"selamat datang" kata pak tua penjaga warung.
"Ehh Cahya, tumben. Gimana, dapat anggota baru dari lulusan akademi ?" Tanya pak tua itu meledek.
"Ampas, salah langkah pak tua. Pesan pecel satu" kata Cahya sambil duduk di dekat jendela yang mengarah langsung kejalan. Ini adalah tempat favorit Cahya ketika ia sarapan.
"Kau ini aneh, biasanya orang akan kehilangan nafsu makan ketika sedih. Kau malah mau sarapan lagi" kata pria itu sambil meracik pecelnya.
"Ini, gratis untukmu" katanya sambil menaruh piring penuh nasi dan pecel dengan dua tempe goreng di atasnya.
"Mantab, walau sebenarnya aku tak butuh belas kasihanmu" kata Cahya sambil mulai mengankat sendoknya.
"Sayang, kau tidak boleh meledek Cahya , apalagi dia sedang sedih" kata seorang perrmpuan sambil menaruh satu gelas air putih ke meja Cahya.
"Wah, Bibi, kau tampak cantik seperti biasa. Beruntung sekali pak tua ini menikah denganmu" kata Cahya sambil melirik pak tua.
"Tuh dengar, kata Cahya. Jangan sampai kau melirik wanita lain"
"Mana mungkin sayang" jawab pak tua sambil tersenyum. Walau begitu jika dilihat lebih dekat ada keringat dingin disekitar wajahnya.
"Cahya jangan lupa laporan kepadaku ya, kalau kau menemui pria bedebah ini di tempat karaoke"
"Siap bibi" Jawab Cahya sambil kembali memenuhi mulutnya dengan pecel.
"Sayang, aku hanya pergi bersama teman teman seangkatan tentara dulu"
"Sudah, jangan sentuh sentuh, aku mau kembali ke toko bungaku, pelanggan sudah mulai berdatangan lagi" kata Bibi sambil meninggalkan warung pecel.
"Ehh tunggu sebentar sayang, aku akan membantumu" kata pak Tua, dengan cepat ia mengelap meja.
"Ngomong ngomong Cahya, nampaknya kau menyewa buku lagi ya?" Tanya pak tua, meski begitu tangannya tak berhenti bekerja. Sesekali ia melihat jam, sudah jam 10 siang ,adalah jam bagi warungnya untuk tutup. Meski kerap kali ia masih membukanya untuk teman temannya jika mereka mampir untuk makan.
" Yup, dan kali ini bukunya cukup bagus" kata Cahya sambil menepuk kantong jaket kirinya.
Cahya memeliki kebiasaan memperkecil barang yang ia bawa, untuk melatih jurus pasifnya.
Karena semakin sering pemburu menggunakan jurusnya, maka akan semakin efisien dan stamina yang digunakan smakin sedikit.
"Celeguk" tegukan demi tegukan, air didalam gelas besar mulai habis. Nasi pecel dipiringnya juga sudah habis.
" Pak tua, trimakasih gratisannya hari ini"
"Kalau sudah selesai makan, bantu aku menutup warung"
"Hadeh, jadi pecel tadi musti dibayar tenaga ya"
"Ngomong ngomong ,bagaimana kabar putrimu" Celetuk Cahya.
"Haa, jangan berimpi. Putriku masih berumur 12 tahun. dia mengambil sekolah umum, jadi ia tak akan pernah berurusan dengan monster"
"Wahh, sayang sekali, padahal jobnya adalah petarung"
"Monster yang kumaksud bukan monster yang berada diluar gerbang kota, monster yang kumaksud adalah dirimu" kata pak tua dengan tatapan serius.
Mendengar jawaban itu ,Cahya tertawa "Ahahaha, kau bisa saja pak tua".
"Aku serius"
"Ya, lihat tatapan istrimu yang serius akan membunuhmu jika kau tidak datang membantunya" kata Cahya sambil menunjuk ke arah toko bunga yang dipenuhi oleh pembeli. Hari ini adalah hari kelulusan, wajar jika toko bunga akan kebanjiran pembeli. Dan Nanti sore pasti di beberapa rumah pejabat yang anaknya lulus hari ini, dan anak orang-orang penting ,didepan rumahnya penuh karangan bunga.
"Wahhh ,iya!!" Jawab pak tua terkejut.
"Sayang aku akan membantumu" jawab pak tua sambil berlari.
Toko pecel miliknya bersampingan dengan toko bunga, dan rumah mereka ada dilantai dua. Cahya segera pergi meninggalkan warung pecel dan kembali ke rumah. Beberapa paket besar tergeletak didepan pintunya.
Pesanan Cahya rupanya sudah datang. Merogoh handphonenya. Saldo banknya kini hanya tersisa satu keping emas ,atau setara dengan seratus keping perak.
"Permisi apakah anda yang bernama tuan Cahya? " tanya seseorang menghampiri Cahya.
"Ya, benar" jawab Cahya sambil menoleh ke arahnya. Tingginya sama dengan Cahya, namun ia lebih berotot. Postur ideal , menggunakan jaket dan topi betuliskan 'tim rumah ideal'. Ada dua orang perempuan di belakangnya, menggunakan seragam yang sama.
"Ohh, maaf, mereka adalah anggotaku."
"Wahh kukira tadi perempuan" kata salah seorang perempuan dengan rambut sebahunya.
Sambil sedikit memiringkan tubuhnya untuk melihat Cahya lebih jelas.
"Plak" pria itu memukul kepala perempuan itu.
"Maaf, perempuan ini mulutnya memang sedikit kurang ajar."
"Tidak apa" kata Cahya singkat.
"Apa benar ini permintaan anda?" Tanya pria itu sambil mengulurkan secarik kertas.
"Iya"
"Silahkan diperiksa sekali lagi. Setelah ditanda tangani, uang anda tidak bisa kembali. Namun kami akan memperbaiki sebisa mungkin jika terdapat kesalahan dari pihak kami, sesuai dengan garansi yang telah disepakati."
Cahya sekali lagi melihat isi kertas.
PT. Perusahan rumah Makmur Sejahtera
Tim Rumah ideal
Pelanggan : Tuan Cahya.
Pesanan.
-Tempat tidur ukuran kecil (kualitas atas) 10 keping emas.
-Lemari kecil (kualitas menengah) 2 keping emas.
-Dua set pakian pemburu (jaket ,kaos,celana dan sepatu 'bonus satu jubah' ) (kualitas tinggi) 2500 keping emas.
-Satu set meja dan dua kursi (kualitas biasa) 2 keping emas.
-Satu almari buku (kualitas biasa) 2 keping emas.
-Satu set pisau pengulitan untuk pemburu dan dapur rumahan (kualitas menengah) 20 keping emas.
-Satu set kebutuhan sehari hari (kaca, sisir, piring,sendok, garpu, gelas) (kualitas biasa) 1 keping emas.
-Penguatan bangunan fisik dan sihir elemen (kualitas biasa) 500 keping emas.
-Pemasangan listrik beserta meteran listrik, bonus satu lampu hemat listrik. (Kualitas biasa) 5 keping emas.
-Tata ruang (bonus pembersihan ruangan) 1 keping emas.
Total pembayaran : 3.043 keping emas.
Tanda tangan
Tuan, Cahya Nugraha
"Kurasa sudah semua" kata Cahya sambil menandatanganinya.
"Untuk pakaian kotor dan barang barang kotor tolong ditaruh dekat sumur" kata Cahya sambil mengembalikan kertasnya kepada pria itu.
Satu jam lamanya mereka menata dan merapikan rumah dengan satu ruangan milik Cahya. Cahya hanya duduk disamping rumah. Beberapa baju kotor dan jeraminya dikeluarkan dari dalam rumah. Cahya tak memperdulikan tanggapan mereka, tentu jika mereka berani mengejeknya, Cahya tak segan - segan mengajukan komplain.
Sesekali mereka yang keluar menaruh pakaian kotor dan barang kotor memperhatikan Cahya. Dalam batin mereka, bagaimana orang bisa hidup seperti ini di era yang sudah maju seperti sekarang.
Si pegawai wanita sambil melempar bekas bekas lilin ke tempat sampah dekat sumur melihat Cahya sedang memegang buku. Judul bukunya adalah "studi job petarung - pebunuh ( tingkat atas) dalam melawan banyak monster sekaligus". Ia ingin tertawa ,untungnya ia berhasil menutup mulutnya.
Mengetahui hal itu, Cahya hanya meliriknya dan menutup bukunya. Jebakan Cahya gagal, dan waktu bersih - bersih sudah selesai.
"Terimakasih telah menggunakan jasa kami" kata pria itu , bersalaman sekaligus pamit undur diri.
"Ya,sama - sama " kata Cahya sambil menutup pintu.
-- tak seberapa jauh dari rumah Cahya.
"Hampir saja kita kena denda" kata si perempuan sambil menghela nafas.
"Untung cuman kamu dan ketua yang membuang sampah, kalau aku pasti tertawa" jawab perempuan satunya.
Rupanya mereka kembar, yang membedakan hanya warna topi yang sedikit berbeda.
"Hampir bagaimana? Lihat ini" kata pria itu sambil memperlihatkan sobekan kertas ditangannya kepada dua rekan kerjanya itu.
"Gunakan kacamata dan masker saat membersihkan rumah, agar wajah tak terkena debu dan lumayan untuk menutupi ekspresi wajah. Terutama sibodoh itu, jangan sampai mulut embernya tumpah mengenai para pelanggan."
"A-apa apaan laki-laki itu, ayo saudariku kita pukuli dia bersama-sama" kata perempuan itu, untung saja ia dipegangi oleh saudara kembar dan pria atasannya.
"Rupanya dia tahu kalau kalian bertukar tempat, dan menukar topi kalian" kata si pria
"Apanya, lelaki sombong seperti dia?!"
"Tapi sarannya sangat berguna."
"Hah berguna bagaimana?"
"Apa kau lupa, karenamu bayaranku dan saudarimu ini dipotong karena komplain pelanggan" kata pria itu ,dari raut wajahnya yang marah, seolah-olah ada sepasang tanduk muncul dari topinya.
---
Didalam rumah, Cahya tidak berencana untuk berburu hari ini. Ketimbang berburu ,ia berencana untuk mempelajari beberapa buku jurus sekaligus. Totalnya, ia membeli delapan buku jurus pasif, empat diantaranya adalah buku jurus yang dapat dipelajari oleh semua job, dan empatnya lagi adalah buku jurus untuk job pembantu.
Total uang yang ia habiskan hari ini sekitar duapuluh ribuan keping emas. Buku jurus harganya memang lumayan mahal, apalagi buku jurus yang langka.
Batu pengetahuan yang berisi jurus acak tidak dapat langsung digunakan. Direndam lebih dahulu bersamaan dengan buku kosong anti air selama beberapa hari hingga beberapa tahun. Semakin lama, semakin besar kemungkinan mendapatkan jurus yang bagus. Waktu menunggu itu dapat dipersingkat seketika, jika menggunakan jurus pasif milik job pembantu pembuatan buku jurus. Barulah kemudian buku jurus akan menampilkan jurus yang ada didalam batu pengetahuan.
Batu pengetahuan yang sudah digunakan akan langsung menjadi debu. Buku jurus yang digunakan akan menjadi debu juga setelah digunakan. Jika ada ketidak cocokan antara job dan buku jurus, maka buku jurus akan terbakar dengan sendirinya hingga menjadi abu.
Cahya duduk diatas tempat tidurnya yang nyaman sekarang, pintu rumah juga sudah dia kunci rapat. Ia menggunakan pakaiannya yang kemarin, karena sayang jika pakaian berburunya yang baru kotor karena hal sepele. Tangan dan kakinya sudah ia ikat pada ujung tempat tidur. Kenapa demikian, karena secara umum mempelajari tiga jurus sekaligus relatif berbahaya karena dapat mempengaruhi fisik dan mental.
Itulah kenapa Cahya mengikat dirinya sendiri, berjaga - jaga jika ia tak kuat menahan beban mental ketika empat jurus itu masuk kedalam pikirannya. Juga, ia ingin membuktikan bahwa hipotesisnya benar, jika sang pemburu pertama, selain bermodalkan job petarung miliknya, karena keinginannya yang kuatlah, ia dapat menjadi legenda hingga hari ini.
Ada empat buku jurus pasif dihadapannya.
Pertahanan fisik : menigkatkan pertahanan fisik.Stamina akan berkurang setiap kali menerima serangan fisik, (stamina yang digunakan bergantung seberapa besar serangan fisik yang diterima )
Pertahanan sihir : meningkatkan pertahanan sihir. Stamina akan berkurang setiap kali menerima serangan sihir (stamina yang digunakan bergantung pada seberapa besar serangan sihir yang diterima )
Pembuatan buku jurus : menghilangkan waktu perendaman untuk mendapatkan buku jurus (stamina yang digunakan bergantung pada buku jurus yang didapat)
Mata elang : dapat melihat lebih jauh dan meningkatkan akurasi (tidak menggunakan stamina)
Setelah membuka semuanya ,Cahya segera menggunakan jurus aktif(diam). Dengan begitu ia tak akan bisa berteriak dan bergerak selama lima menit.
Empat buku berubah menjadi debu, tanda bahwa Cahya berhasil mempelajari jurus itu semua. Namun kengerian masih berlanjut.
Kata-kata yang ingin ia ucapkan kepada kedua orangtuanya, kepada kerabatnya, kepada orang orang disekitar yang menyayanginya serta kepada orang-orang terdekat yang mengkhianatinya. Mulutnya terbuka dan tertutup dengan cepat, namun tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Cahya merasa kepalanya pusing, rasa marah , sedih, senang yang ia pendam mencoba untuk menguasainya. Emosinya meluap, seperti ingin keluar dari tubuhnya, entah itu lewat mulut atau bahkan pori-pori ditubuhnya.
Keringat bercucuran, membasahi seluruh tubuhnya. Matanya melotot, mulutnya menggeretak, beberapa darah keluar dari bibirnya.
Pikiran Cahya sekarang hanya satu, membunuh mereka yang menghalanginya, yang menghianatinya dan yang bersekongkol menjatuhkannya. Senjatanya ada di saku, sebuah pisau. Pisau bisa ia gunakan untuk memotong ikatannya.
Dengan penuh gemetar ia merogoh sakunya.
(Pembatalan jurus pasif memperkecil)
Kini pisaunya kembali ke ukuran semula.Matanya terbelalak melihat ukiran pada pisau tersebut.
Ukiran tersebut bertuliskan "pisau untuk si bodoh, lemah dan penakut yang tak berani melawan orang dan monster yang lebih kuat darinya"
Merasa dihina, ia semakin menggerang, mengeluarkan pisau satunya lagi, yang berada disaku yang lainnya.
Lagi lagi pisau itu memiliki ukiran. Berbeda dengan yang pertama, ukiran tersebut bertuliskan " pisau untuk orang yang tak bisa menerima kenyataan dan hanya ingin bunuh diri"
Cahya mmegang dua pisau dan menggenggamnya erat-erat, melemparnya jauh-jauh.
"Hah hah" Cahya terengah engah
"Jangan bercanda, besok aku masih harus berusaha, tujuanku masih belum tercapai" kata Cahya lirih.
"Hengghhhh!!!" Cahya memang sudah berhasil mengendalikan pikirannya, namun rasa sakit pada tubuhnya masih belum selesai.
Jarum jam dinding mengingatkannya bahwa sekarang sudah jam tujuh malam.
Cahya sudah dapat mengendalikan tubuhnya, namun rasa sakit dan nyeri disekujur tubuh mengatakan untuk tidak bergerak dulu.
"Hah- hahhh" Rasa lapar dan dan dahaga muncul setelah ia mampu menahan rasa sakit ditubuhnya.
Setelah beristirahat selama satu jam, Cahya menggerakkan tubuhnya, walau rasanya sangat sakit. Ikatannya sudah ia lepas, ikatan ditubuhnya memang susah , tapi simpul di ujung tempat tidur sangat mudah dilepas, jika seseorang tahu dan sadar akan simpul itu.
Mengambil cermin seukuran buku, rambutnya acak-acakan, matanya lebam karena menangis, wajahnya dipenuhi oleh bekas air mata dan darah dari hidung serta bibirnya.
"Masih kurang empat lagi" kata Cahya sambil memungut pisau yang tadi ia lempar. Memperkecilnya lagi dan menaruh satu dimasing-masing kantong.
Setelah minum air dan makan roti, ia kembali mengikat dirinya.
'Kali ini akan kusisakan dua untuk besok' batin Cahya. Cahya sendiri sadar, sesuatu yang berlebihan tanpa pikiran yang jernih, hanya akan membunuhnya.