"kita lapor polisi, riel "
Narra yang sejak mengetahui jika adiknya pulang dengan seseorang yang dikenalnya, semakin membuatnya gusar.
Karena kalaupun itu benar hal yang membuatnya semakin takut lean sampai dengan saat ini belum sampai diirumahnya.
"Kita ke rumah dulu, ra. Siapa tahu lean sudah di rumah "
"Apa lean selama ini punya pacar, tapi sengaja nggak cerita karena aku melarangnya? "
Sebuah ppertanyaan muncul di dalam hati narra deengan tiba-tiba.
Dia mulai merasakan kecurigaan jika selama ini adiknya berbohong, pikirannya terus menerus memaksanya untuk percaya asumsinya sendir. Tapi narra juga mencoba untuk tidak terlalu cepat memasukkan semua kecurigaannya saat ini.
Yang paling utama sekarang adalah melihat sosok sang adik terlebih dahulu.
"Kamu percaya kalau yang pulang sama lean itu keluarga? " tanya narra.
Efriel menganggukkan kepalanya, "percaya "
Dia selintas menoleh ke arah narra yang pandangannya terlihat kosong ke arah jalan raya.
"Kenapa tiba-tiba tanya kayak gitu? "
Sebelum memberikan jawabannya narra terlihat menarik nafas dalam.
"Aku merasa lean berbohong selama ini "
"Mungkin dia punya teman dekat tapi tidak berani bilang "
Efriel tersenyum tipis kepalanya terantuk.
"Kamu nggak usah jadi kakaknya kalo nggak percaya lean "
" Narra, kamu jangan bikin pikiran kamu tambah kacau sama dugaan kamu yang baru itu. Fokus dulu sama lean yang belum pulang "
"Nanti kalo dia sudah di rumah, baru deh kamu interogasi sampai puas "
Narra tidak senang karena sekarang ini dia tidak dapat dukungan dari efriel.
Walaupun dia sedang mencoba mengikuti perkataan efriel dia tetap saja tidak bisa menghilangkan kecurigaannya pada lean.
"Mungkin teman lean benar " ucap efriel lagi.
"Coba kamu telepon om kamu "
Narra menggelengkan kepalanya, "nggak diangkat, soalnya setiap tanggal ini ada rapat besar di kantor "
Efriel menaikkan kedua alisnya, "sampai larut malam ya... "
Narra mengerutkan dahinya dan melihat ke arah efriel yang masih fokus pada kemudi yang dikendalikannya.
"Iya emang seperti itu, banyak yang harus selesaikan " Jawab narra, "tante bilang mereka harus memperbaiki banyak kerugian "
Efriel lagi-lagi menanggapinya dengan senyuman tipis.
"Perusahaan orang tua kamu masih sangat bagus, dan menurut data aku lihat masih jadi pusat perbelanjaan yang banyak didatangi "
"Aku lihat dari hasil survey terbaru lho "
"Jadi kalau rugi coba cari yang mana yang membuat kerugian "
Narra menggelengkan kepalanya dan tersenyum sinis, baru kali ini dia tidak suka dengan perkataan efriel tentang keluarganya.
"Kamu bilang gitu karena mau tadi pagi om mengatakan hal buruk tentang kamu kan? "
"Aku sama sekali tidak peduli tentang penilaian om kamu itu " bantah efriel.
"Aku kan cuma mengutarakan keanehan aja "
"Kalau ternyata salah terima, mulai sekarang aku nggak bakalan komen apapun "
Narra cuma terdiam tidak mengatakan satu patah kata pun, ini pertama kali juga dia dan efriel tidak dalam satu pemikiran. Dia juga tidak suka dengan efriel yang mulai mencampuri urusan keluarganya.
Walaupun mereka selama ini bersahabat baik, tetapi sekarang narra tidak suka dengan efriel yang mempertanyakan kinerja paman nya yang sudah melarangnya untuk berteman dengan efriel.
Efriel yang tahu diamnya narra kali ini karena dia tidak suka dengan semua yang dikatakan efriel tadi pun hanya bisa diam juga. Karena jika efriel bicara akan meembuat narra sama sekali tidak mau bertemu lagi.
"Ponsel kamu bunyi, ra "
Suara efriel memecah hening beberapa menit setelah mereka berdua sama-sama menutup rapat mulut mereka.
Narra bereaksi dengan cepat-cepat mengambil ponsel miliknya di dalam tasnya yang masih ada dalam pelukannya.
Narra cuma memandangi nomor ponsel yang tidak bernama kali ini.
"Siapa? " tanya efriel.
"Nggak tahu, nomor baru " jawab narra belum juga menerima telpon itu.
"Terima aja dulu, siapa tahu penting " saran efriel.
"Atau mungkin itu lean pakai ponsel orang "
Narra menganggukkan kepalanya dan segera menerima panggilan yang masuk ke ponselnya.
"Hallo, selamat malam "
Jantung narra berdegup dengan begitu kencang ketika mendengar suara seorang laki-laki di ponselnya.
"Se,, selamat malam " narra menjawabnya dengan gugup.
"Maaf aapakah saya berbicara dengan nona narra? "
"Iya " narra membenarkan.
"Maaf saya dari pihak rumah sakit harapan sehat, memberitahukan di rumah sakit telah masuk melalui unit gawat darurat berdasarkan identitas yang warga temukan bernama lean "
Melihat reaksi narra yang aneh, efriel dengan cepat menghentikan laju kendaraan yang dikemudikan olehnya.
"Dari siapa, ra? "
Narra hanya terdiam tidak mendengarkan pertanyaan efriel, dengan ponselnya yang masih menempel di telinganya.
Efriel mengambil alih ponsel milik narra dan mencoba bicara kembali dengan seseorang yang menghubungi narra tadi.
Narra yang sepertinya terkejut mendengar nama adiknya yang disebutkan oleh pihak rumah sakit tadi, membuatnya seperti merasakan ketidak berdayaannya untuk melakukan apapun saat ini bahkan hanya untuk mengatakan sesuatu.
Dia melihat efriel yang mengambil ponsel miliknya berbicara dengan serius, tetapi narra tidak bisa melakukan apapun.
"Kita ke rumah sakit sekarang "
Efriel bicara setelah mengakhiri pembicaraannya di telepon.
"Jangan! "
Narra menarik tangan efriel, dia melarang sahabatnya itu untuk pergi ke rumah sakit seperti yang disebutkan oleh si penelpon.
"Bisa aja penipuan "
Efriel terkejut, "narra, sadar! "
"Aku tahu mana yang penipu mana yang bukan " ucapnya lagi..
Narra menggelengkan kepalanya, bersikeras agar efriel tidak membawanya ke rumah sakit. Setelah mendengar nama rumah sakit dan nama lean yang disebut membuat narra seperti di bawa kembali untuk ingat kejadian kedua orang tuanya yang sudah dia coba untuk bisa melupakannya.
"Kita llihat saja untuk memastikan, semoga itu lean kamu " efriel mencoba menenangkan narra.
Dia juga tahu narra mempunyai ketakutan dua kali lebih besar ketika harus ke rumah sakit.
"Kamu tenang aja "
Narra perlahan melepaskan tangannya dari efriel dan mencoba untuk mau melawan ketakutannya saat ini.
"Kamu harus yakin lean baik-baik saja "
"Ya "
Narra hanya mengucapkan satu kata setelah dia membiarkan efriel membawanya ke rumah sakit untuk memastikan jika nama yang di sebutkan oleh pihak rumah sakit bukanlah adiknya.