Memang benar jika sebaik-baik pengalaman, adalah pengalaman menuntut ilmu. Karna di tempat kamu menuntut ilmu, kamu bisa mendapatkan dua pengalaman. Pertama, pengalaman menuntut ilmu, kedua pengalaman pedihnya merindu.
"Ayah, ayo berangkat." Ujar Naura tak sabar.
"Ayo, jam sepuluh ya?"
"Lah.. kelas Naura kan jam tujuh"
"Ya berarti nasib kamu, mau bareng ayah tapi telat, atau on time tapi berangkat sendiri."
Naura bergumam dalam hati. Orang ini pasti bukan ayahnya, tapi pak Arif, dosen galak dan nyebelin untuk semua golongan mahasiswa. Kok bisa-bisanya Fahmi itu mau dibimbing sama ayah. Padahal mahasiswa lain berlomba-lomba dapet dosen yang baik hati dan suka ngasih nilai A. Atau mungkin Fahmi setipe dengan ayah? Atau mungkin, kita anak yang tertukar?
"Heh, kok malah bengong, cepet berangkat. Nanti dikasih D lho, sama temen ayah"
"Ayah..." Naura kusut. "Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, kuliah yang bener ya, jangan kaya mahasiswi ayah, yang dibenerin Cuma muka. Hati sama nilai gak pernah geser dari huruf D."
"Iya ayah, eh iya, ayah ada bimbingan baru?"
"Oh iya, dia kenal kamu katanya, semangat banget ngajuin judul. Kaya jaringan internet di kampus. Namanya.. siapa ya, lupa"
"Fahmi"
"Oh iya, itu dia. Kayanya cocok deh sama.."
"Sama siapa?" Naura menebak ayahnya akan menyebut namanya.
"Sama ayah"
"Ah.. udahlah, berangkat dulu ayah, assalamualaikum"
Hampir saja, jantung Naura copot dari tempatnya. Dia berharap ayahnya akan tetap sedingin kutub dan sebeku es balok dengan semua mahasiswanya, kecuali kak Fadli. Semoga Fahmi tidak melakukan hal aneh yang membuat ayah terkesima.
Naura menaiki bus trans yang menuju ke kampusnya. ia segera mengeluarkan al-quran kecil pemberian ayahnya. Mengulang kembali hafalan yang sudah disetorkan pada ayah. Walau belum banyak, dan tak bertambah banyak, setidaknya Naura tak mau apa yang sudah dihafalkannya, hilang seperti karbondioksida yang selalu dia keluarkan.
***
"Nanti kalau sudah datang bisa disampaikan ya?"
"Iya, tentu saja"
Pagi ini kampus seperti bangun dari tidur. Beberapa mahasiswa sibuk mempersiapkan acara bazaar yang sebentar lagi tiba. Semuanya serempak menyukseskan acara tahunan tersebut. Beberapa lainnya juga sibuk menyiapkan presentasi masing-masing. Ada juga mahasiswa yang hanya duduk memenuhi bangku taman. Namun, apapun itu Naura rindu. Rindu akan hiruk pikuk kampus serta segala kepenatannya. Dan mungkin rindu itulah yang mendorong ayah untuk menjadi dosen. Makhluk yang tidak rela melepas kenangan kuliah.
"Naura"
"Waalaikumsalam Windy.." Naura mengingatkan.
"Eh iya, assalamualaikum Naura"
"Wa'alaikumsalam, ada apa Win? Sepertinya ingin menyampaikan sesuatu yang penting"
"Ini sih lebih dari penting, wahai ketua kelas"
Naura melengos, paling jengah bila ada tugas ketua kelas. Karna anggotanya sudah besar semua, terkadang menjadi lebih sulit dan rumit untuk mengumpulkan tugas dan sesuatu lainnya.
"Aduh, tugas filsafat ekonomi kemaren ya? Belum selesai tahu, gimana mau nagih.."
"Ih, bukan, tugas mulu. Sekali-kali aktif di luar kelas kenapa?"
"Oh, bukan itu? Alhamdulillah"
"Tadi, kata Fahmi, ketua kelas suruh ngirim beberapa anak buat bantuin bazar. Buku yang akan dijual banyak katanya."
"Oh ya? Wah, pasti seru banget. Berapa orang? Kapan? Dimana?"
"Aduh, satu satu dong nanyanya. Dua orang, nanti sore, di toko buku kemarin"
"Oke, oh iya, aku pergi dulu ya"
"Kemana?"
"Ke hatinya kak Fadli."
"hati-hati, syaiton Na.."
"Iya, aman kok, haha"
Kelas pukul tujuh itu selesai dengan cepat. Karna makhluk yang tak rela melepas kenangan kuliah itu –dosen- sedang berhalangan hadir pagi ini. Naura bergegas pulang meninggalkan Windy, teringat akan tugas filsafat ekonomi yang mepet deadline. Ia lupa belum meminjam buku ke ayah. Semoga masih tersisa, setidaknya satu buku saja untuk referensi.
***
"Assalmualaikum"
"Waalaikumsalam, loh, kok cepet pulangnya?"
"Pak dosen yang terhormat gak bisa hadir Bu. Sebelum lupa lagi. Ayah.. Naura mau pinjam buku ekonomi yang bahas filsafat gitu, ada?"
"Ayah sih punya bukunya"
"Pasti ada tapinya"
"Tapi ayah pinjamkan ke Fahmi"
"Beneran ayah? Naura ada tugas makalah untuk pelajaran filsafat ekonomi" Naura lesu.
"Ya udah, ambil bukunya sama Fahmi"
Naura menjatuhkan pandangannnya ke lantai, langkahnya gontai, rasanya seperti dibantai. Haruskah beli buku lagi? Haruskah aku meminjam buku ayah dari Fahmi? Naura paling malas kalau berhubungan dengan lelaki. Baginya, satu-satunya lelaki yang aman hanya kak Fadli. Ah iya, perpustakaan kampus! Kenapa gak kepikiran sih? Kenapa juga tadi buru-buru pulang? Kalau begini ceritanya, dia harus menyelesaikan tugasnya, di kampus!
"Ayah, Naura ikut ke kampus"
"Sudah rindu kamu sama kampus, baru juga pulang"
"Tugas, yang rindu sama Naura ayah"
***
Haduh, menggendong tas yang hamil laptop itu emang cukup berat ya. Lebih berat dari filsafatnya Aristoteles. Naura meletakkan tasnya di sebuah meja panjang yang terletak di tengah perpustakaan, sekalian menjadi tanda bahwa tempat itu beserta kursinya akan digunakan olehnya.
Dia mulai memilah-milah, buku mana yang masuk sama tugasnya. Hm.. kok susah ya nyarinya? Kayaknya perlu anak ekonomi nih buat jadi tur guide. Sejauh mata memandang, judul yang nyangkut di mata cuma akutansi, statistik, makro, mikro, gak ada filsafat filsafatnya. Atau sebenarnya pak Wahid ini dosen gadungan? Sebenarnya gak ada filsafat ekonomi?
"Ayo.. gak boleh hopeless, I'm not giving up. I'm not giving up, giving up not not ye.." Naura mencoba menyemangati dirinya sendiri, walau suaranya sedikit sumbang bagi yang mendengarkan, namun cukup merdu untuk dirinya.
"Assalamualaikum"
"Wa.." kak Fadli? Mimpi apa aku semalam? "alaikumsalam"
"Cari apa? Mungkin bisa bantu, kayanya gak ketemu-ketemu dari tadi?"
"Ah, ini, buku referensi buat tugas filsafat ekonomi, tapi bingung harus ambil yang mana" ah udah basah, sekalian nyebur aja "Kakak punya saran, buku mana yang harus saya ambil?"
"Wah, udah habis, dari kemarin banyak temen kamu, anak filsafat kan ya?"
"Iya"
"Banyak yang pinjem bukunya."
"Yah, telat dong, mepet sih ngerjainnya.." Naura mendesah, sekali lagi, apa harus beli buku baru? Apa harus ngambil buku ayah ke Fahmi.
"Jangan putus asa dong, Laa yukallifullah nafsan illa wus'aha, (Allah tidak akan memberi hambanya cobaan, kecuali sesuai dengan kemampuannya). Sini ikut saya"
Naura mengikuti kak Fadli, berharap keajaiban muncul. Lah.. kok ini malah jalan ke tempat Naura yang tadi, eh bukan, tapi dua kursi sebelahnya. Deket banget sama tempatnya, kayanya kurang dari semeter deh ini. Harus pindah tempat gak ya, kalau kak Fadli emang duduk disitu? Engga ah, kan udah ada jaraknya, tempat umum, dan lagi, Naura duluan yang datang kesitu.
"Ini, sebenernya buku ini referensi skripsiku, tapi udah ada pdf-nya kok, udah mau selesai juga, pake aja"
Pdf?! Kenapa gak kepikiran sampai situ ya? Kalau buku di perpustakaan offline habis, mana mungkin pdf bisa habis. Ah, gak cerdas nih, cari buku.
"Oh iya, makasih kak" ekspresi kebahagiannya tak dapat disembunyikan. Seberapa sulit bersembunyi dari dosen, bersembunyi dari rasa bahagia jauh lebih sulit.
Wah.., ceritanya ngerjain tugas disamping kak Fadli? Jadi semangat deh, ngerjain tugasnya. Makasih pak Wahid, udah ngasih tugas kaya gini. Kenapa gak dari dulu sih pelajarannya, hehe. Hm.. pura-pura ngga paham ah.. mumpung masih sebelahan. Eh, kok kak Fadli geser kesini sih? Aduh, harus gimana nih, deket banget. Jadi nanya gak ya?
"Hm.. Kak.." --- "Hah, kaget."
"Kenapa?"
Bukan main kagetnya. Bukan sosok kak Fadli yang adem kalo dilihat, dan enak buat diskusi, tapi aku malah melihat sosok kak Fajar yang gendut dan menggemaskan seperti bernard bear. Ah, sejak kapan orang ini duduk di sebelahku? Tanpa salam, tanpa permisi. Memisahkan aku dan kak Fadli. Aku terpaksa menggeser kursiku sedikit ke kiri. Memberi luang untuknya duduk lebih nyaman. Mungkin kita hanya boleh duduk berdampingan di kursi pelaminan, bukan kursi perpustakaan. Dering WA, memberhentikanku sejenak.
"Assalamu'alaikum, Na, maaf, sore ini aku gak bisa, ada acara keluarga mendadak" satu dari dua temanku yang kutunjuk untuk bazaar mengundurkan diri. Benar-benar lampu merah, kalau sampai aku gak nemu penggantinya, bisa-bisa diri ini harus kembali berkorban. Artinya, sebelum sore, tugas ini harus selesai.