Mata Patty langsung terbelalak ketika mendengar alarm ponselnya berbunyi. Jam masih menunjukkan pukul 3 pagi tapi ia sudah sangat bersemangat. Ia langsung bergegas menuju kamar mandi, merias mukanya senatural mungkin, lalu menelpon Nick pukul 4 tepat.
"Alo..." sahut Nick dengan suara serak di ujung telepon sana.
"Let's go! (Ayo)." seru Patty bersemangat.
"Em.." Nick memiringkan badannya, melihat jam waker di sebelah tempat tidurnya. Ia menguap lebar kemudian berkata, "Be there in 20. (aku sampai sana 20 menit lagi)"
"K! (singkatan dari Okay)." kata Patty kemudian memasukan ponselnya ke dalam tas ransel birunya dan memeriksa pantulannya di cermin besar di kamarnya yang menempel pada lemari baju cendananya. Patty tampak sangat cantik dengan celana jeans besar, ikat pinggang putih, dan kaus putih lengan pendek. Ia duduk dan mulai mengriting bagian bawah rambutnya dan menyisirnya supaya terlihat alami.
Kemudian Patty mengambil ranselnya, mengecek isinya: jas hujan, payung, botol minum, dompet, sisir, bedak, liptint, lotion anti nyamuk, tisu, tisu basah, pembalut, charger, powerbank, sunblock, pembersih wajah, kertas minyak.. hmm.. sepertinya sudah cukup. Tidak perlu membawa baju ganti, kan? Tapi untuk berjaga-jaga, akhirnya Patty tetap membawa pakaian dalam tambahan dan sabun cuci muka juga miscelar water. Siapa tahu ia perlu.
Patty menatap tas ransel Doir biru mudanya yang penuh. Tidak dapat ditutup.
Patty memperhatikan lagi isi tasnya dan memutuskan untuk mengeluarkan payung dan jas hujannya. Toh sekarang bulan Juli. Mana mungkin hujan, sih? Patty mengangkat bahunya acuh tak acuh kemudian menutup dan menggendong tas itu dan berjalan menuju lantai 1. Tapi... ini sudah 20 menit. Kenapa Nick belum datang, ya?
Patty berjalan ke luar rumah dan melihat Nick sedang menelpon seseorang dengan muka bingung dan panik. Nick terlihat lega melihat Patty keluar rumahnya kemudian berkata, "Kok lu nggak angkat telepon gua? Gua sudah telepon lu berkali-kali."
Patty termenung sebentar. Oh iya. Ponselnya masih tertinggal di kamar mandinya.
***
"Haduh neng... neng..." kata Nick sambil tertawa. "Memang dasar cewek, ya."
"Maaf dong." kata Patty sambil memperhatikan Nick yang sedang menutup pagar rumah Patty. Mereka sepakat untuk tidak membunyikan bel agar tidak ada yang terganggu pagi itu.
Nick menatap Patty sambil tersenyum. Aduh. Nick terlihat sangat tampan meskipun hanya memakai celana jeans dan kaus hitam polos di belakang jaket kulitnya. "Bagus lah lu bawa jaket."
"Bawa dong!" kata Patty sambil mengangkat jaketnya tinggi-tinggi.
"Sini, tas lu taruh di bagasi saja." kata Nick.
Patty melepaskan tasnya dan Nick mengambil tas itu, membuka bagasi tambahan yang dipasang di belakang Dukatih Nick. Patty ikut melongok. Di dalam sana terdapat tas slempang kecil milik Nick dan...
"Jaket siapa tuh?" tanya Patty.
Nick menutup bagasinya dan menatap Patty sambil tersenyum lebar. "Jaket gua waktu SMP. Gua sengaja bawa. Takutnya lu lupa bawa jaket lagi."
Patty tersenyum terharu.
"Ayo!" kata Nick sambil naik ke atas Dukatihnya diikuti Patty. Mereka mulai berkendara. Awalnya mereka bercanda di sepanjang jalan. Namun, lama-kelamaan masing-masing semakin tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Menikmati sejuknya udara pagi, indahnya pemandangan yang mereka lalui, baik itu pemandangan perkotaan yang mendadak terlihat sepi, pemandangan perkampungan, pedesaan, alam yang asri… semua pemandangan yang mereka lalui. Membuat mereka berdua bersyukur diberi kesempatan hidup di bumi ini.
Mereka berkendara semakin tinggi, membuat udara pun semakin dingin. Tanpa Patty sadari, perlahan-lahan Patty memeluk pinggang Nick semakin erat, mencari kehangatan. Nick tersadar dari keindahan alam di sekitarnya. Ia tersenyum. Terima kasih ya, Tuhan. Meskipun pemandangan yang mereka lalui tidak selalu cantik, tapi ini adalah kenangan yang tidak akan pernah Nick lupakan.
Setelah dua jam berkendara, Nick akhirnya meminggirkan motornya dan berhenti.
"Loh? Memang sudah sampai?" tanya Patty sambil menegakkan badannya.
Nick menoleh ke arah Patty dan menggelengkan kepalanya kemudian membuka kaca helmnya dan berkata, "Sarapan dulu, yuk!"
Seperti biasa, Nick memiringkan motornya agar Patty dapat turun dengan lebih mudah. Setelah meloncat turun lalu melihat ke sekeliling. Cantik sekali.
Patty mengikuti Nick berjalan ke saung yang ada di pinggir jalan. "Bu, sudah buka?" tanya Nick.
"Sudah, a. Mau pesan apa?" tanya seorang ibu dengan badan cukup besar dan rambut keputihan yang dijepit di belakang kepalanya.
"Saya mie instan rebus satu, pakai telur rebus ya, bu." kata Nick. Ia kemudian berbalik pada Patty dan bertanya lembut. "Kamu apa?"
"Saya juga sama deh, bu." kata Patty riang.
"Mangga (silakan)." kata ibu itu. "Sok mangga caralik (Silakan duduk)."
Patty dan Nick mengangguk sopan kemudian melepaskan sepatu mereka sebelum duduk di salah atas salah satu tikar.
"Maaf ya, Pat." kata Nick.
"Maaf kenapa?" tanya Patty riang. Wajah Patty terlihat semakin cantik dengan sinar cahaya matahari pagi yang mulai muncul dari balik awan-awan.
"Kita makan di saung."
Patty tertawa kemudian berkata, "Kenapa maaf? Gua malah senang jadi ingat masa kecil dulu. Kita juga berhenti di sini setiap mau ke taman safari, kan?"
Nick mengangguk. Nick memang mencari-cari saung di sini karena ingat masa lalu mereka dulu. Dulu, hampir setiap tahun mereka pergi ke Taman Safari. Kadang bersama keluarga Lexa dan Olive, kadang hanya keluarga Nick dan Patty. Bahkan kadang Nick ikut bersama keluarga Patty tanpa ditemani Gelfara dan HyeMin.
"Kangen, ya?" kata Nick di tengah nostalgianya.
Patty mengagguk dan menoleh pada Nick lagi. "Banget."
Saat itu angin berhembus, membuat rambut Patty berantakan. Patty memegang kepalanya sambil mengaduh pelan berusaha merapikan kembali rambutnya. Nick tetawa kecil melihat itu. Nick mengulurkan tangannya dan merapikan rambut Patty lembut, membuat Patty tertegun dan menatap Nick.
Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat sampai tiba-tiba sang ibu pemilik saung datang sambil berkata, "Ibu teh ti tadi asa kenal sama eneng jeung ujang (dari tadi ibu merasa kenal dengan kalian)."
Patty dan Nick sampai terlonjak kaget. Mereka bergeser saling menjauh kemudian dengan salah tingkah menatap sang ibu yang sedang sibuk membawa nampan kemudian meletakan pesanan Nick dan Patty sampai ke hadapan mereka. Ibu itu menegakkan kepalanya lagi kemudian berkata sambil tersenyum, "Punten mun ibu salah, nya. Eneng jeung ujang osok ka dieu nya pas laleutik keneh (Maaf kalau ibu salah ya. Kalian sering ke sini dulu saat masih kecil, ya)?"
Nick menjawab dengan riang. "Ah ibu inget wae (ingat saja)."
"Inget atuh. Pan si ujang dulu bangor pisan. Meuni pecicilan (ingat dong. Kan kamu (Nick) dulu sangat nakal. Nggak bisa diam sama sekali)." kata ibu sambil tertawa.
"Iya benar, bu! Neupi ayeuna ge keneh-keneh kitu (iya benar, bu! Sampai saat ini juga masih begitu)!" kata Patty sambil tertawa.
Ibu tertawa mendengar itu kemudian berkata, "Aduh meuni atoh pisan euy tetep parada ngelingan ka ibu. (Aduh ibu senang sekali kalian masih ingat ibu)"
"Tetep atuh bu (masih dong bu)." kata Patty sambil tersenyum.
"Sok mangga atuh neng, jang." kata ibu pamit dan pergi kembali ke dalam.
Patty dan Nick mulai menyantap makanan mereka. Nick menghela napas senang. "Ah enak banget!" serunya.
Patty tertawa melihat kelakuan Nick. Dasar Nick tidak pernah berubah.
Patty kembali melihat ke depan dan berseru. "Matahari terbit!!"
Nick sampai hampir tersedak karena kaget. Ia sampai tidak dapat berkata apa-apa melihat Patty buru-buru memakai sepatunya dan berlari menuju motor Dukatih Nick. Melihat itu, Nick tersenyum. Ia ikut memakai sepatunya, berjalan pelan, mengeluarkan ponselnya dan memotret Patty dari belakang.
Potret dengan Patty menyender pada Dukatihnya menatap matahari terbit di sebelah bukit terlihat sangat indah. Tapi pasti lebih indah lagi kalau...
"Pat!" panggil Nick. Nick langsung memotret tepat ketika Patty menoleh ke arahnya sambil tersenyum senang. Cantik sekali.
***
"Ah kaki gua rasanya mau patah!" seru Patty saat mereka berjalan memasuki area taman safari.
Nick tertawa kemudian memukul kepala Patty lembut. "Kan! Gua bilang juga apa!"
Patty tertawa kemudian meloncat-loncat senang. "TAPI gua senang banget! Apalagi sampai di taman safari pagi-pagi begini di hari kerja, sepi banget. Senang banget!" seru Patty. Memang mereka sampai di taman safari saat taman safari baru saja buka. Sekitar pukul setengah 9.
Nick ingin merangkul Patty yang terlihat sangat senang sampai tidak dapat berhenti meloncat di depannya. Tapi... mana mungkin, kan?
"Nick! Kita naik bus itu, yuk!" seru Patty menunjuk papan pembelian tiket untuk naik bus untuk melihat hewan-hewan di habitat mereka.
Nick tertawa kemudian berjalan di samping Patty menuju tempat pembelian tiket itu. Mereka kemudian bermain, bermain, dan bermain. Melihat binatang yang satu dan yang lainnya, berfoto di satu tempat dan tempat lainnya. Lama-lama, Nick yang melihat Patty mulai lelah dengan ranselnya pun mengambil ransel Patty.
"Berat banget, neng. Bawa apa saja? Bom?" tanya Nick sambil tertawa.
"Ih! Sini balikin!" seru Patty. Tapi Nick mengangkat ransel Patty ke atas, di luar jangkuan Patty sambil tertawa.
Mereka kembali bermain, naik wahana ini dan itu, berkeliling di atas gajah dan unta. Patty tertawa-tawa bebas bersama Nick yang terus menggendong tas Patty yang terlalu pendek di punggungnya sampai terlihat seperti bocah kecil yang culun.
"Para pengunjung taman safari yang terhormat, diberitahukan bahwa setengah jam lagi taman safari akan tutup. Mohon segera..." terdengar suara manis pegawai taman safari dari pengeras suara di samping Patty dan Nick yang sedang berjalan di jalan setapak menuju ke area belakang taman safari.
"Loh? Jam berapa sekarang?" tanya Patty kaget.
Nick melihat smartwatchnya. "Ya ampun! Jam setengah 5!"
"Ya sudah, ayo cepat keluar, Nick." kata Patty sambil tertawa. "Kayanya kita sudah terlalu dalam deh."
Nick mengangguk kemudian mengulurkan tangannya. Tanpa berpikir panjang, Patty menggandeng tangan Nick dan mereka berlari kecil menuju ke luar taman safari.
Baru saja mereka berlari beberapa langkah, rintik-rintik hujan mulai turun. Dengan cepat, Nick membuka jaket kulitnya dan menudungi Patty dan dirinya dengan jaket itu.
"Ayo, Pat kita lari." kata Nick.
Oh... penulis ini berkata lain, Nick. TIba-tiba hujan turun semakin deras disertai angin dan petir. Membuat badan mereka basah kuyup.
"Pat! Masuk sini saja!" seru Nick saat melihat bangunan di depan mereka. Bangunan itu terlihat seperti rumah panggung yang dibuat dengan kayu dengan serambi beratap yang cukup luas di depannya.
Mereka tergopoh-gopoh menaiki tangga kayu dan diam di serambi bangunan itu saat tiba-tiba pintu depan bangunan itu terbuka, "Selamat sore, mas mbak."
Nick dan Patty tetap diam memperhatikan hujan deras di depan mereka. Sama sekali tidak menghiraukan pria muda dengan baju seragam hijau yang menanti jawaban mereka dengan bingung.
"Mas mbak?" sapanya dengan lebih keras.
Nick dan Patty masih tidak menjawab. Tentu saja, suara hujan dan angin jauh lebih keras daripada suara pria itu.
"MAS MBAK?" panggilnya keras-keras.
Nick dan Patty terlonjak terkaget-kaget melihat pria kurus kecoklatan di hadapannya. "Kenapa, mas?" tanya Nick akhirnya.
Pria itu terlihat bingung sebentar kemudian berkata, "Silakan masuk,"
Nick dan Patty saling berpandangan sebelum kemudian memutuskan untuk masuk. Kalau novel ini ber-genre thriller, pasti ini adalah awal dari kemunculan tokoh antagonis. Tapi untunglah genre novel ini bukan thriller. Alih-alih melihat pemandangan rumah yang sepi dan mengerikan, ini terlihat seperti... lobi?
"Loh? Ini apa, ya?" tanya Nick bingung.
"Ini lobi hotel, mas." jawab mas pelayan hotel itu dengan lebih bingung.
"Oh?" ujar Nick kaget. "Kita bisa tunggu di sini sampai hujannya reda?"
Pegawai itu melihat ke sekeliling dengan bingung. "Ya… boleh saja sih."
Lobi hotel itu cukup luas, cukup mencengangkan ya mengingat bentuk depannya hanya seperti rumah biasa. Lantainya terbuat dari kayu yang tidak begitu rata namun membuat kesan alami yang nyaman, temboknya berwarna kuning dan atapnya pun dari kayu dan dilapisi dengan ijuk, di tengah lobi terdapat dahan pohon besar dan beberapa pajangan di dalamnya, di ujung ruangan terdapat meja resepsionis dari plastik putih. Terdapat dua jendela di kedua sisi pintu, di sebelah masing-masing jendela terdapat dua sofa besar yang berhadapan dan satu sofa kecil di antaranya. Sofa-sofa itu berwarna abu tua dengan coffee table coklat tua di tengahnya.
"Makasih ya, mas," kata Nick kemudian menuntun Patty berjalan menuju sofa panjang di sebelah kanan mereka.
"You okay (kamu nggak apa-apa)?" tanya Nick sambil memegang tangan Patty yang gemetar.
"Dingin bangeet." kata Patty sambil menatap Nick.
"Coba buka jaket kamu. Basah banget." kata Nick sambil membantu Patty melepas jaketnya. Tapi Patty masih juga gemetar. Tentu saja, bajunya basah semua. Nick langsung berdiri dan menghampiri pria yang membukakan pintu tadi.
"Mas, boleh minta handuk?" tanya Nick,
"Wah, nggak bisa mas. Buat mbaknya ya?"
Nick mengangguk khawatir kemudian menambahkan, "Ayolah mas. Kasihan loh tadi habis kehujanan parah."
"Paling… sekalian book kamar, mas. Lagipula hujannya deras banget, belum tentu mas bisa pulang hari ini." kata pria tadi.
Nick menimbang-nimbang sebentar. Memang sebaiknya Patty mandi sih. Ya sudah, Nick pesan kamar untuk Patty mandi saja lalu pulang.
"Ya sudah, mas. Makasih ya." kata Nick sambil tersenyum kemudian berlalu dari sana menuju ke meja resepsionis.
Patty memperhatikan Nick dengan bingung. Kenapa pula Nick berjalan ke meja resepsionis? Memangnya dia mau memesan kamar?
Muka Patty langsung memerah membayangkannya. Tapi masa sih? Nick tidak mungkin nekat seperti it…
Tiba-tiba Nick muncul di sebelah Patty dan berkata, "Pat, gua book kamar, nih. Kamu…"
"Hah? Mau ngapain?" tanya Patty kaget. Badannya langsung menjauh dari Nick.
Nick tertawa melihat itu kemudian berkata, "Tenang neng. Aa book kamar biar neng bisa mandi saja."
"Oh?" muka Patty memerah malu.
Nick tertawa makin keras. Ia kemudian mengulurkan tangannya, membantu Patty berdiri. Mereka kemudian berjalan mengikuti wanita muda yang langsing dan cantik menuju ke kamar mereka di lantai 1. Pelayan itu membukakan pintu kemudian memberikan kunci kamar pada Nick lalu meninggalkan mereka.
"Ayo masuk, neng." kata Nick sambil berdiri menyamping membelakangi pintu yang terbuka, memberi ruang untuk Patty masuk, sedangkan tangan kirinya meraih saklar lampu, menyalakan lampu tepat ketika Patty melangkah masuk.
Ruangan itu memiliki lantai dari kayu yang rata, kali ini kayu imitasi, dengan warna tembok kuning senada dengan tembok lobi. Lampu yang digunakan di sana juga berwarna kuning dan berbentuk seperti lentera. Di sebelah kiri Patty, pintu kamar mandi terbuka lebar.
"Ayo mandi, Pat. Nanti masuk angin, loh." kata Nick.
"Tapi… gua nggak bawa baju ganti." kata Patty malu.
"Ah iya juga, ya. Ya sudah, Pat. Kamu mandi, aku beli baju dulu di lobi ya. Tadi aku liat ada barang-barang yang dijual untuk cindramata di dekat meja resepsionis. Kalau nggak salah ada baju juga di sana." kata Nick.
"Okay…" kata Patty malu.
Nick tertawa kemudian mengacak rambut Patty lembut. "Mandi sana."