Sejak kecil Lyanna sangat menderita karena pendengaran luar biasanya. Telinganya seakan-akan pecah kapan saja dan kepalanya berdenyut hebat yang membuatnya sangat kesakitan. Wajahnya selalu pucat karena semua rasa sakit itu, anak-anak di sekolahnya juga menjauhinya. Lyanna mendengar semua bisikan-bisikan mereka tentang dirinya, rasa penasaran, juga hinaan untuknya membuatnya menjadi jarang berbicara.
Dengan penyuara jemala di setiap kegiatannya, para guru atau pun orang lain sudah terbiasa dengan itu. Lyanna juga mengetahui banyak hal, baik itu hal yang biasa maupun rahasia.
Selain pendengarannya yang luar biasa. Kehidupan Lyanna sangatlah biasa. Ia sama sekali tidak melakukan apapun dengan kelebihannya. Hingga pada saat SMA, Lyanna mulai mendengar suara bisikan, itu terdengar sangat lemah dan jauh.
Ia pikir suara itu akan menghilang cepat atau lambat. Tapi tidak, dia mendengarnya kemanapun dia pergi. Selama bertahun-tahun.
Suara yang awalnya lemah semakin lama semakin kuat. Begitu Lyanna menjadi seorang mahasiswa, dia akhirnya berhasil mendengar mendengar dengan jelas suara bisikan yang selalu di dengarnya itu. Kenari.
Ya, kenari. Hanya itu kata yang dia dengar.
Ia mulai mencari semua informasi tentang kenari, apapun selama ada kata kenari di dalamnya Lyanna pasti akan segera melihatnya.
Orangtuanya yang melihat anak mereka yang selalu pendiam menjadi sangat bersemangat karena suatu hal merasa senang. Entah apa yang Lyanna lakukan, selama dia senang, keduanya akan membantu apapun itu.
Akhirnya ayah dan ibu Lyanna pun ikut membantu Lyanna mencari tau apa kenari yang dimaksud suara bisikan yang dia dengar. Keluarga tiga orang itu juga bepergian ke banyak tempat untuk mencari informasi sebanyak mungkin.
Lyanna yang selalu terlihat terasing juga menjadi lebih ceria, tatapan matanya yang tajam juga melembut. Ayah dan Ibunya yang awalnya selalu mengkhawatirkan Lyanna menjadi lebih santai dan juga banyak tersenyum. Keluarga mereka menjadi sangat hidup.
Setelah bepergian ke banyak tempat untu mencari informasi, mereka akhirnya menemukan informasi yang sangat mungkin menjadi jawaban dari apa yang mereka cari.
Ternyata ada sebuah desa yang disebut desa Kenari. Tapi itu bukanlah nama asli dari desa itu, karena nama yang terdaftar berbeda, karenanya sulit untuk mencari informasi tentang desa ini.
Mereka berencana untuk mengunjungi desa, tapi ternyata desa Kenari tidak bisa dikunjungi oleh orang asing, satu-satunya cara adalah menjadi penduduk di sana.
Setelah merencanakan untuk pindah, keluarganya akhirnya dapat benar-benar pindah dalam dua bulan. Tapi sayangnya Ayah dan Ibunya tidak bisa ikut, karena ternyata Ibu sakit parah dan harus di rawat di rumah sakit.
Ibu meninggal dunia dua minggu kemudian, diikuti Ayahnya yang kondisinya terus menurun, meninggalkan Lyanna sendirian.
Sebelum kepergiannya, Ayah memberitahu Lyanna, jangan sampai kepergian mereka menghentikan Lyanna untuk bahagia.
"Pergilah ke desa Kenari sesuai rencana kita, dan jalanilah kehidupan yang bahagia." ucap sang Ayah dengan suara yang lembut.
Tanpa sadar mata Lyanna menjadi berkaca-kaca begitu mengingat kembali kenangan sebelum kepergian kedua orangtuanya.
Dia menggelengkan kepalanya dan melihat ke tiga orang yang masih memandangnya. Lyanna menjawab, "Ayah dan Ibuku sudah sejak lama mencari rumah dan kebetulan kami menemukan tempat ini, begitulah kejadiannya."
Mereka mengangguk mengerti dan tidak bertanya lebih lanjut.
Begitu sampai di rumah kepala desa, Lyanna langsung berterima kasih sekaligus mengucapkan selamat tinggal. Dia mengetuk pintu, tak lama kemudian pintu terbuka memperlihatkan seorang pria. Dia tidak terlihat seperti kepala desa, mungkin putranya?
"Halo, bisakah saya bertemu dengan kepala desa?" tanya Lyanna. Pria itu menapnya dengan bingung.
"Mmm.. itu," pria itu berpikir lama sebelum melanjutkan kembali kata-katanya.
"Aku Rendy, putra dari kepala desa. Siapa namamu?" Rendy tersenyum cerah menatap Lyanna.
"Ah, perkenalkan namaku Lyanna."
"Baiklah, Lyanna. Ayahku sedang bekerja saat ini, dan sebagai gantinya aku akan mengajakmu berkeliling desa. Ayo!" Lyanna yang bingung segera menggelengkan kepalanya, tapi Rendy mengabaikannya dan pergi begitu saja.
"Itu.. kamu tidak perlu-"
Rendy langsung memotong kata-kata Lyanna.
"Lihatlah pegunungan yang mengelilingi desa ini, selain menyegarkan mata, itu juga akan menyegarkan semua pikiran negatif."
"Ah! Pohon mangga ini sudah matang, tunggu sebentar aku akan memetiknya." Rendy segera memanjat pohon mangga itu.
Karena pohonnya tidak terlalu tinggi, Rendy dapat memanjatnya dengan mudah dan mulai memetik semua mangga yang dapat dia jangkau. Melemparnya satu per satu padanya.
Lyanna melihat tangannya yang penuh dengan mangga.
"Sepertinya ini terlalu berlebihan, apakah tidak akan ada masalah?" Lyanna khawatir karena sepertinya pohon mangga ini adalah salah satu dari perkebunan milik seseorang.
"Kamu bisa membawa semuanya pulang, anggap saja sebagai hadiah perkenalan." ucap Rendy dengan nada yang terdengar bangga.
"Jika ada yang dibutuhkan, ambil saja dari salah satu satu perkebunan ini. Kamu dapat memetiknya dengan bebas."
"Ini semua milik kamu?" tanya Lyanna takjub.
Rendy menggelengkan kepalanya, "Tentu saja bukan, asalkan tidak ketahuan semuanya akan baik-baik saja, hahaha."
Lyanna menghela nafas panjang mendengar jawabannya.
"Rendy, sebaiknya kita lanjutkan lagi sebelum ada yang melihat." katanya sambil menatap mangga.
"Baiklah, ayo kita lanjutkan."
Rendy pun kembali melanjutkan mengajak Lyanna berkeliling desa. Satu hal janggal adalah, selama tur ini, Lyanna sama sekali tidak mendengar suara lain selain suara milik Rendy.
Sama seperti saat dia berada di taksi. Suasananya sangat sepi. Setelah berkeliling selama hampir satu jam, Rendy akhirnya menyudahi tur mereka karena hari yang sudah gelap.
Begitu sampai di rumah, Lyanna melihat tumpukan mangga yang ada di meja. Berpikir apa yang harus dia lakukan dengan semua mangga ini.