.

Hening beberapa menit, barulah terdengar beliau membuka suara.

"Sudah selesai mencatatnya?"

Hampir semua murid yang berjumlah 30 orang termasuk gue menjawab serempak. "Sudah, Pak!"

Oke, masih ada beberapa yang belum selesai ini. Kita tunggu teman kalian yang belum selesai. Laki-laki yang berusia kisaran 40 tahun itu kembali duduk di kursinya.

Sesekali Pak Beno memainkan hapenya. Lalu, beliau bertanya lagi.

"Sudah semua? "

Kali ini di jawab anggukan semua murid.

"Baiklah. Bapak ini tipe guru yang suka bekerja dengan tangan, termasuk menyuruh kalian mencatat materi yang Bapak sampaikan. Nanti mendekati UTS atau UAS, akan Bapak jelaskan diawal materi yang pertama kita pelajari." Pak Beno meletakkan kacamata diatas meja lalu mendongak lagi. Selama pembelajaran kita, tugas atau latihan hanya di adakan sekali atau paling banyak dua kali, karena itu Bapak tidak pelit dengan nilai. Karena Bapak pernah ada di posisi kalian, jadi Bapak tidak menyulitkan kalian."

Mendengar itu, sorakan kami di tujukan pada Pak Beno.

"Mantap, Pak!"

"Bapak paling pengertian."

"Bapak guru paling idaman sejagat raya...."

Tangan Pak Beno menepuk meja pelan.  "Jangan terlalu ribut, nanti kelas sebelah terganggu."

Lalu suasana yang tadi heboh kini seketika hening. Kami menunggu kata demi kata yang akan di keluarkan Pak Beno.

"Nah, sebagai penutup materi yang Bapak sampaikan hari ini. Ada beberapa pertanyaan dari Bapak untuk kalian."

"Apa, Pak? Asal jangan tanya saya punya pacar atau tidak. Saya suka sedih kalo dengar pertanyaan itu..." Uli memulai drama recehnya.

"Huuuuuu...." satu kelas menyoraki Uli.

Terdengar teguran halus lagi dari Pak Beno. "Sudah-sudah! Bapak akan memulai pertanyaannya. Yang bisa menjawab akan Bapak kasih hadiah pulsa 100 ribu."

Pertama kali dalam dunia persekolahan, gue nemu guru kaya Pak Beno. Beliau memiliki sifat yang sungguh-sungguh luar biasa terbaik.

Nah, kan? Gue ampe tiga kali ngomong saking sukanya.

Pak Beno beda banget sama Pak guru lain yang gue kenal. Seandainya dia lebih muda dan nggak punya istri pasti keliatan gue tandai yang paling potensial buat di jadiin sahabat gue. Heheeee.

"Mana pertanyaannya, Pak? Saya pastikan pulsa itu masuk ke nomer saya." Ryan dengan semangat yang menggebu-gebu dan tangan terkepal di atas meja menatap Pak Beno. Masalah gratisan dan traktiran, sudah gue bilang, dia nomor satu.

"Oh, tidak bisa! Gue yang bakalan dapetin pulsa itu." Ivan ikut angkat suara.

Mereka memperebutkan hadiah pulsa. Gue terkekeh geli, pertanyaan Pak Beno aja belum keluar, mereka memperebutkan pulsanya.

"Cukup! Karena waktunya terbatas, Bapak langsung saja. Pertanyaannya 'siapa yang lebih kuat diantara perempuan dan laki-laki?"

Mendengar itu kami semua langsung protes. Pertanyaan macam apa itu ? Pak Beno memberikan pertanyaan yang jelas-jelas tahu jawabannya.

"Ya jelas cowok lah, Pak!" seru Ivan

"Iya, jawab kami serempak. Kami semua setuju dengan jawaban Ivan.

"Jadi kami semua menang, dong, Pak? Terpaksa Bapak rugi. Isikan pulsa kami satu kelas." gue tersenyum sumringah mengetahui hal itu.

Pak Beno tersenyum lebar, dia menggelengkan kepalanya. "Jawaban kalian salah semua! Tidak ada yang dapat pulsa, dan Bapak tidak jadi rugi." dia membereskan buku dan memakai kacamatanya lalu bangkit.

Kami protes. Dari mana salahnya? Atau Jangan-jangan Pak Beno sengaja menyalahkan jawaban kami?!

Dia berdiri di depan kelas dengan senyum Tersungging di wajahnya yang keriput. "Jawaban yang benar adalah, perempuan. Kita bayangkan saja, perempuan berdarah selama tujuh hari dalam setiap bulan tanpa mati. Adakah yang lebih kuat dari itu?"

Ha? Jawaban macam apa itu? Kami semua cengo.