Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Aroma Kemenangan: Sang Dewi Wewangian Kembali ke Puncak

Felysainesgiania
--
chs / week
--
NOT RATINGS
9.6k
Views
Synopsis
Hanya dalam satu hari, hidup Kiara Tanata berubah 180 derajat. Dari putri tunggal keluarga Tanata yang terhormat sekaligus peracik wewangian ternama, sekarang dia tak lebih dari burung kenari yang dikurung di dalam sangkar oleh Rian Wijaya. Rian Wijaya adalah pria yang mampu merenggut seluruh kebahagiaan Kiara hanya dalam sekejap. Dalam sekejap, Haroem, perusahaan wewangian keluarga Tanata yang telah berdiri selama hampir 10 dekade, dan reputasi keluarganya hancur di tangan pria itu; pria yang tak lain merupakan figur bisnis yang paling ditakuti di seluruh kota Surabaya hingga tak ada yang berani menentangnya. Kiara tidak memiliki pilihan lain selain tunduk kepada Rian demi memperoleh peluang untuk menyelamatkan keluarganya. Dalam hatinya, Kiara membenci Rian yang telah menginjak-injak keluarganya. Namun ironisnya, Rian jugalah pria yang parasnya identik dengan kekasih Kiara yang telah tiada, Gavin Tantra.  Hidupnya bersama Rian penuh dengan penderitaan, tetapi hati Kiara terkadang goyah tiap kali dia melihat bayangan Gavin di dalam Rian. Apakah Kiara akan terus hidup dalam penderitaan? Atau akankah Kiara berhasil melepaskan dirinya dari cengkeraman Rian dan mengembalikan kehormatan keluarganya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Harapan Baru

Tubuhnya terasa sangat panas!

Kiara Tanata mengeluarkan kartu kamar dan berusaha membuka pintu kamarnya. Tenaganya akhirnya habis, dan bahkan sebelum dia sempat menutup pintu, dia terjatuh.

Tapi rasa sakit yang di antisipasinya tidak datang.

Sebuah lengan yang kokoh dan kuat menangkap pinggangnya tepat pada waktunya, dan dapat menolongnya dengan mudah.

"Siapa?"

Kiara berusaha keras untuk membuka matanya lebih lebar dan mendongak, tetapi ketika dia menyentuh wajah orang itu, tubuhnya sedikit bergetar.

Untuk sesaat, Kiara mengira dia sedang bermimpi.

Dia menatap pria di depannya, bahkan tidak berani mengedipkan matanya, karena takut begitu dia menutup matanya, dia akan menemukan bahwa semuanya hanyalah mimpi.

Wajah itu telah muncul berkali-kali dalam mimpinya di malam hari, dan setiap kali dia bangun, dia selalu ditemani oleh kesepian dan air mata yang berlinang karena tahu pria yang sangat dia cintai tidak akan pernah kembali lagi.

Kiara menggumamkan nama dalam ingatannya yang tak akan pernah dia lupakan, "Gavin..."

Tetapi pria di depannya tampak dingin, tanpa ada jejak ekspresi di wajahnya yang tampan, dan emosi yang tak dapat dijelaskan terlintas di mata pria itu.

"Aku sangat merindukanmu..." Kiara bersandar di pelukan pria itu, air matanya tidak bisa berhenti mengalir, dia dengan erat melingkarkan tangannya di pinggang pria itu, alkohol bercampur dengan kegembiraan, sehingga dia bahkan tidak bisa berbicara dengan jelas, hanya bisa memanggil nama itu berulang kali, "Gavin, Gavin..."

Pria itu sepertinya tidak menghiraukan kata-kata Kiara, dia menutup pintu kamar dengan satu tangan, lalu tiba-tiba membungkuk, dan dengan mudah menggendong Kiara.

Kiara sangat mabuk sehingga dia meraih pakaian pria itu dengan tak bertenaga, dan bertanya, "Gavin, kamu, apa yang akan kamu ... lakukan?"

Dia tidak mendapat jawaban apa pun, tapi tiba-tiba, dia langsung dilemparkan ke tempat tidur, dan kemudian, tubuhnya yang semampai ditekan ke bawah.

"Jangan..."

Kiara mengerang kesakitan, dan berusaha menyingkirkan pria ini dari atasnya, tetapi perjuangannya tidak ada artinya dibandingkan dengan tenaga pria itu. Dia menghentikan semua gerakan Kiara hanya dengan menggunakan satu tangan.

Suhu di ruangan terus meningkat, dan hasrat bertebaran. Kiara merasa seperti mengambang di laut dan satu-satunya yang bisa dia gapai adalah pria itu.

Dia mengerutkan kening kesakitan dan memohon dengan lembut, "Gavin, jangan ..."

Tapi pria itu tidak menghiraukannya, tanpa berhenti sekalipun, dia memaksa Kiara untuk bersetubuh dengannya sepanjang malam.

Hari berikutnya.

Ketika Kiara bangun, rasa sakit yang luar biasa terasa di sekujur tubuhnya. Kepalanya seakan mau pecah. Hanya bergerak sedikit saja sudah terasa sakit bukan main.

Apa yang terjadi tadi malam...

Kenangan yang tidak beraturan dan kacau balau datang seketika, Kiara ingat wajah yang dikenalnya itu, dan tiba-tiba duduk dari tempat tidur!

Apakah dia bersama Gavin tadi malam? Tapi bagaimana bisa?!

Gavin jelas-jelas telah meninggal dua tahun lalu!

Gerakan mendadak itu seketika membuatnya mengerutkan kening kesakitan, dia menundukkan kepalanya dan melihat bekas cupang di sekujur tubuhnya, bukti dari aktivitas malamnya yang bergairah. Bekas-bekas ini menunjukkan bahwa apa yang terjadi dalam ingatannya itu nyata, bukan mimpi!

"Gavin!" Kiara memanggil nama itu, tapi sekelilingnya sunyi, dan tidak ada yang menjawab panggilannya.

Kiara ingat kecelakaan mobil dua tahun yang lalu dan untuk melindunginya Gavin jatuh dari tebing dalam kecelakaan mobil, mayatnya tidak pernah ditemukan.

Di bawah tebing adalah laut. Semua orang mengatakan bahwa Gavin pasti sudah mati. Dengan tebing yang begitu tinggi dan penuh bebatuan, kemungkinan dia jatuh dan bisa selamat hampir nol.

Tapi Kiara tidak mau percaya, dia terus bersikeras mencarinya selama setahun, tetapi alhasil, dia tidak berhasil menemukan apapun. Pada akhirnya, dia tampaknya telah menerima kenyataan ini.

Lagipula, jika Gavin masih hidup, tidak mungkin dia tidak akan kembali ke sisinya.

Tapi orang tadi malam itu, apakah mungkin dia Gavin? Bagaimana dia bisa masuk ke kamarnya?

Pikiran yang tak terhitung jumlahnya melonjak di benak Kiara, menyebabkan kepalanya sakit.

Efek pengar dan aktivitas dari malam kemarin lebih serius dari yang dia kira. Kiara menahan sakitnya untuk bangun dari tempat tidur dan mengenakan pakaian. Tempat tidur yang berantakan dan pakaian yang berserakan semuanya adalah bukti kegilaan tadi malam. Dia yakin dia sungguh-sungguh menghabiskan malamnya dengan orang lain.

Jika bukan karena jejak-jejak ini, bahkan Kiara akan berpikir bahwa semua itu hanya mimpi karena dia sangat merindukan Gavin.

Kiara melihat sekeliling ruangan, tetapi selain dia, tidak ada orang lain, dan tidak ada jejak yang tersisa. Sakit kepala Kiara makin menjadi-jadi mengalami sakit kepala yang membelah.

Nada dering ponselnya tiba-tiba berdering, dan Kiara buru-buru bergegas dan meraih ponselnya, setelah panggilan terhubung, dia mengucapkan "Halo!"

"Bu Kiara?"

Orang di sisi lain panggilan itu jelas terkejut dengan nadanya yang terlalu berharap, "Apakah anda baik-baik saja?"

Bukan Gavin...

Kiara hanya tertawa miris. Dia tidak mengubah nomor ponselnya selama bertahun-tahun, dan nama yang ditetapkan sebagai yang pertama di kontaknya tidak pernah muncul di layar panggilannya lagi.

"Saya baik-baik saja." Dia menyesuaikan nada suaranya dan berkata, "Ada apa?"

"Bukan apa-apa, Pak Gunawan meminta saya untuk mengingatkan anda. Jangan lupa konferensi pers hari ini."

"Ya." Jika bukan karena panggilan telepon sekretarisnya, Kevin, mungkin Kiara akan melupakannya dengan semua yang telah terjadi tadi malam. Dampak kejadian malam kemarin pada suasana hatinya cukup besar.

Setelah menutup telepon, Kiara buru-buru merapikan diri, dan merias wajah sebelum pergi ke perusahaan.

Sorotan konferensi pers hari ini adalah bumbu baru yang dia kembangkan secara pribadi, dan mitra yang telah bernegosiasi dengannya sebelumnya akan mengumumkan berita penandatanganan kontrak pada konferensi pers. Dia tidak boleh absen dari konferensi pers ini.

Haroem telah berdiri sejak hampir seratus tahun yang lalu dan telah dikenal sebagai merek wewangian yang benar-benar tradisional.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat metode penjualan sebelumnya tidak lagi cocok, yang secara langsung menyebabkan penurunan profit. Racikan baru yang telah dikembangkan dengan susah payah oleh Kiara kali ini menjadi kesempatan bagi Haroem untuk bangkit kembali.

"Ayah."

Kiara berjalan ke aula dan melihat staf acara sibuk mengkoordinasi staf lain. Melihat Kiara, ayahnya sedikit terkejut: "Kiara, mengapa kamu mengenakan syal sutra di hari yang begitu panas?"

Kiara menyentuh syal sutra di lehernya dengan perasaan bersalah. Tentu saja, Kiara tidak berani mengatakan bahwa dia memakainya untuk menutupi cupang di lehernya. Dia hanya bisa mengganti topik: "Ayah, apakah persnya sudah datang?"

"Iya, ayah sudah meminta beberapa kenalan ayah untuk membantu." Gunawan Tanata, direktur Haroem saat ini, tersenyum dan menepuk pundak putrinya. "Semua bergantung padamu hari ini, Kiara."