Chereads / 49 Days Before I Die / Chapter 2 - Konspirasi Alam Semesta

Chapter 2 - Konspirasi Alam Semesta

Jemari Janice bergerak dengan lentik untuk mengikuti alunan suara musik klasik yang sengaja ia mainkan di pagi hari. Sebelum karyawan dan para pengunjung datang, Janice memilih untuk mendengarkan musik klasik. Sekedar untuk membangkitkan semangat paginya.

Hari baru pasti akan dipenuhi dengan kerepotan baru. Janice akan menyambut kerepotan tersebut dengan senang hati. Karena.. hanya di toko bunga saja Janice bisa menghadapi keramaian.

"Lagu klasik di pagi hari? Apakah itu tidak membuatmu mengantuk?" Tanya Bibi Alisha, salah satu karyawan di toko bunga milik Janice. Wanita itu selalu datang lebih pagi dari karyawan yang lain, oleh sebab itu dia yang paling sering mendengarkan musik klasik yang sengaja Janice mainkan di ponselnya.

"Selamat pagi, Bi. Apakah Bibi sudah sarapan? Aku membawa roti lapis dengan ekstra keju seperti yang Bibi sukai." Janice menghampiri Bibi Alisha sambil menyerahkan roti isi yang baru ia bicarakan.

"Sampai kapan kau membawakan sarapan pagi untuk semua karyawan?" Wanita itu tersenyum geli sambil menerima roti yang Janice berikan.

"Aku bangun lebih awal agar bisa menyiapkan roti isi. Kuharap Bibi akan menyukainya." Janice kembali tersenyum dengan riang.

Lalu matanya menatap beberapa orang karyawan yang mulai menyebrang jalan untuk datang ke toko bunga. Janice segera mematikan alunan musik klasik yang baru ia dengarkan setengah durasi.

"Selamat pagi semuanya! Aku sudah siapkan sarapan untuk kalian.." Janice memberi sambutan terbaik ketika lonceng pintu toko bunga berbunyi.

Beberapa karyawan juga memberikan sambutan yang antusias seperti yang Janice lakukan. Lalu tidak lama kemudian, beberapa orang pelanggan mulai datang dan memenuhi toko. Seperti yang sudah Janice prediksi sebelumnya, toko bunga akan ramai dengan pelanggan karena hari ini adalah hari kasih sayang. kebanyakan dari mereka memilih untuk memesan rangkaian bunga mawar merah atau mawar putih yang melambangkan kasih sayang. Mawar merah yang menggambarkan keromantisan, sementara mawar putih merupakan lambang dari ketulusan dan kesucian.

Hari kasih sayang yang identik dengan keromantisan pasangan juga bisa diisi dengan hubungan yang manis antara dua orang sahabat.

"Bunga mana yang harus kuberikan kepadanya?"

"Mawar merah?"

"Terlalu biasa. Semua orang pasti sudah memberikan mawar kepadanya. Aku tidak ingin bunga pemberianku tertumpuk dengan bunga dari orang lain. Coba pilihkan bunga yang lain."

Janice menolehkan kepalanya ketika dia mendengar pembicaraan antara dua orang anak muda yang sedang berdiskusi tentang pemilihan bunga. Untuk sesaat Janice tertegun, lalu secara perlahan langkahnya bergerak untuk mendekati mereka.

"Halo, apakah ada yang bisa kubantu?" Tanya Janice sambil tersenyum.

"Oh, hai." Salah satu dari mereka menyambut sapaan Janice. Seorang gadis berambut pendek dengan penampilan yang sedikit tomboy.

Mereka tampak saling berpandangan sejenak, seakan mencoba berdiskusi melalui tatapan mata.

"Baiklah." Perempuan itu menghembuskan napasna dengan pelan. "Temanku ingin mencari bunga untuk diberikan kepada gadis yang dia sukai. Kira-kira bunga apa yang cocok?"

Janice mulai memperlihatkan beberapa bunga yang paling banyak diminati oleh para pembeli di hari kasih sayang.

"Kalian tidak tertarik dengan mawar putih atau mawar merah?" Tanya Janice.

"Katanya, dia tidak ingin memberikan bunga yang biasa saja." Perempuan itu kembali memberikan penjelasan. "Dia ingin memberikan bunga kepada gadis yang paling populer di sekolah. Pasti sudah banyak orang yang memberikan mawar. Apakah ada rekomendasi bunga yang cantik dan tidak mainstream?"

Janice cukup tertarik dengan pemikiran mereka.

"Aku memiliki beberapa bunga lainnya. Apakah kalian tertarik pada bunga Krisan? Meskipun terlihat sederhana, bunga ini sebenarnya memiliki makna yang indah." Janice menunjukkan satu tangkai bunga Krisan yang memiliki warna putih dengan gradasi kehijauan.

"Sangat cantik. Setahuku bunga ini bernama bunga seruni." Kata perempuan itu sambil menatap Janice.

"Bisa juga disebut sebagai bunga seruni" Jelas Janice.

"Apakah kau tertarik dengan bunga ini?" Mereka kembali berdiskusi sebelum mengambil keputusan.

"Apakah tidak terlalu sederhana untuk diberikan kepada Angela? Dia perempuan paling populer di sekolah. Dia pasti mendapatkan banyak rangkaian bunga yang indah."

Perempuan itu memutar bola matanya, tampak mulai lelah dengan segala perdebatan tentang bunga.

"Bunga ini memang sangat sederhana, tapi maknanya cukup menarik."

"Persahabatan?" Tanya perempuan itu.

Janice menganggukkan kepalanya. Cukup senang karena ada yang mengetahui arti dari bunga yang masih sangat jarang diminati oleh orang-orang.

"Benar, persahabatan dan rasa simpati. Lebih cocok untuk menunjukkan dukungan kepada orang terdekat. Kadang cinta tidak harus ditunjukkan secara gamblang, bisa juga ditunjukkan dalam bentuk dukungan. Selalu ada untuk mendukung dalam suka dan duka." Janice mengakhiri penjelasannya dengan senyuman.

"Menarik. Aku tidak pernah tahu jika bunga seruni memiliki makna yang sedikit menyedihkan."

"Sejak kapan kau mempelajari makna bunga?"

"Bukan ursanmu! Sudahlah, aku tidak punya banyak waktu. Bunga mana yang akan kau pilih?"

Janice menunggu dengan sabar. Jujur saja dia cukup menikmati pertengkaran antara dua orang anak muda yang ada di depannya. Sepertinya mereka adalah sepasang sahabat.

"Baiklah, aku memilih bunga itu."

Janice tersenyum senang ketika berhasil merekomendasikan bunga yang cocok untuk customer yang datang ke tokonya.

"Aku sendiri yang akan merangkai bunga ini." Janice segera mengambil beberapa tangkai bunga Krisan untuk ia rangkai menjadi sebuah buket yang indah.

Hampir lima menit sibuk dengan rangkaian bunganya, tiba-tiba seseorang datang mendekatinya.

"Maafkan aku, tapi bisakah aku memesan buket bunga seruni juga?"

Janice mengalihkan perhatiannya dari buket bunga yang sudah hampir ia selesaikan. Untuk sesaat Janice merasa terkejut ketika melihat jika orang yang mendekatinya adalah perempuan yang datang dengan pemuda yang memesan bunga Krisan.

"Tentu saja. Tolong tunggu sebentar, biarkan aku mengambil tangkai bunga yang baru." Jawab Janice sambil tersenyum.

"Tidak perlu!" Perempuan itu menarik lengan Janice dengan pelan. "Aku sudah memilih tangkai bungaku sendiri.." Dia menunjukkan lima tangkai bunga krisan yang tampak layu dengan beberapa kelopak yang mulai mengering.

"Kau bisa memilih bunga yang masih bagus. Kurasa karyawanku terlalu sibuk sehingga mereka tidak mengganti persediaan bunga krisan." Kata Janice sambil tersenyum.

"Aku memang sengaja memilih bunga yang layu."

"Oh ya?"

Baru kali ini Janice mendapatkan customer yang memilih menggunakan bunga layu dibandingkan bunga segar yang cantik.

"Lima tangkai ini menggambarkan lima tahu persahabatan kami Seperti yang kau katakan, bunga seruni melambangkan persahabatan dan sebuah cinta yang ditunjukkan melalui dukungan. Lima tangkai bunga la dariku yang mulai lelah memberikan dukungan kepadanya.."

Janice kembali tertegun. Merasa kehilangan kata-kata ketika mendengarkan makna dari bunga yang ipilih.

"Bunga ini untuk pemuda tadi?" Tanya Janice sambil mulai membuat rangkaian terindah yang bisa ia lakukan untuk menyusun buket spesial di hari kasih sayang untuk seseorang yang sedang jatuh cinta kepada sahabatnya.

"Apakah terlihat jelas?"

Janice tersenyum singkat.

"Sangat jelas.." Jawabnya.

***

Waktu berjalan sangat cepat. Hari yang sibuk akhirnya berlalu, gelap malam mulai datang, membuat suasana toko mulai terasa sunyi.

"Sebaiknya kau segera pulang, Janice. Untuk apa membuat pesanan bunga di malam hari? Kita masih memiliki beberapa persediaan bunga untuk dijual besok pagi." Bibi Alisha menjadi orang terakhir yang masih menemani Janice. Beberapa karyawan lain sudah pulang sejak 15 menit yang lalu karena mereka merasa lelah setelah bekerja untuk memenuhi pesanan ratusan pembeli.

Sementara itu Janice masih sibuk menghitung pemasukan toko serta melakukan pesanan ulang untuk beberapa persediaan bunga yang telah habis.

"Aku baik-baik saja, Bibi. Seharian ini Bibi bekerja dengan sangat keras, jadi sebaiknya Bibi langsung pulang saja. Aku juga akan segera pulang setelah selesai melakukan penghitungan keuangan." Jawab Janice sambil tersenyum.

"Kau sungguh anak yang sangat rajin. Baiklah, aku akan pulang sekarang. Jangan lupa habiskan susu coklatmu, lalu segeralah pulang. Tidak baik jika kau pulang terlalu malam."

Janice menjawab dengan menunjukkan jari jempolnya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara lonceng pintu toko yang ditutup. Itu artinya Bibi Alisha sudah keluar dan kini tersisa Janice yang masih sibuk mengurus beberapa pesanan bunga yang terlambat diantar karena terlalu banyak pesanan yang diterima oleh perkebunan tersebut. Janice masih mencoba untuk berdiskusi dengan mereka agar toko bunganya tidak kehabisan persediaan, tapi tampaknya mereka ingin menaikkan harga jual sehingga mau tidak mau Janice harus mengikuti kebijakan mereka. Mungkin saat memiliki waktu luang, Janice akan mulai melakukan research tentang suplier bunga yang memiliki harga terjangkau sehingga ia tidak perlu menaikkan harga buket bunga di tokonya.

Suara dering ponsel membuat Janice berjengkit kaget. Sejujurnya ia sedikit lupa dengan suara dering ponselnya sendiri karena sudah sangat lama tidak ada orang yang menghubunginya.

"Papa? ada apa?" Janice menyapa dengan riang. Satu-satunya orang yang masih rutin menghubungi Janice adalah ayahnya. Namun mereka juga tidak terlalu sering bicara karena ayahnya adalah orang yang cukup sibuk.

"Janice, bisakah kau pulang sekarang?"

"Masih ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Ada apa, Papa?"

"Pulanglah sekarang juga, Janice. Julian sedang menunggumu di rumah."

Jantung Janice berhenti berdetak untuk sesaat ketika ia mendengar nama Julian disebut oleh ayahnya. Rasa rindu, sedih, penyesalan, dan juga kekecewaan yang selama ini Janice pendam di dalam hatinya kembali muncul tanpa bisa ia kendalikan.

Setelah bertahun-tahun berlalu, ternyata nama Julian masih sangat mempengaruhi hatinya.

"Untuk apa dia datang?" Tanya Janice dengan napas tercekat.

"Entahlah, tapi dia ingin menemuimu. Jadi.. pulanglah, Janice."

"Bagaimana dengan Mama dan Callista? Apakah tidak apa-apa jika aku pulang?" Tanpa sadar air mata Janice mengalir dengan perlahan.

"Ini juga rumahmu, nak. Jangan khawatir, mereka tidak akan keberatan jika kau pulang. Lagipula, kami sedang berkumpul bersama ketika Julian datang dan mengatakan jika dia ingin menemuimu. Jadi.. bisakah kau pulang secepatnya?"

"Tentu, Papa. aku akan segera pulang."

Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, Janice berusaha untuk melangkahkan kakinya. Mencoba untuk menyiapkan keberanian sebelum ia kembali bertemu dengan Callista dan ibunya. Terlebih lagi dia juga akan menemui Julian, seseorang yang paling ia rindukan, namun juga sangat ingin ia hindari.

Setelah lima tahun berlalu, kira-kira apa tujuan Julian datang ke rumahnya? Dan mengapa dia harus bertemu dengan Julian di hari kasih sayang?