"Raina … kamu sudah pulang?" tanya seorang laki-laki paru baya yang duduk di depan teras rumah yang bercat warna putih dan terlihat sangat sederhana itu.
Raina-- gadis penjual koran yang ditemui oleh Gerald tadi adalah gadis yang mencuri perhatian Gerald setiap pagi.
"Iya, Yah, Raina sudah selesai menjual koran ke kompleknya, jadi langsung pulang dan belikan sarapan untuk Ayah," ucap Raina sambil menunjukan kantung plastik berisi bungkusan makanan yang ia beli selepas pulang mengedarkan korannya.
Ayah Raina tersenyum melihat perlakuan putrinya yang tumbuh dengan kuat dan mandiri itu. "Terima kasih ya, Raina," ucap ayahnya.
"Iya Ayah, ya sudah ayo kita masuk, kita sarapan bersama." ajak Raina.
Ayahnya pun menuruti ajakan putrinya itu, dan segera beranjak dari tempat duduknya. "Ayo, putri ayah," ucap ayahnya dan merangkul Raina dengan penuh kasih sayang.
Raina tersenyum manis melihat perlakuan ayahnya kepadanya itu. Ayahnya memang selalu begitu padanya, selalu menganggap dirinya putri kecilnya, dan sangat menyayanginya.
Disela kegiatan makannya, Ayah Raina tiba-tiba bertanya pada Raina yang juga sedang menikmati sarapan bubur ayamnya.
"Raina…," panggil Ayahnya.
Raina menghentikan kegiatan makannya, kemudian berganti memperhatikan ayahnya.
"Iya, Yah. Ada apa?" tanya Raina.
"Kamu sudah dewasa, nak, tapi ayah tidak pernah membuat kamu bahagia, bahkan ayah malah merepotkanmu dengan keadaan ayah yang sakit," ucap ayahnya sambil menundukkan kepala.
"Ayah … Raina, baik-baik aja, malah Raina senang bisa membantu Ayah," jawab Raina.
"Tapi … sejak kamu lulus SMA kamu tidak bisa melanjutkan pendidikan kamu karena harus membantu mencukupi kebutuhan kita."
"Ayah … Raina melakukan itu, karena Raina sayang dengan ayah. Raina melakukan ini agar kita bisa bertahan hidup," jawab Raina meyakinkan ayahnya.
"Ayah minta maaf Raina," ucap ayahnya merasa bersalah.
"Iya Ayah … Ayah tidak salah. Sudah ya, Ayah … kita kan sedang sarapan," jawab Raina.
Ayahnya hanya mengangguk, kemudian melanjutkan kegiatan makannya sambil menatap putrinya dengan perasaan bersalah.
"Yah, ada lowongan pekerjaan di rumah mewah yang ada di komplek tempat Raina biasa keliling jual koran," ucap Raina pada ayahnya.
"Kerjaan apa itu, Na?" tanya ayahnya.
"Jadi ART yah, tapi gaji yang ditawarkan sangat besar yah, lima kali lipat dibanding hasil jualan koranku," jelas Raina.
Ayahnya tampak menghela napasnya. "Apa kau tidak malu bekerja jadi ART, sayang?" tanya ayahnya.
"Kenapa harus malu, Yah? Selagi itu pekerjaan halal, Raina tidak akan malu untuk melakukannya," jawab Raina dengan keyakinan.
Ayah Raina tampak tersenyum mendengar jawaban putrinya itu. Putrinya benar-benar tumbuh sangat mandiri dan pekerja keras. Sampai ayahnya merasa malu karena tak bisa membantu atau membahagiakan putri semata wayangnya itu.
"Boleh ya, Yah? Kalau Raina boleh kerja disana, Raina tidak perlu lagi kerja berjualan koran setiap pagi," ucap Raina menanyai ayahnya.
Ayahnya menghela napas pasrah. "Ya sudah, kalau kamu memang mau melakukan itu, ayah bolehkan kamu," jawab ayahnya pasrah.
Raina tampak sumringah mendengar jawaban ayahnya itu. "Terima kasih ya, Yah. Raina janji akan usahakan yang terbaik, agar kita tidak susah lagi hidupnya,"
Ayah Raina tersenyum mendengar jawaban putrinya yang terdengar sangat bersemangat untuk mengubah nasib hidupnya.
"Iya, sayang. Ayah doakan, kamu bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik setelah itu, dan bisa mendapatkan jodoh yang terbaik untukmu," jawab ayahnya sambil mendoakan Raina.
Sebenarnya, banyak laki-laki yang mendekati Raina, namun karena Raina sibuk bekerja untuk menghidupi dirinya dan ayahnya, ia tak pernah menggubris laki-laki yang mendekatinya, termasuk Gerald yang kemarin mengajaknya berkenalan.
***
"Kalian ini apa tidak mengerti apa yang kumaksud kemarin, hah?" tanya Gerald di rapat yang sedang ia pimpin, ia harus kembali menunjukkan tanduknya karena karyawannya yang tidak mengerti apa yang ia maksud di rapat kemarin.
Semua karyawan yang ada di dalam ruangan rapat itu pun terdiam dan tidak ada yang berani untuk menjawab Gerald, mereka semua menundukkan kepala karena takut dengan Gerald.
"Rasanya aku sudah ingatkan kalian untuk memilih investor yang bukan hanya memberikan keuntungan untuk kita, tetapi juga tentang karakternya dalam memperlakukan orang lain, apa kalian mau diperlakukan seperti budak olehnya?" tanya Gerald panjang lebar.
Pagi itu Gerald tidak bisa menahan amarahnya, karena ia yang gagal untuk berkenalan dengan gadis pujaannya, justru saat rapat ia harus dikecewakan dengan hasil yang diberikan oleh para karyawannya.
Samuel yang paham jika Gerald sedang kesal pun, hanya bisa diam, karena ia juga tidak ingin menjadi sasaran empuk Gerald yang sedang marah itu.
"Kalau begitu … rapat kita adakan dua jam setelah ini, saya tidak ingin ada kesalahan lagi, jika masih ada kesalahan lagi, kalian akan saya pecat!" ucap Gerald dengan nada yang sangat menakutkan.
Semua karyawan yang mendengar itu pun merinding, mereka tidak tahu bagaimana jadinya jika Bos mereka itu akan memecat mereka secara massal, karena mereka tahu meskipun bos mereka sering memarahi mereka seperti itu, sebenarnya bos mereka sangatlah baik karena memerhatikan mereka dalam segi apapun.
Akhirnya Gerald meninggalkan ruangan rapat, ia pergi ke ruangannya sendiri bersama dengan Samuel yang mengikuti di belakangnya.
Sesampainya di ruangan Gerald mengendorkan ikatan dasinya, ia merasa harus bernapas dengan baik setelah marah-marah di ruang rapat tadi.
"Kenapa mereka tidak mengerti jika waktuku sangat berharga tadi pagi? Mereka sudah membuatku gagal untuk berkenalan dengan gadis itu," Gerald menyampaikan rasa kesalnya pada Samuel yang sejak tadi hanya diam.
Samuel yang mendengar keluhan Gerald itu pun terkekeh, karena sepertinya bosnya itu sangat menyukai gadis itu, sampai membuatnya bersikap seperti itu.
"Harusnya kau beri kartu namamu padanya tadi," ucap Samuel pada Gerald.
Gerald yang mendengar tanggapan Samuel pun langsung membelalakkan matanya lebar, karena ia tidak ingat untuk memberikan kartu namanya kepada gadis itu.
"Sepertinya aku sudah mulai tua sekarang," ucap Gerald sembari memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.
Samuel kembali terkekeh ketika mendengar pengakuan dari bosnya itu, karena tidak akan pernah didengar oleh karyawannya karena Gerald selalu menjaga wibawanya di depan semua karyawannya kecuali Samuel, karena Samuel adalah orang kepercayaan Gerald yang bahkan tinggal bersama dengan Gerald.
"Apa kau sekarang mengakuinya?" tanya Samuel dengan menggoda Gerald yang sedang gundah karena gagal berkenalan dengan gadis pujaannya.
Tiba-tiba Gerald ingat, jika ia memiliki Samuel yang ia tugaskan untuk menyelesaikan semua masalah yang tidak bisa ia selesaikan sendiri.
"Tapi tunggu dulu … bukankah aku mengerjakanmu untuk hal-hal seperti ini?" tanya Gerald dengan mengerutkan keningnya sembari menginterogasi Samuel.
Samuel yang mendapat pertanyaan itu pun langsung terdiam dan tidak lagi tertawa, namun tiba-tiba notif pesan terdengar dari ponselnya, sehingga ia langsung membuka isi pesannya dan mengalihkan pembicaraan yang sedang ia lakukan dengan Gerald.
"Ge … ada yang melamar sebagai asisten rumah tangga," ucap Samuel yang terdengar sangat antusias.
"Lalu aku harus apa?" tanya Gerald yang tidak paham dengan maksud Samuel.
"Lihat ini, Ge! Kau pasti senang melihatnya!" teriak Samuel dengan histeris.