Chereads / Satria Galuh / Chapter 16 - Duo Suroboyo

Chapter 16 - Duo Suroboyo

Sebuah rumah penginapan memiliki halaman luas dengan kolam pemandian dan taman-taman dengan gazebo untuk bersantai dan acara makan-makan. Suasana cukup ramai di sore itu, keempat orang dari tanah Lampung pun menyantap makan malamnya bersama. Setelah itu, mereka pergi beristirahat dengan terpisah.

Semuanya terasa melelahkan. Sandanu masih membukakan matanya sambil rebahan di atas ranjang, sedangkan Galigo berendam di kolam. Kamar menginapnya cukup lega tapi hanya ada satu tempat tidur dengan ukuran luas dan bisa ditempati sekitar empat orang. Selain ranjang tidur, tidak ada banyak perabot lain kecuali lemari untuk meletakkan pakaian.

Saat yang tenang dengan pikirannya, tiba-tiba kamar sebelah terjadi kegaduhan. Sandanu terperanjak dan dia mendengar pertengkaran di sebelah. "Galigo, aku akan keluar," teriak Sandanu untuk melihat yang terjadi.

Di luar begitu ramai, semua tamu dievakuasi dari tempat itu. Mutia dan Way Gambas pun terlihat di halaman yang luas meskipun mereka ada jauh di seberangnya dan di tengah halaman itu, orang yang dipastikan dari kamar sebelah bertarung dengan seorang perempuan. Mereka adalah jewel.

"Batu mustika hiu bersinar, hiu pemburu…" Pria tidak memakai baju dan hanya bercelana pendek menyerang dengan kekuatan batu akik yang terletak di jari manis sebelah kirinya.

Dia membuat medan pertempurannya berair dan mengurung perempuan yang menjadi lawannya dengan seekor ikan hiu pemburu. Perempuan itu mencoba menghindar tapi, sepertinya dia kesulitan untuk bernafas. Meskipun demikian, dia bisa mengendalikan batu akiknya. Saat itu, keadaan tempat penginapan mulai kosong, Mutia dan Way Gambas pun pergi ke tempat yang aman.

Perempuan itu menyilangkan tangan di dadanya, tapi jarinya menyentuh daun telinga. Ya, ada batu akik yang menjadi anting-anting. "Batu biduri bulan bersinar, jantra bianglala…"

Semua permukaan air yang berbentuk lingkaran besar di udara mengurung perempuan itu berwarna pelangi dan air itu pun pecah, ikan hiu juga menghilang. Perempuan itu keluar dari serangan. "Batu biduri bulan bersinar, jantra bianglala…" Dari langit muncul cincin pelangi dan sinarnya mengurung pria bertelanjang dada itu.

Sandanu melihatnya, tidak mudah untuk menangkap pria tersebut, dia menghindar dari serangan dan melarikan diri. Orang itu berlari di atas atap rumah. Perempuan itu pun segera mengejarnya. Maka Sandanu merasa bahwa pria itu adalah pencuri di keraton yang membuat perjalanan menyeberangi sungai Musi ditutup karena dia ingat perempuan hitam manis itu. Oleh karenanya, Sandanu ikut mengejar.

Sandanu tidak peduli lagi dengan Galigo, anak itu terlihat berendam dalam kolam saat Sandanu meloncat di atasnya. Sepertinya Galigo yang menutupkan mata juga tidak mendengar semua kejadian waktu itu. Apa lagi, kolam pemandian terlihat sepi dan hanya ada dirinya.

Di depan, pria bertelanjang dada bertemu dengan wanita yang dipastikan adalah rekannya. Dan wanita tersebut pun dikejar oleh anak laki-laki, teman dari perempuan yang Sandanu temui di kedai sore tadi. Mereka berlari ke arah pinggiran sungai.

Mereka berdua yang mengejar berhenti di tepi sungai dan orang-orang menghindar dari kekacauan. Untuk mereka yang dikejar, mereka berdiri di atas air. Sandanu menyusul para pengejar.

"Apa mereka pencurinya?" tanya Sandanu.

"Kamu, kenapa bisa ada di sini?" Boe terkejut.

Sandanu menyahutnya. "Kalau benar, aku juga akan menangkapnya."

"Payah," kata Isogi yang segera menyerang musuh. "Batu biduri bulan bersinar, gerhana…." Sebuah kegelapan muncul di atas mereka yang berdiri di atas sungai.

Mereka berdua saling beradu punggung sebagai kewaspadaan, tapi mereka benar-benar tidak menyadari serangan yang membutakan. Mereka sama sekali tidak bisa melihat, seperti terkurung di dalam ruang hitam yang gelap.

"Apa ini, Arlok?" tanya wanita yang bernama Ken Dedey.

Ken Arlok, rekannya menjawab. "Aku sendiri tidak tahu, Dedey."

Sandanu yang melihat mereka di atas air sungai Musi kebingungan, sama sekali tidak mengetahui yang terjadi. Bahkan kegelapan yang mengurung mereka tidak terlihat oleh orang lain, hanya mereka yang berada dalam serangan.

"Penghukuman dimulai….!" Teriak Isogi membuat mereka berdua berteriak seakan kesakitan. Penghukuman ini adalah serangan yang membuat lawannya yang merasa bersalah seolah mendapatkan hukuman yang layak.

Mereka berdua merasakan tekanan terhadap tubuhnya yang membuatnya sakit, bahkan kepalanya seperti mau pecah. Mereka berdua jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya yang kesakitan. Tapi, Ken Dedey segara memejamkan mata dan menyadari bahwa ini hanyalah ilusi.

"Sial, aku terjebak. Arlok tutup matamu dan lihat dengan mata hatimu!" kata Ken Dedey.

Ken Arlok menutupkan mata dan menyadari ilusi yang menjebaknya. "Kamu benar."

"Batu mustika buaya bersinar… cambuk ekor buaya…" Cincin batu akik di jari manis sebelah kanan Ken Dedey mengeluarkan kekuatannya dan ruang gelap yang mengurung mereka pun terberai oleh cambuk menyerupai ekor buaya.

Memudar. Ruang gelap dari serangan Isogi dilumpuhkan lawannya. Cipratan air pun berluncuran dari sungai Musi akibat kekuatan Ken Dedey yang menghancurkan serangan Isogi. Mereka benar-benar musuh yang tangguh, mereka adalah duo Suroboyo yang terkenal sebagai pencuri bayaran dari negeri Sabda.

"Sial," guman Isogi geram. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa mereka bisa keluar dari kurungan mantra gerhana.

Boe yang berdiri di samping kanan Isogi mulai beraksi. "Sekarang giliranku… batu mustika ular bersinar…" Mata tombak yang terbuat dari batu akik miliknya bersinar. "Ular batu…" Lalu muncul seekor ular raksasa dari bawah air yang segera melilit mereka berdua.

Tapi mereka sangat waspada hingga Ken Arlok menghadang ular itu dengan serangannya. "HIU PEMBURU…." Tiga Hiu meloncat dari dalam sungai dan menggigit roh ular yang langsung hilang.

"Kalau begitu, rasakan yang ini…" Boe melemparkan tongkatnya. "ANACONDA…" tombaknya berubah menjadi ular besar yang segera melahap mereka berdua. Mereka terkurung saat ular itu mengganti kulitnya.

Dou Suroboyo terjebak dalam kulit ular yang sangat kuat dan elastis. Mereka tahu, bahwa dua penyerangnya tidak bisa mengejar. Karena itu, mereka menyerang dari jarak jauh. Isogi pun menambahkan serangan pada mereka.

"JANTRA BIANGLALA…." Sinar cincin pelangi muncul dari langit saat Isogi menunjukkan dua tangannya yang telah menyentuh batu akik di telinganya ke arah atas dua orang lawannya.

Jantra Bianglala merupakan serangan yang memutuskan aliran sastra. Seperti sebelumnya aliran sastra yang berada di serangan Ken Arlok pun terputus dari pemiliknya hingga serangan itu hilang. Kali ini, Isogi yakin bisa memutuskan aliran sastra dalam tubuh mereka.

Di samping itu, Sandanu masih berdiri di dekat Boe sambil memperhatikan pertarungan yang sangat sengit dari mereka semua. Ini pertama kalinya, Sandanu melihat serangan dari pengguna elemen cahaya.

Serangan elemen cahaya yang sepertinya sangat mematikan itu, ternyata gagal karena musuh berada di atas air, sedangkan mereka berdua adalah pengguna elemen air. "Gelombang arus sungai…." Teriak Ken Dedey membuat air sungai Musi bergemuruh dengan kekuatan sastra syair untuk melindungi dirinya dan Ken Arlok.

Air sungai naik ke atas menutupi cahaya bianglala yang bersinar di atasnya hingga cahaya itu terbias oleh air. Selain itu, kulit ular dari serangan Boe pun menghilang karena tidak bisa mengimbangi tekanan air yang tinggi.

"Kalian tidak bisa mengejar kami ya…," kata Ken Dedey sambil menyibakkan rambut kuningnya yang basah oleh air. "Perkenalkan aku adalah Ken Dedey, dengan air yang selalu melindungi."

Ken Arlok pun memperkenalkan dirinya. "Dan Aku Ken Arlok, dengan air yang selalu memberkati."

"Kami adalah duo Suroboyo…" Ya mereka adalah pencuri bayaran, terlihat ada tas kecil di pinggang Ken Dedey, dipastikan dalam tas itu benda yang mereka curi.

Mereka pun mulai melakukan serangan. []