MOS hari pertama.
Setelah apel yang ternyata lama sekali sampai aku pegal-pegal dan lumayan kepanasan, aku merutuki diriku sendiri yang memakai pakaian dengan warna mencolok. Biru.
Bawaannya jadi kelihatan kaku, setidaknya menurutku. Karena yang lain memakai baju putih atau hitam. Dan yang warnanya agak berbeda adalah perwakilan kelompok kami yang memakai kameja kotak-kotak merah.
Kami juga setelah itu mendapatkan id card kami masing-masing.
Oh yah. Ini hari dimana kami akan melombakan yel-yel kami. Dan aku mendapatkan part khusus—bagian yang kutulis sendiri dalam bahasa Inggris.
Kalimat narsis yang sebenarnya tidak cocok dengan nama kelompok kami.
Tapi toh ya sudahlah.
Ini hasil dari kelompok lagian.
Mereka sudah bekerja keras untuk menyusun ini. Tugasku adalah mengeksekusi ini dengan baik.
Setelah itu kami di arahkan ke tenda. Diajari yel-yel oleh salah satu guru yang aku yakin pernah kutemui sebagai MC salah satu kerabat. Begitu percaya diri dan membawa energi positif membangkitkan semangat orang loyo sepertiku.
Kami juga melombakan yel-yel kami.
Dan kelompok kami yang aku rasa paling kompetitif dapat jatah terakhir untuk melakukan yel-yel. Kami juga dapat tiga mic.
Satu untuk perwakilan kami, satu lagi untuk Vila, dan satu lagi untuk... aku tentu saja.
Mereka ragu, aku juga. Tapi aku tetap berusaha keras mengingat dan menguatkan mereka kalau kita sudah hafal sepenuhnya.
Dan voilla....
Berkat satu bagianku aku dikutuk.
Aku ketakutan setengah mati jadi pusat perhatian orang-orang. Aku sudah pernah bilang kan? Walau aku juga suka untuk melakukan kegiatan yang aku sukai sih.
Tapi lihat.
Sekarang aku berdiri di depan banyak orang, dan membungkuk kecil gemetaran sendiri memegang micku.
Pokoknya ini salah kakak pembina yang menunjukku.
PADAHAL AKU KAN TIDAK SIAP APA APA?????
Dan apa tadi?
Memperkenalkan diri?
Aku kan bercanda saat bilang mau memperkenalkan diri dengan bahasa campur.
Kenapa malah harus direalisasikan sih?
Tangan gemetar memegang mic, tapi aku berusaha menatap para pendengar lagi. Semua perhatian tertuju padaku. Aku ditunggu untuk bersuara.
Haaa.
Tubuhku secara auto membungkuk. Mungkin karena kebiasaan yang sering aku tonton di anime atau drama korea.
"Good morning everyone!" Suaraku yang berseru terlalu keras mungkin malah terlihat sekali tidak percaya diri.
Tapi aku tetap melanjutkan dalam bahasa Inggris, dan diselingi slang bahasa Jepang sok gaul, kemudian aku tutup dengan bahasa Korea.
Iya.
Gila.
Setelah turun aku langsung menarik tangan temanku ke toilet, tidak peduli dengan tatapan orang yang pasti berpikir bahwa aku aneh. Yaaa aku memang aneh.
Lalu kenapa?
Orang-orang mungkin menandai bajuku.
"eh lo yang itu ya"
"iya kan? Yang tadi ngomong inggris!"
"Hah bukannya tadi Korea ya?"
"LAH ITU JEPANG!"
Yang terakhir rasanya aku mau teriak begitu. Karena orang yang berada di belakangku memeragakan apa yang aku bicarakan tapi salah bahasa. Kesal saja mendengarnya. Padahalkan aku mencampur semua bahasanya.....
Iya.
Aku memperkenalkan diriku dalam tiga bahasa. Inggris, Jepang, dan Korea. Yah sebenarnya cukup untuk dikatai aneh sih. Salahku juga memang haduh.
Kami melangkah lebih cepat, memutari tenda. Entahlah. Aku pikir ini tempat paling jauh dari perhatian tapi ternyata ada saja yang melihat. Padahal katanya 80% orang hanya peduli pada dirinya sendiri, atau aku saja yang terlalu fokus pada 20% orang yang tidak sengaja melirik?
Oh...
Apa sekarang aku memerhatikan 80% itu?
Karena aku memperhatikannya.
Kakak itu lagi.
Aku tidak tahu namanya, tapi dia pembimbing kelompok sebelah.
Dia terlihat fokus duduk bersandar pada bangkuku. Masih dengan pakaian OSIS kemarin.
Tapi, bodo amat sih.
"Permisi, kak."
Dia berbalik, dan bangkit.
Aku tidak sempat melihat ekspresinya. Atau memang aku saja yang terlalu cupu untuk menatap matanya tepat.
Yaaa mukanya tidak ekstra ekstra amat lah yang pasti.
Malah ganteng.
Aku sempat memuji dia juga kalau tidak salah saat upacara. Walau dalam hati sih. Atau aku katakan ya? Lupa deh.
Aku membiarkan Mika duduk lebih dulu, dan aku? Duduk juga. Aku... memilih untuk tidak memperhatikan kakak itu.
Aku tidak mau terlihat bodoh lagi. Setidaknya untuk diriku di masa depan.