Peter terbangun di suatu tempat, dimana seluruh latar di sana berwarna putih sejauh mata memandang, begitu juga dengan kasur yang sedang ditempati Peter.
"Ah! Kamu sudah bangun, nak?" tanya seorang wanita yang mukanya terlihat samar-samar.
Peter yang tidak bisa melihat jelas wajah wanita tersebut dikarenakan pandangannya yang begitu kabur, hanya bisa mengerutkan keningnya, akan tetapi ia bisa mengenali suara tersebut lebih dari siapa pun juga. "Hah? Ibu~?"
"Bagus ya~. Udah jam segini baru bangun~?" Omel wanita yang satunya lagi, bercanda.
"Mba Rachel?" ucap Peter.
"Ih! Amit-amit dah. Laki-laki tuh harusnya semangat dong, Pete~. Ayo olah raga, biar kerjaannya gak tidur terus." Ucap seorang pria yang berada di sebelah Rachel.
"Ayah? Kenapa… kalian semua menjadi buram seperti itu…? Dan… dimana ini?" ucap Peter yang mencoba menggerakan tubuhnya. 'Sialan! Kenapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku sih…?! Apa jangan-jangan, aku terkena sleep paralysis, ya…? Itu berarti… aku saat ini sedang bermimpi dong…?'
"Pete, dengarkan ibu. Waktu kita tidak banyak. Akan tetapi bagaimanapun kondisi yang kamu alami saat ini, ingatlah bahwa kami akan selalu menyayangimu, nak~." Ucap ibunya Peter yang memeluknya.
Kaget, mendengarkan perkataan tersebut yang keluar dari mulut ibunya, Peter hanya bisa terdiam, tidak bisa berkata apa-apa. 'Ibu~?'
"Hajar mereka semua jagoan, dan jangan menyerah." Ucap Rachel seraya merentangkan tinjunya ke depan. "…Aku yakin kamu pasti bisa. Bukannya kamu ini orangnya keras kepala?"
"Ayah tidak peduli jalan apa yang akan kamu ambil. Kami semua akan selalu mendukungmu, nak. Yang terpenting, kamu janganlah menyerah untuk mengejar apa yang menjadi impianmu itu." Ucap ayahnya Peter.
Peter sempat terdiam, sebelum pada akhirnya, ia tertawa kecil begitu saja. "A-ahaha! Apa-apaan itu…? Kenapa kalian baru mengatakan itu sekarang ketika kita berada di dunia mimpi, hah? Kalian kan bisa mengatakan itu terus terang di dunia nyata. Apakah begitu sulit ya mengatakan itu semua di dunia nyata?"
Meskipun samar-samar terlihat oleh Peter, akan tetapi, ketiga anggota keluarga Peter tersebut tidak menjawab pertanyaan Peter, dan terlihat hanya saling menatap satu sama lain dan memberikan senyuman. Sebelum pada akhirnya, mereka berbalik dan berjalan meninggalkan Peter.
"Tu-tunggu! Kalian mau kemana?! Ibu, ayah, mba Rachel?! Ja-jangan tinggalin Peter sendirian disini!" ucap Peter yang mencoba menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi, keluarga Peter tersebut kemudian hanya berhenti sejenak, seraya menengok ke arah Peter sedikit, sebelum pada akhirnya, mereka berjalan kembali. "…Tunggu!! Tunggu!! Jangan pergi!! Ibu!! Ayah!! Mba Rachel!! Aku juga menyayangi kalian semua!! Jadi aku mohon… Jangan pergi meninggalkan Peter sendirian disini!!"
"Tunggu!! Tunggu!! Tunggu~...!!!"
.
"TUNGGU!!!"
"Hii!!" ucap gadis berambut hijau yang disebelahnya, terkejut, melihat Peter yang tiba-tiba saja terbangun dengan berteriak. Gadis tersebut kemudian langsung bersembunyi di balik tirai sebuah ruangan kecil, yang dikhususkan untuk satu orang.
Peter yang baru terbangun hanya bisa bengong, dengan tangan kanan yang ia rentangkan ke depan, lalu kemudian ia membuka dan menutup telapak tangannya tersebut beberapa kali. '*Sigh* Mimpikah…?' Batinnya yang kemudian meletakkan tangan kanannya tersebut ke depan wajahnya. 'Tapi… meskipun itu mimpi, entah kenapa itu berasa sangatlah nyata. Seakan-akan… mimpi yang tadi memberikanku pertanda bahwa….,' Peter kemudian mengingat mimpinya barusan.
Akan tetapi, Peter langsung menggelengkan kepalanya, mencoba melupakan mimpinya tersebut. 'Tidak, tidak, tidak! Berpikirlah positif, Peter~. Mungkin saja, itu hanya mimpi biasa dan tidak berarti apa-apa. Ya…. Pasti seperti itu.' Tetap berpikiran positif, Peter kemudian melihat-lihat ke tempat ia berada sekarang. 'Lalu… dimana ini?'
Terlihat, ia berada di sebuah ruangan yang gelap, yang mana di dindingnya terdapat beberapa gambaran anak-anak. Selain itu, di ruangan tersebut juga terdapat beberapa sofa, meja, lemari dan juga ruangan-ruangan kecil yang dikhususkan untuk satu orang. Karena tidak mengenali tempat tersebut, Peter kemudian melihat ke arah gadis yang bersembunyi tersebut kembali. 'Hm? Bukannya itu gadis yang menabrakku waktu itu? Kenapa dia ada di sini juga? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di si–' begitu Peter menunduk dan melihat tangan kanannya….
"WHOAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!"
Hal ini pun membuat zombi-zombi yang berada di luar ruangan, memekik dan melihat ke arah sumber suara tersebut berasal, lalu mereka langsung berbondong-bondong berlari ke arah lorong sempit yang mengarah ke pintu darurat. Akan tetapi, terlihat di lorong tersebut tidak ada siapa-siapa, melainkan hanya sebuah lampu yang mati menyala mati menyala. Melihat lorong yang kosong tersebut, para zombi-zombi tersebut kemudian berjalan kembali, meninggalkan lorong tersebut.
Kembali ke dalam ruangan tersebut. Terlihat, gadis tersebut sedang menutup mulut Peter. "Sshhh…! Jika mereka tau kita berada di sini, maka habislah kita." Ucap gadis tersebut yang kemudian membuka mulut Peter perlahan.
"Ta-ta-tanganku! Apa yang terjadi dengan tanganku!?" ucap Peter yang masih panik, mencoba memelankan suaranya.
"Te-tenanglah. Aku sudah menghentikan sel yang bermutasi di tanganmu, supaya tidak menyebar lebih lanjut." Ucap gadis tersebut yang mencoba menenangkannya.
'Mutasi…?! *Gasp*…!' Sontak Peter langsung teringat kejadian dimana ia sempat tergigit oleh salah satu zombi tersebut, lalu ia juga sempat bertemu dengan sosok yang samar-samar, sebelum pada akhirnya, ia pingsan di tempat.
"…Mungkin memang tanganmu saat ini terlihat mengerikan, akan tetapi, aku bisa berani jamin kok, kalau kamu sudah baik-baik saja." Lanjut gadis tersebut meyakinkannya.
Peter yang masih terkejut dengan apa yang terjadi dengan tangannya, hanya bisa terdiam mematung, syok, tidak bisa berkata apa-apa. Sebelum pada akhirnya, ia mencoba menenangkan dirinya dengan melihat ke arah tangan kanannya kembali, seraya membolak-balikkannya beberapa kali, dan kemudian membuka dan menutup telapak tangannya beberapa kali. 'Ia…. Menyelamatkanku…? Aku yang seharusnya menjadi zombi pada saat itu juga, justru diselamatkan olehnya…? Itu berarti… dia juga yang membawaku kemari, ketika aku sedang pingsan…?' Tidak percaya dengan apa yang dilakukan gadis tersebut, Peter hanya bisa melihat ke arah gadis tersebut dengan terdiam, sebelum pada akhirnya…
"Terima kasih." Ucap Peter yang tersenyum ke arah gadis tersebut. Gadis tersebut sontak terkejut, lalu ia berdiri seraya berjalan mundur beberapa langkah, dan tanpa berkata apa-apa, ia kemudian kembali bersembunyi di balik tirai ruangan yang dikhususkan satu orang tersebut. "Ah~! Maaf, bukan maksudku untuk menakutimu. Hanya saja…. Terima kasih~." Peter pun menundukkan kepalanya ke arah gadis tersebut. "Terima kasih banyak karena telah menolongku. Ini sangat berarti bagiku. Aku…. Benar-benar berterima kasih padamu~."
Suasana kemudian hening kembali. Gadis tersebut awalnya hanya terdiam dan tidak merespon apa apa, sampai….
"Apa… kamu akan menyakitiku?" tanya gadis tersebut.
"Menyakiti…? Ah~…! Sudah kuduga. Itu berarti benar ya, kalau pria berjas yang mencarimu itu mencoba menyakitimu?" tanya Peter, yang diberi anggukkan oleh gadis tersebut. "Maa, kalau begitu kamu tidak perlu khawatir. Jika memang aku berniat menyakitimu, bukannya dari awal seharusnya aku sudah memberitahukan keberadaanmu waktu itu? Yang jelas, percayalah, bahwa aku tidak akan menyakitimu. Apalagi setelah apa yang kamu lakukan padaku. Aku bersumpah, aku akan melindungimu, apapun yang terjadi."
Mendengar itu, gadis tersebut perlahan mengintip sedikit dari balik tirai, dan hanya memperlihatkan mata kanannya saja. "…Tapi, sebelum itu…." Peter kemudian membuka sedikit pintu keluar, dan melihat suasana luar, yang mana terlihat banyak sekali zombi-zombi yang berkeliaran di dalam lobi mall, disertai dengan suara geraman mereka. Beberapa diantaranya ada yang memakan orang-orang yang tergeletak di tanah, ada yang menjatuhkan properti properti mall, ada yang menari-nari disekitaran api, dan ada juga zombi tanpa kepala yang mana mengejar zombi yang membawa kepalanya.
Peter lalu menutup pintu itu kembali dan menguncinya. Ia kemudian berbalik seraya menyandarkan punggungnya ke pintu, dan perlahan menurunkan badannya dan duduk di sana, dengan posisi kaki yang ditekuk ke atas. '*Sigh~* Sialan! Tidak ada jalan keluar sama sekali! Apa…. Lagi-lagi aku akan menjadi seseorang yang tidak berguna sama sekali…? Apa… aku pada akhirnya akan gagal lagi….?' Batin Peter yang murung, seraya terdiam sejenak. Ia kemudian melipatkan kedua tangannya, lalu meletakkan tangannya di atas lututnya, dan kemudian menyandarkan kepalanya.
'Tck! Ayolah, Pete~… pikir…! Pikir…! Berpikirlah~…! Pasti ada jalan keluar dari sini! Jika baru begini saja aku tidak bisa menemukan solusinya… bagaimana caranya aku bisa melindunginya nanti?' Berusaha memikirkan caranya, Peter hanya bisa terdiam dengan posisinya yang seperti itu.
Suasana kemudian hening kembali. Peter yang terus memikirkan cara untuk keluar dari sana, hanya bisa terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa. Hal ini pun membuat gadis yang dari tadi mengintip dari balik tirai, keluar perlahan kembali dan kali ini ia hanya memperlihatkan kedua matanya saja.
"…Ano…," panggil gadis tersebut, yang membuat Peter mengangkat kepalanya. "…Apa… yang kamu katakan tadi benar…?"
"Yah, aku juga tidak akan memaksamu untuk mempercayaiku. Toh, manusia juga memerlukan waktu untuk sepenuhnya percaya dengan orang yang baru ia kenal. Akan tetapi… Akan kupastikan bahwa apa yang aku katakan padamu itu adalah benar, dan akan kupastikan aku akan memegang janjiku itu padamu. Itu pasti!" Ucap Peter yang menatapnya dengan serius.
Mendengar itu, gadis itu hanya tertunduk murung kembali. "Yah, tapi… untuk sementara waktu, tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang. Apalagi dengan banyaknya jumlah zombi yang ada di luar sana. Terlebih lagi….," Peter kemudian mengeluarkan smartphonenya dari saku celananya, lalu menyalakannya, dan terlihat bahwa smartphone Peter tidak memiliki sinyal sama sekali. "Tck! Sudah kuduga, kita tidak bisa menghubungi siapa-siapa di luar sana." Ucapnya yang kemudian memasukkan smartphonenya kembali ke dalam saku celananya, dan melihat ke arah langit-langit. "…Aku rasa… kita akan terjebak di sini untuk sementara waktu."
Pasrah dengan kondisi yang dialaminya, Peter yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya bisa terdiam, dan membuat suasana seketika itu juga menjadi hening kembali. Gadis yang daritadi bersembunyi dan melihat ke arah Peter tersebut, awalnya juga hanya terdiam saja, sebelum pada akhirnya, ia membuka mulutnya kembali kembali, "…Ano…! Sebenarnya… mungkin ada satu cara supaya kita bisa keluar dari sini~."
Kaget dengan apa yang dikatakan gadis tersebut. Ekspresi wajah Peter seketika itu juga berubah menjadi berbinar-binar. "Benarkah!?" Ucap Peter yang agak berteriak, dan langsung mendekati gadis tersebut.
"Hii!!" Ucap gadis tersebut kaget, dan langsung bersembunyi kembali.
"Kalau begitu, bagaimana…?! Bagaimana caranya supaya kita bisa keluar dari sini?!" ucap Peter yang bertanya dengan nada penuh semangat.
Gadis tersebut kemudian perlahan mengintip kembali ke arah Peter. "Ngg… Ano…. Tangan kananmu…"
"Tangan kanan…?! Ada apa dengan tangan kananku…?!" tanya Peter yang mengangkat tangan kanannya. "*Gasp* …!?.... Apa jangan-jangan….?!"
Gadis tersebut hanya mengangguk, lalu melanjutkan pembicaraannya tersebut, "Karena kelainan genetik yang diakibatkan oleh para zombi zombi itu… membuat tangan kananmu menjadi…"
"Menjadi…?" ucap Peter yang memasang senyum lebar di wajahnya dan semakin mendekatkan wajahnya.
"…Me-memiliki kekuatan super…," ucap gadis tersebut, yang menyembunyikan wajahnya kembali.
"KEREEEEEEEEEEEEEEEEEEEN!!!!!!!"
Sontak, para zombi-zombi yang ada di luar, langsung memekik dan melihat ke arah lorong yang menuju tangga darurat kembali.
Kembali ke dalam ruangan kembali. Terlihat gadis tersebut sedang menutup mulut Peter kembali, dengan posisi keduanya tiduran di lantai, dan gadis tersebut berada di atas Peter. Gadis tersebut kemudian bangun dan melihat ke arah Peter. "Moh!! Kan sudah kubilang, jika kita sampai ketahuan ada di sini, maka habislah ki–" omel gadis terputus begitu….
BANG!!
"Hii!!" ucap gadis tersebut yang langsung menutup mulutnya, kaget mendengar suara pintu yang digedor-gedor dari luar.
BANG!! BANG!! BANG!!
Sontak, Peter dan gadis tersebut langsung terbangun, dan Peter mengambil posisi berjongkok di depan gadis tersebut, mencoba melindunginya. Suara gedoran pintu terus terdengar, mereka pun bersiap menghadapi terjangan zombi tersebut. Peter yang tidak tahu kekuatan seperti apa yang di dapatnya, mempersiapkan tangan kanannya yang ia angkat ke depan. Sampai…. Pada akhirnya, suara tersebut menghilang begitu saja.
Peter dan gadis tersebut pada akhirnya bisa bernafas lega kembali, dan mereka pun langsung duduk di tempat mereka berdiri. "*Sigh~* Untung~ saja model pintunya di dorong dari dalam. Jadi tidak perlu khawatir kalau gampang di dobrak dari luar." Ucap Peter yang melihat ke arah langit-langit.
"Moh~!! Kan aku sudah bilang!!" Omel gadis tersebut.
"Iya, iya~. Maaf deh~, maaf~." Ucap Peter yang memegang kepala belakangnya, serta mengayunkan tangan yang satunya beberapa kali. "Habisnya… bukannya itu sesuatu yang 'Wah!' sekali, mengetahui orang biasa sepertiku tiba tiba saja memiliki kekuatan super seperti ini?"
Gadis tersebut hanya bisa cemberut mendengar respon Peter, sebelum pada akhirnya, ia melanjutkan pembicaraannya lagi, "Po-pokoknya, tangan kananmu itu sekarang bisa mengendalikan angin yang ada disekitarmu. Akan tetapi, karena hanya tangan kananmu saja yang bisa melakukannya, jadi angin yang bisa kamu kendalikan hanya sebatas dari tangan kananmu saja."
"Wow~!" ucap Peter yang melihat ke arah tangan kanannya lagi. 'Yah, walau aku lebih prefer bisa mengendalikan api sih, seperti novel novel yang pernah aku baca~. Akan tetapi…' Peter lalu membolak-balikkan tangan kanannya lagi, dan kemudian membuka dan menutup telapak tangannya kembali. 'Yosh! Aku rasa ini akan berhasil!' Batinnya yang menggenggam tinju.
Peter kemudian berdiri dan berjalan ke arah salah satu rak alas kaki plastik yang ada di sana. 'Waktunya percobaan~.' Batinnya yang mana kemudian ia mengangkat tangan kananya ke depan, serta meluruskan jari-jarinya, dan membentuknya seperti sebuah pedang. Ia lalu memejamkan matanya dan membayangkan tangan kanannya sedang diselimuti angin yang tipis namun tajam, seperti sebuah pedang. Merasa sudah siap, Peter kemudian membuka matanya, lalu langsung melompat dan mengayunkan tangan kanannya tersebut ke bawah. "HYAP!!"
Secara mengejutkan rak tersebut tiba-tiba saja terbelah menjadi dua, dan terjatuh di setiap bagiannya. 'Yosh~!!' Batin Peter yang langsung berlari ke arah gadis tersebut, dan memegang pergelangan tangannya.
"Huwaaaaaaaaaaaaaaa!! A-apa yang kamu lakukan?!?! Le-lepas…!! Lepaskan aku!!" ucap gadis tersebut yang langsung ketakutan, dan mencoba melepaskan genggaman Peter tersebut.
"W-whoa! Te-tenanglah~, tenang~, kita akan keluar dari sini, ok? Apalagi aku sudah memiliki ini," ucap Peter yang menunjukkan tangan kanannya. "…Kalau asal ada ini, tidak ada yang perlu aku takutkan. Terima kasih banyak ya~!" Dengan riangnya, Peter kemudian menggenggam tangan gadis tersebut dengan kedua tangannya, dan kemudian mengangkatnya. "…Aku berjanji aku akan membawamu keluar dari sini, dan aku juga berjanji aku akan melindungimu dari pria berjas itu. Tidak akan kubiarkan siapapun menyakitimu, walau para zombi zombi itu sekalipun."
Mendengar perkataan dan wajah Peter tersebut, gadis tersebut sontak langsung kaget dan terdiam, mengingat kejadian yang terdahulu.
"Ayo kita keluar dari sini! Aku berjanji aku akan melindungimu bagaimanapun cara! Tidak akan kubiarkan orang-orang itu menyakitimu! Jadi, percayalah padaku!"
Ucap seorang gadis berponytail, di dalam ingatan gadis berambut hijau tersebut.
Perlahan-lahan, gadis tersebut kembali menjadi tenang dan ia pun menurunkan tangannya kembali. Hal ini pun membuat Peter tersenyum ke arahnya. "Yosh~! Tenang saja, aku berjanji aku akan menempati janjiku, ok? Jadi…," Peter kemudian memegang pergelangan tangan gadis tersebut kembali, dan berbalik, seraya memposisikan tangan kanannya di angkat ke depan dan membentuk sebuah pedang. "…Ayo kita lakukan!!"
"BANZAIIIIIIIIIII!!!!!!" Teriak Peter yang langsung berlari keluar.
"Ah! Tu-tunggu dulu~!" ucap gadis tersebut yang ikut ketarik.
.
TING~!
"Geh~!!" Ucap Peter kritis, yang terlihat mereka berdua kembali ke ruangan tersebut kembali. Dimana terlihat Peter sedang tengkurap, dengan wajahnya yang berada di tanah, dan kaki satunya yang ditekuk dan menghadap ke arah atas.
"*Gasp*… *Gasp*… *Gasp*… Moh~!! Dengarkan dulu penjelasanku!" omel gadis tersebut yang duduk dengan posisi huruf 'w'. "…Mungkin memang kamu sekarang memiliki kekuatan super! Akan tetapi, kekuatanmu itu juga terbatas, karena menggunakan tenaga yang kamu miliki saat ini!"
"Telat tau gak ngasih taunya~?! Sialan, baru juga aku mengayunkannya 4 kali, tapi aku sudah kelelahan sampai tidak bisa bergerak seperti ini." ucap Peter yang kemudian menengok ke arah sampingnya. "*Sigh* Aku benci diriku. Tau gitu aku mengikuti apa kata ayahku deh, untuk berolah raga setiap hari~."
"Po-pokoknya sebisa mungkin, kamu harus bisa memikirkan serangan-serangan lain yang tidak terlalu menguras tenagamu itu." Ucap gadis tersebut yang mengerutkan keningnya.
"Yah, setidaknya aku sudah berhasil membunuh salah satu dari zombi itu, kan?" Ucap Peter yang memposisikan wajahnya ke arah tanah lagi, seraya mengangkat dan mengayun-ayunkan pergelangan tangannya beberapa kali. "Terlebih lagi, aku udah sreg ama seranganku yang ini. Kalau memang aku kelelahan seperti ini lagi… kan ada kamu yang bisa membawaku ke sini."
"Moh~!! Tapi aku capek tau kalo harus membawamu terus seperti itu!!" Omel gadis tersebut, mengeluh.
Peter kemudian bangun dan mengambil posisi duduk. "*Chuckle* Bercanda… aku cuma bercanda kok." Ucap Peter yang tersenyum tipis, seraya mengelus kepala gadis tersebut, yang mana membuat gadis tersebut cemberut. Peter kemudian menurunkan tangannya kembali. "Tapi… Hei, lihatlah dirimu. Kamu sekarang jadi berani berbicara denganku. Itu berarti, kamu sudah sepenuhnya ya, percaya denganku?"
Mendengar itu, gadis tersebut sontak langsung terdiam sejenak dan tertunduk murung kembali. "…Se-sedikit~. Mungkin… aku membutuhkan waktu untuk bisa sepenuhnya percaya padamu. Ja-jadi, aku mohon… jangan pernah berpikiran untuk mengkhianati kepercayaanku ini~…" ucap gadis tersebut yang memejamkan matanya dan menahan tangisnya.
Akan tetapi, Peter hanya tersenyum, lalu ia pun memegang pipi gadis tersebut. "Aaa! Tenang saja, kamu bisa percayakan semuanya kepadaku. Aku bersumpah, aku tidak akan pernah mengkhianatimu apapun yang terjadi." Ucap Peter yang menatapnya dengan serius.
Gadis tersebut pun kemudian tersenyum seraya mengeluarkan air matanya, dan ia kemudian mengusapnya dengan pundaknya.
"Oh iya, ngomong-ngomong… aku belum mendengar siapa namamu." Ucap Peter seraya menurunkan tangannya kembali. "Jadi… siapa namamu?"
Awalnya gadis tersebut ragu dan hanya terdiam. Sampai pada akhirnya, ia memberanikan diri untuk menjawab pertanyaannya tersebut.
"…"
"…Na-namaku…."
.
"CELINA"